28. Jadi, kita pacaran?

782 90 1
                                    

     Wajah Meli seketika berubah merah. Tidak! Ini sangat memalukan. Jangan lupakan, telinganya yang juga, ikutan memerah.

     Andi terkekeh kecil, kemudian menarik Meli masuk ke dalam dekapannya. “Kalau gini ceritanya, saya kangen terus dong sama kamu.” 

      “Nanti kalau saya pulang dari Sumba, kamu harus cium saya sampai, saya puas. Jadi, mulai hari ini, kamu resmi punya saya. Saya gak mau tahu.”

       “Jadi kita pacaran?” tanya Meli kemudian.

       Andi terkekeh kecil. “Kamu maunya gimana, hm?”

       “Kalau maunya nikah, kan gak mungkin.” Meli terkekeh kecil.

        Andi mengusap rambut Meli. “Jagain hati kamu untuk saya yah? Saya jaga hati saya untuk kamu di Sumba. Jadi, kita sama-sama jaga hati!”

       “SIAP PAK GURU!!”


*****

         Di dalam ruangan kelasnya. Meli hanya diam. Apalagi Leha juga tak masuk. Membuat malas berkomunikasi dengan orang lain. Seseorang memukul mejanya. Membuat Meli segera mendongak. Pandangannya bertemu dengan Kesya. Admin grup gosip, musuh bebuyutan Meli.

         “Kenapa?” tanya Meli malas.

         “Berhenti dekatin Riano, Bict!” ucapnya. Meli mengernyit. “Ohw jadi, lo suka sama Riano.” Meli mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. “Riano sial banget, di sukai sama cewek kayak lo!”

        Kesya emosi. Hampir saja, ia menampar Meli. Meli terkekeh kecil. “Kok gak di tampar? Takut tremor yah?”

        Kesya menarik tangannya kembali. Salah satu teman Kesya, mengipas-ngipas wajah Kesya. Udah kayak babu deh. Meli menatap Kesya dengan alis yang naik sebelah. “Tadi, lo bilang gue, Bict? Kayaknya mirror  deh sama lo.”

      Kesya tersenyum simpul. “Kalau lo masih dekat sama Riano, siap-siap aja. Lo bakal nyesel seumur hidup, karena udah buat gue emosi.”

       Erlani mengangguk setuju. Gadis berponi itu menatap Meli dengan tampang ingin menggigit. Meli terkekeh kecil. “Yang satu sok berani. Satu lagi, babu pribadi. Yang satu lagi sok jagoan.”

      Khia yang merasa tersindir terdiam seketika. Ia juga menghentikan kipasannya pada Kesya. Sementara Erlani malah memandang Meli makin sebal.

      Meli berdecak malas. “Gue ke sekolah, mau cari ilmu. Bukan mau cari gara-gara. Karena, kalau lo pada, cari gara-gara sama gue, gue gak tahu, gue yang nyesal apa lo bertiga yang nyesal. Karena ....”

       Meli menjeda ucapannya. “Karena sekali gue gerak buat lawan kalian, mungkin gue bisa buat kalian masuk rumah sakit. Atau mungkin, masuk ke liang lahat. Gue gak perduli, meskipun gue masuk ruangan BK, apalagi di skors, atau paling parahnya di pecat. Tenang aja! Gue bakal main bersih buat hadapi kalian bertiga.”

     Kesya mengepalkan tangannya. “Lo itu---” Ucapannya terpotong begitu saja. “Udah deh Kesya yang cantiknya keterlaluan. Sana ke kelas lo aja. Kelas gue, gak menerima tamu gak penting, meskipun kelas kami les kosong sekarang!” ucap Meli sembari tersenyum.

      Semua siswa-siswi di ruangan kelas itu memandang Kesya, Khia, dan Erlani dengan pandangan aneh. Membuat wajah Kesya merah padam. Gadis itu segera pergi dari sana. Tak lupa satu hal. Ia menghentak-hentakkan kakinya sebal. Erlani memandang Meli sebelum pergi. Ia mengepalkan tangannya, seakan-akan ingin memukul Meli.

     “Cantik-cantik kok galak,” celetukan teman sekelas Meli.

      “Eh, cantik dari mana? Kayak Marsya gitu!” tawa seorang laki-laki yang terkenal bandel di kelas Meli.

        Meli malah tertawa kecil. Setidaknya, temannya selalu ada di pihaknya. Gak tahu kalau besok-besok gimana. “Dasar pecundang. Lain kali jangan begitu yah?” tanya Meli sarkastik.

        Erlani segera melangkah pergi dari sana. Ia benar-benar malu. Khia buru-buru pergi dari sana. Namun sialnya, kakinya malah tersandung kaki meja. Membuat semua orang di ruangan kelas itu tertawa ngakak. Meli tersenyum mengejek. “Jalan aja remedial!” ucapnya, sembari berdiri dari bangkunya.

      “Woi tungguin guee!” teriak Khia kemudian berlari keluar. Meli berjalan di ambang pintu. Ia terkekeh kecil. “Roknya beli yang baru aja yah? Bilang sama Mamah. Rok yang lo pada pakai pada kekecilan. Pinter banget sih cari sensasi. Eh, orang lain malah lihat kalian dengan tatapan jijik.”

      Kesya menghentikan langkahnya. Ia berbalik, memandang Meli dengan tatapan tajam.

      “Kenapa? Sesuai penampilan lo pada, kok. Gue gak ngomong bohong. Iya gak, guys?” tanya Meli. Entah sejak kapan, teman-temannya yang lain ada di belakangnya.

       “YOI!” teriak mereka serentak, membuat Kesya segera pergi dari sana. Meli sudah tak tahu lagi, gadis itu pasti sudah amat-amat malu.

*****

Jangan lupa menekan tanda bintang. Semoga harimu menyenangkan.

Story about Melina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang