Chapter 22

4.5K 565 49
                                    

Ekhem... Double up nih ceritanya, bonus... Bonus wkwkwk.

🍀🍀🍀🍀

Pian masih merasakan tubuhnya semakin panas, YiZhan bisa melihat itu, bagaimana keringat yang terus bercucuran. Efek totokan di tubuh Pian sudah hilang, membuat anak itu bisa bergerak-gerak dengan bebas. Tapi Pian tidak bergerak, dia malah jatuh terkulai di gendongan YiZhan, tidak memberontak seperti tadi. Malah kini tubuhnya yang menggigil kedinginan. YiZhan menyentuh tubuh Pian yang kini berganti menjadi panas, YiZhan sendiri sudah merasa normal-normal saja meskipun masih terasa dingin tapi itu tidak terlalu mengganggunya.

YiZhan membalikan gendongan Pian menjadi di punggung, memindahkan tas ransel yang dia bawa ke depan. Entah mengapa semakin dalam YiZhan berjalan, beban yang dia bawa terasa lebih berat. Langkahnya menjadi sangat-sangat berat. Padahal dia hanya membawa beban Pian yang tak seberapa beratnya dan tas ransel yang tidak ada apa-apanya. Tapi kenapa setiap langkah yang dia ambil terasa berat.

YiZhan berhenti ketika gua itu hanya tinggal sebuah dinding yang berdiri tegak menandakan jalan buntu. Dia menurunkan Pian dari gendongan, meregangkan otot-otot tangannya yang terasa pegal. YiZhan meneliti setiap lekuk gua ini. Berusaha mencari petunjuk atau jalan lain.

Pian membuka matanya yang terasa berat, rasa mual mengaduk-aduk perutnya, pening yang mulai menghantam kepalanya, suara dentuman yang terus masuk ke dalam telinganya. Belum lagi rasa dingin yang menjalar di seluruh tubuhnya.

"Akh," Pian berteriak kesakitan. YiZhan menghampiri dengan tergesa-gesa. Memeriksa keadaan Pian. Sesekali dia menanyakan keadaannya.

Pian tak menjawab, dia mencengkram rambutnya, menariknya hingga beberapa helai terselip di sela jarinya. Rasanya menyakitkan. Napasnya memburu tak beraturan, peluh terus menetes. Keadaannya sungguh mengkhawatirkan.

🍀🍀🍀🍀

Bara dan yang lain memutuskan untuk berkemah di hutan, karena langit yang sudah menggelap dan mereka harus memulihkan kembali tenaga mereka. Para pelayan YiZhan pergi mencari sesuatu yang bisa dimakan, sedangkan Bara dan yang lain menjaga tempat dan membuat perapian, meskipun membuat perapian bisa mengundang rasa pemasaran mahluk yang hidup di hutan, tapi mereka juga perlu untuk menghangatkan diri.

Bara duduk termenung memandangi api yang berkobar, pikirannya melayang, memikirkan bagaimana nasib Pian, anak itu masih terlalu kecil, kehidupan seperti ini sama sekali bukan untuk dirinya. Anak remaja saja belum tentu bisa bertahan, apalagi Pian yang hanya berusia 10 tahun. Bara merasa dia tak pantas menjadi orangtua. Katanya dia berjanji akan melindunginya, tapi lihatlah, dia bahkan terjebak dan tak tahu apakah dia akan selamat atau tidak. Tapi Bara sangat berharap bisa keluar dari tempat ini dengan selamat, berkumpul kembali dengan anaknya.

Padahal dia belum lama mengadopsi Pian, mereka bahkan belum melakukan hal yang seharusnya seorang anak dan ayahnya lakukan. Mereka dipertemukan oleh masalah, dan sekarang dipisahkan oleh masalah, oh lucu sekali hidup mereka.

Lamunan Bara buyar, ketika pelayanan YiZhan datang membawa beberapa buah, entah buah apa sebenarnya Bara baru pertama kali melihatnya, bentuknya seperti apel, tapi jika dimakan malah terasa seperti jeruk. Setidaknya ada nutrisi yang masuk ke dalam tubuh mereka.

Setelah menghabiskan buah itu, Bara dan satu pelayan YiZhan bertugas untuk berjaga, tiga orang lainnya tidur terlebih dahulu. Saat tengah malam nanti baru mereka bergantian.  Hutan yang terlalu sunyi ini membuat Bara lebih waspada. Dia bukan sekali dua kali hidup di alam liar, tapi suasana ini sangat asing baginya.

Tiba-tiba saja angin kencang datang, memadamkan api yang mereka buat. Ketiga orang yang tengah tertidur itu langsung terbangun. Mereka semua bersiaga, berdiri melingkar melihat ke sekitar, dari arah utara, sekumpulan belalang terbang sedang menyerbu ke arah mereka. Tanpa memberi aba-aba, mereka semua lari dengan sekuat tenaga, berlari zig-zag menghindari pepohonan. Belum lagi gelapnya malam membuat mereka tak bisa melihat dengan jelas, sesekali salah satu dari mereka tersandung, mereka terus berlari. Belalang itu terbang dengan cepat, berkelompok dan sangat banyak, ini seperti serangan hama pada musim kawin.

Bara melihat ke sekeliling, berharap menemukan tempat persembunyian. Saat matanya tak fokus dia malah tersandung dan jatuh ke dalam kubangan lumpur. Bara melihat ke belakang, dimana belalang itu hanya tinggal beberapa centi lagi mendekatinya. Bara pasrah, dia melindungi wajahnya dengan tangan. Tapi, belalang itu melewatinya begitu saja. Bara menatap heran, padahal dia ada di hadapan mereka kenapa bisa dia dilewatkan begitu saja. Apa mungkin karena lumpur yang melumuri tubuhnya? Apa salahnya dicoba. Bara menatap sekeliling mencari sesuatu, ketika dia sudah mendapatkannya, Bara mengambil daun itu, daun yang nantinya akan dia gunakan untuk mengambil lumpur.

Bara membuat empat lumpur yang dibungkus daun. Dengan cepat dia langsung berlari mengejar teman yang lain. Melemparkan setiap bungkus daun dan menyuruh mereka untuk memakainya. Meski bingung mereka tetap melakukannya. Hingga akhirnya mereka berkumpul dengan wajah dan pakaian yang sudah penuh dengan lumpur, dengan belalang terbang di atas mereka tanpa ada niat untuk mendekat.

"Kita harus secepatnya mencari tempat bersembunyi, aku tidak tahu cara ini akan bertahan berapa lama."

Mereka mengikuti apa yang dikatakan Bara, mereka kembali berlari memasuki hutan.

"Oy, aku menemukan sebuah gua," ucap Brian.

Mereka kemudian masuk ke dalam gua. Meluruhkan tubuh mereka, tertawa hambar, merasa senang karena berhasil kabur dari kejaran belalang itu. Setidaknya mereka bisa beristirahat sejenak.

🍀🍀🍀🍀

Pian membuka matanya dengan perlahan, entah sudah berapa kali dia pingsan dalam satu hari ini. Pian merasa tenggorokannya sangat kering, dia haus. Pian membuka mulutnya, tapi tidak ada suara yang keluar. Pian melihat ke sekeliling, mereka masih ada di dalam gua. Tidak ada YiZhan disana, dimana dia? Apakah dia meninggalkannya.

Pian memejamkan mata, merasakan semua rasa sakit di tubuhnya. Telinganya mendengar suara langkah kaki yang mendekat, membuatnya membuka mata, itu YiZhan, dia tidak meninggalkannya.

"Air," ucap Pian dengan sangat lemah.

YiZhan masih berdiri kala Pian berucap. Dia terdiam sebentar sebelum berjongkok dan memberikan air, membantu Pian untuk duduk bersandar dan membantunya minum. 

"Uhuk," Pian tersedak begitu air itu memasuki tenggorokannya. Dia terbatuk dengan keras, hingga wajahnya merah padam. YiZhan membatu menenangkan.

"Pelan-pelan," ucap YiZhan sembari membantu Pian minum kembali.

Ah, Pian merasa lega. Pian menatap YiZhan membuat YiZhan yang melihatnya terlihat bingung.

"Jika kita mencapai makam utama, apa itu artinya kita akan cepat keluar dari sini?"

"Tentu saja, kenapa kau bertanya seperti itu," tanya YiZhan.

"Aku tahu jalan menuju makam utama."

YiZhan menatap Pian, berusaha mencari kebohongan di mata anak itu, anak itu memang penuh kejutan seperti biasa. Rasanya jika dia tak membuat ulah satu hari saja, itu artinya dia bukan anak yang asli.


🍀TBC🍀

Haah, akhirnya. Sesuai janji ya, aku double up.

Sankyuuu buat yang masih pada baca, kagak ada triple up wkwkwk udah sepet mata.

Pay pay pay

PIAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang