"Yah ampuh Meli! Bangunnn! Ini udah jam setengah tujuh! Anak perawan, kok bangun lama!" Teriakan Fatim membuat Meli berdecak. "Sebentar lagi, Bun. Nanggung." Gadis itu menarik selimutnya kembali, sampai sebatas dada."Apanya yang nanggung? Kamu nggak sekolah? Andi udah nungguin kamu di bawah. Katanya barengan."
"Hah? Yang bener, Bun? Ish kok Bunda nggak bangunin Meli cepet sih!" Meli berlari terbirit-birit ke dalam kamar mandi.
"Makanya! Kalau di bangunin itu langsung bangun aja! Jangan-"
"Udahhh Bun! Gak usah di lanjutkan lagi. Meli minta tolong, siapin tas Meli yahhh?"
"Yaudah buruan! Bunda tunggu di dapur!" Fatim melangkah pergi. Selesai memakai seragamnya, buru-buru Meli turun.
"Pagi Bunda." Di raihnya sepotong roti. "Bun, Meli berangkat yah. Meli makannya di kantin sekolah aja."
"Yaudah kamu hati-hati!"
"Iya, Bun. See you!" Meli meraih tasnya kemudian melangkah pergi, menghampiri Andi dan Raras. Andi menatap Meli yang tampilannya rapi. Bukan seperti saat gadis itu berada di sekolah. Sekarang, Andi sadar. Meli akan bersikap sangat baik di hadapan Fatim, sementara di sekolah berbanding terbalik.
"Lama banget!" Raras berdecak sebal. Meli mendengus dingin. "Apaan sih lo! Bocah ingusan juga."
"Hah? Sembarangan kalau ngomong! Enak aja!" Raras kesal.
"Dih! Emang kenyataannya kan? Hello!"
"Kamu itu-"
"Ras, udah." Andi berjalan pelan kemudian masuk ke dalam mobil. "Ihh nggak bisa di biarin dong, bang! Aku hampir telat karena dia!" Raras tak mau kalah.
"Lo kan bisa berangkat sendiri! Payah!" kata Meli sebal. "Kamu juga bisa pergi sendiri!" Raras tak mau kalah. "Gak bisa lah! Motor gue rusak!" Meli bersikeras. "Siapa nyuruh rusak?" tanya Raras lagi. "Lo gila yah? Abang lo yang buat motor gue rusak!"
"Kok Bang Andi yang salah? Harusnya-" Ucapan Raras terpotong. "Kalian nggak bisa berhenti berantem?" tanya Andi. Dia menatap Meli dan Raras bergantian.
"Dia tuh Bang!" ujar Raras.
"Raras tuh, Pak!" Meli tak mau kalah.
Andi menghela napasnya. "Masuk atau saya tinggalin?!" tanyanya. Buru-buru keduanya berebutan masuk. Pintunya jelas saja tidak muat. Kelakuan keduanya, membuat Andi menghela napas.
"Ihh lo yang di belakang! Gue di depan sama Pak Andi!" ucap Meli. Andi kembali menepuk dahinya.
"Kok aku? Harusnya kamu!"
"Heh! Lo bisa nggak sih nurut sama gue?"
"Kamu bisa nggak sih, ngalah sama aku?"
"Lo gila yah? Lo itu-"
"Kamu yang gila! Kamu itu cuman muridnya Bang Andi! Aku itu adiknya!"
"Dih. Harusnya nih yah-"
Andi benar-benar emosi. Dia menutup pintu mobil sebal, kemudian menjalankan mobil.
"Ehh Bang ...."
"Loh, Pak? Kok ...."
Mobil kembali berhenti. "Pilihan terakhir, masuk tanpa mengeluarkan suara apapun!"
***
"Hati-hati, Bang!" Raras hendak melangkah masuk ke gedung sekolah, namun dia malah melirik Meli tajam. "Awas kamu! Besok-besok aku yang duduk di depan sama Bang Andi. Kamu di belakang!" ucapnya dengan mata tajam. Meli memandang Raras heran. "Apaan? Ngajak ribut lo? Sini ayo! Gue bakar hidup-hidup tahu rasa lo!" kata Meli kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story about Melina [END]
Novela JuvenilStart : 24 Oktober 2021 End : 11 Maret 2022 [BUKAN UNTUK DI COPAS] [Judul awal : Dear math teacher] Andi tak menggubris apa-apa. "Masih ada yang mau bertanya?" tanyanya. Semuanya hanya diam. Pandangan Andi beralih pada Meli. "Kamu?" tanyanya. Me...