"Kayaknya, siswi kayak kamu harus di bawa ke ruangan BK yah? Benar-benar gak punya sopan santun," kata laki-laki tersebut.Semua siswa-siswi di ruangan itu tertawa terbahak-bahak. Sorot mata tajam dari guru baru itu, membuat tawa mereka terhenti. Semuanya mendadak hening.
Meli menyengir, memperlihatkan giginya yang rapi. "Ehm, tenang aja, Pak. Saya udah langganan kok," ujar Meli. Saat itu pula, siswa-siswi di ruangan itu kembali tertawa terbahak-bahak.
Laki-laki itu kesal. Buru-buru, ia angkat suara. "Apa menurut kalian ada yang lucu? Ada hal yang perlu di tertawakan?" Suara tegas guru tersebut, membuat semuanya diam.
Dia kembali menatap Meli. "Nama kamu siapa? Akan saya catat di buku kasus. Saya gak segan-segan buat nilai kamu jadi merah saat di rapor nanti. Karena, saya akan menjadi guru pengajar di ruangan kelas ini," katanya.
Meli menelan salivanya secara kasar. Kalau dulu Pak Samsul adalah guru paling menyebalkan di sekolah ini, sekarang guru baru ini akan mendaftar juga.
"Ngomong-omong, emangnya Bapak berani? Toh, Bapak juga orang baru di sekolah ini. Biasanya, guru baru itu jarang di respon," Bukannya takut, Meli malah semakin menantang.
Leha menggeleng-gelengkan kepalanya heran. "Mell, udah deh yah? Jangan malu-maluin," gumamnya pelan. Meli menggeleng. Sama sekali tidak merasa gentar. Laki-laki di hadapannya itu, tersenyum tipis. "Lalu, kalau saya guru baru di sini, saya gak berani sama kamu? Kamu juga orang baru bagi saya. Jadi, sama aja. Saya orang baru bagi kamu, kamu juga orang baru sama saya," kata guru tersebut tidak mau kalah. Dia juga tersenyum miring.
"Hati-hati kamu, sama saya!" ucap guru tersebut, kemudian berjalan ke arah meja guru. Semua siswa-siswi yang ada di ruangan ini, buru-buru duduk di bangku masing-masing.
"Karena saya belum perkenalkan diri, sekarang perkenalkan. Nama saya Andi. Andika Nugroho. Kalian boleh panggil saya, Pak Andi. Saya pindahan dari, Bogor. Mengajar matematika."
Meli menatap Andi dengan tatapan nanar. "Anjir bisa habis gue di lempar Bunda pakai baskom." Karena apa? Di dunia ini, hanya satu orang yang Meli takuti. Bundanya. Dia tak mau jika harus dapat benjolan di kepala akibat terkena lemparan baskom. Dapat pukulan sendok goreng di betis. Cukup. Dia trauma!
"Ada pertanyaan?" Pak Andi menatap seluruh siswa-siswi di ruangan ini. "Saya, Pak!" Salah satu siswi mengangkat tangannya.
"Yah? Kamu mau tanya apa?" Andi memandang siswi yang berada tepat di belakang Meli. Otomatis pandangannya dengan Meli bertubrukan.
"Dulu itu saat di Bogor, Bapak jadi guru juga?" tanyanya. Andi tersenyum simpul. "Pertanyaan yang bagus. Sebenarnya saya baru pertama kalinya jadi guru di sini," katanya lugas.
Mendengar ucapannya, membuat semua siswa-siswi di ruangan itu tercengang. "Tapi saya mengajar les privat. Dan sebenarnya, saya baru setahun di Bogor. Saya berasal dari New York," sambungnya. Semuanya kembali tercengang. Kecuali Meli.
"Kenapa pindah dari luar negeri, Pak?" tanya salah satu siswi lagi. "Saya mau menemani adik saya yang tengah sekolah di sini," jawab Andi.
"Umur Bapak berapa?" tanya seorang siswa. Andi menaikkan sebelah alisnya. "Sebenarnya itu cukup privasi, tapi karena saya mau jujur, saya bakalan jawab. Umur saya, dua puluh tiga tahun," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story about Melina [END]
Ficção AdolescenteStart : 24 Oktober 2021 End : 11 Maret 2022 [BUKAN UNTUK DI COPAS] [Judul awal : Dear math teacher] Andi tak menggubris apa-apa. "Masih ada yang mau bertanya?" tanyanya. Semuanya hanya diam. Pandangan Andi beralih pada Meli. "Kamu?" tanyanya. Me...