Lanjut lanjut....
🍀🍀🍀🍀
"Jadi, bisa ceritakan sama ayah, kenapa Pian bisa ada disana." Tanya Bara. Pian yang sedang duduk sambil menggoyang-goyangkan kakinya tidak merespon. Ia malah melihat kearah papan tulis yang menampilkan beberapa angka. Matanya menyipit guna melihat deretan angka itu dengan lebih jelas. Matanya menatap ke bawah, dahinya berkerut seolah ia tengah berpikir.
Matanya langsung menatap ke arah Bayu, merebut paksa buku yang tengah ia pegang.
"Eh, Bocil mau diapain buku gue." Kata Bayu dengan panik. Karena tidak ada atasan disini mereka lebih bisa ngomong dengan santai bahkan sering kali menggunakan bahasa gaul.
Pian tak menggubris perkataan Bayu. Ia membuka halaman kosong dan mulai mencoret-coretnya. Pian menggambar beberapa garis hingga menjadi kotak. Bara menatap Pian dengan bingung. Anak ini memang penuh kejutan tidak bisa ditebak apa yang akan ia lakukan. Dan tidak ada yang bisa menghentikannya.
Pian selesai menggambar. Hanya beberapa kotak kecil yang lumayan jumlahnya.
"Pian. Apa yang sedang kamu lakukan? Jika ingin menggambar bilang sama ayah, tapi tidak seperti ini." Kata Bara yang lagi-lagi tidak digubris oleh Pian. Ia masih sibuk menggambar.
Tak berapa lama Pian menyerahkan hasil gambarnya, disampingnya terdapat sebuah angka 7497.
"Ini hanya permainan anak SD. 7497 bukankah itu hanya sebuah angka yang menggambarkan sebuah pertanyaan dari 7x7=49?" Kata Pian dengan sedikit mengejek.
Mereka menatap Pian dengan tatapan yang beragam. Merasa tak berdaya sebagai polisi. Mereka merasa tak ada harganya. Sangat lama bagi mereka untuk menemukan jawaban dari satu angka saja. Dan bocah ini, dia bahkan menyelesaikan 1 baris angka.
"Kenap harus 7x7=49?" tanya Bian.
"Lalu, Apa kalian punya pernyataan lain? Untuk menjelaskan baris pertama." Pian balik bertanya. Mereka dibuat diam oleh pertanyaan bocah itu.
"Lalu apa jawaban baris kedua?" Tanya Badai. Ia tak habis pikir dengan otak bocah itu.
"Kenapa aku harus menjawabnya?" Gemas. Bisa-bisanya mereka malah meminta bantuan seorang bocah. Apa kata pimpinan mereka nanti. Bisa-bisa mereka dipecat sebagai polisi.
"Lalu, bisakah kamu ceritakan apa yang terjadi di dalam sana." Kata Charles yang tiba-tiba datang.
"Oke. Tadi saat di ruang tembak, aku tak sengaja mendengar suara pukulan. Seperti batu bertemu batu. Lalu sehabis ayah keluar dari klinik. Aku pergi menuju halaman belakang. Masuk kedalam pintu kayu, menuruni tangga yang gelap. Mengikuti suara yang aku dengar. Dan saat sampai, aku melihat banyak orang tengah bekerja. Mengambil berlian, seperti pekerja tambang pada umumnya tidak ada yang aneh. Karena aku butuh bukti untuk bilang ke ayah. Jadi aku ambil berlian, tapi sayangnya aku ketauan. Kita kejar-kejaran terus pas sampai pintu saat aku masuk. Dia ngeluarin pistol dan nembak kepalanya sendiri. Terus kalian temuin aku." Pian berbicara, seolah ia hanyalah anak polos yang tak tahu apa-apa. Tengah bercerita kepada ibunya tentang bagaimana ia menghabiskan hari dengan temannya. Tenang, terdengar berbelit namun tak menutupi kebohongan.
"Apa yang sudah kalian temukan?" Tanya Charles.
Bara menyodorkan kertas yang berisi gambaran Pian. Charles mengambil dan menelitinya.
"Siapa yang membuat ini?" Tanya Charles. Mereka saling tatap.
"Aku." Pian mengangkat tanganya seolah ia tengah meminta hadiah karena telah menjawab soal yang diberikan.
Charles meminta penjelasan, yang dibalas anggukan kaku dari mereka. Charles membuang napas. Merasa malu dengan anak yang ia didik.
"Baris kedua? Sudah kalian temukan jawabannya." Tanya Charles.
"Jika baris pertama adalah pernyataan. Maka baris kedua seharunya pertanyaan. 78153. Jika angka 7 melambangkan sebuah sebuah baris atau Banjar dari sebuah kotak maka 8 seharusnya jumlah kotak."
"Tapi bukankah semua ini kotak berjumlah 49 bagaimana maksudnya jika ada 8 kotak dalam satu baris atau Banjar?"
"153 mungkin masuk dalam kotak, tapi apa maksudnya?"
"Aku! Aku mau jawab." Kata Pian dengan ceria seolah ia mendapat mainan baru. Charles memberikan kertas yang tadi Pian gambar.
Pian kembali mencoret gambar. Bedanya ia memotong semua garis kotak. Membaginya menjadi 5 bagaian garis.
"Gunting." Kata Pian. Badai memberikan gunting yang Pian minta.
Pian mulai memotong kelima bagian itu membentuk berbagai bentuk yang memotong garis kotak. Kemudian menggabungkan kembali semua bentuk yang telah ia gunting. Membuatnya kembali berbentuk kotak. Bedanya ada satu kotak yang hilang. Satu kotak yang berada paling tengah.
"Selesai."
"Apa maksudnya ini?"
"Bukankah ini jawaban teka-teki itu? Orang yang membuat ini. Hanya meminta untuk membuat kembali kotak yang baru. Dengan satu kotak yang hilang. Angka di tiap baris menunjukan jumlah kotak tiap gambar. Bukankah itu mudah? Kenapa kalian tak bisa menjawabnya." tanya Pian seolah pertanyaanya bukanlah sebuah pisau.
"Kenapa harus membuat kotak baru?"
"Hanya untuk kesenangan." Jawaban yang santai itu membuat satu gedung polisi itu merasa terguncang karna badai.
TBC..
Maap nih gak panjang, aku mau tidur cepet. Tangan lagi gak enak dipake ngetik. Kemarin pas main ice skating jatoh tangan nahan jadi agak kaku kalo terlalu banyak gerak.
Besok ku lanjut kok :3
Pay pay pay
KAMU SEDANG MEMBACA
PIAN [END]
Teen FictionPian, bocah polos yang kadang ngeselin itu harus memilih, hidup sendiri atau pergi menghampiri ayahnya yang telah lama meninggalkannya dengan sang ibu. Ditambah lagi kemampuan ketajaman Indra yang dimilikinya. Bisa mendengar suara kipas berputar 240...