29. Peraturan baru dari pacar

803 93 4
                                    


Clek ....

      Meli menutup pintu kamarnya kembali. Saat ia berbalik, ia malah terkejut dengan kehadiran Andi. Laki-laki itu memandangnya aneh. Mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Meli berdecak malas.

      “Kenapa? Kaget yah karena saya makin hari makin cantik?” Andi terkekeh kecil. “Mau ke mana sih, pacar saya?”

       Meli segera berjalan melewati Andi. Duduk di sebuah kursi rotan, sembari memasang  sneaker shoes berwarna putih. Serasi dengan dress yang ia pakai. Warna Hitam dengan beberapa potongan kain perca berwarna putih.

     “Mau jalan sama Riano!” ucapnya, membuat Andi mengernyit heran.

      “Kamu lupa, lusa saya bakal berangkat ke Sumba. Bantuin saya rapiin barang-barang yang harus saya bawa!” Penuturan Andi sama sekali tidak membuat Meli menanggapinya.

      “Hei? Kamu dengar gak sih?” Meli segera mendongak untuk menatap wajah Andi. Ia mengangguk pelan. “Dengar kok. Tapi kan, bisa di bantu packing sama Bi Sindi.”

       Andi menggelengkan kepalanya cepat. “Okay. Bisa-bisa saja. Tapi, coba kamu ingat-ingat lagi. Saya ini siapa kamu sekarang?” Meli tertawa kecil. “Yah pacar saya lah!”

       “Itu berarti, kamu harus dapat ijin dulu dari saya, supaya kamu boleh pergi!”

      “Hah? Kok gitu?”

      “Yah itu peraturan baru dari seorang pacar!” jawab Andi tenang. Meli berdecak malas. “Yaudah kita putus aja!”

      “Putus? Kok putus?” tanya Andi terkejut.

      “Peraturannya gak asyik sih!” Meli tersenyum jahil.

      “Demi pergi jalan sama Riano kamu minta putus sama saya? Saya gak bolehin kamu pergi karena ini udah sore! Nanti kalau kamu kenapa-kenapa gimana?” Sungguh! Meli terkejut atas penuturan Andi. Benar-benar membuatnya geli sendiri.

      “Bercanda kok! Yaudah kalau gak mau. Nanti saya bilang aja kalau gak di ijinin!”

      “Nah bagus!” Andi menganggukkan kepalanya mendukung. Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh.

      “Permisi?” Panggilan dari luar. Kebetulan Bi Sindi juga sedang mandi. Jadi tidak ada yang membukakan pintu.

     “Nah, itu Riano udah datang!” ucap Meli. Andi menghela napasnya sebal. “Yaudah, kamu pergi aja. Kasihan juga kan, kalau dia di suruh balik?”

       Meli tertawa kecil. “Nah itu pinter!”

       “Tapi ada syaratnya!” ucap Andi membuat Meli membulatkan matanya sempurna. “Gak usah aneh-aneh deh!” ucap Meli sembari tersenyum paksa. Gadis itu segera berdiri di tempatnya. “Gak aneh-aneh kok. Tenang aja!” ucap Andi. Meli menghela kecil.

       “Yaudah. Syaratnya apa?” Andi menunjukkan pipi kirinya dengan jari telunjuknya.

     “Ciummmmm!” ucapnya dengan nada manja.

      “Seriusan minta cium?” tanya Meli bingung. “Kirain minta nitip beli seblak dari luar!” sambungnya.

        Dengan cepat gadis itu mendekatkan wajahnya untuk mengecup pipi kiri Andi. Setelah itu, Andi menunjukkan pipi kanannya lagi. “Kalau pipi kiri doang, pipi kanannya nanti cemburu.”

      “Hah? Cium pipi kanan lagi?” tanyanya terkejut.

      “Iya dong.” Andi mengucapkannya dengan bangga, sekaligus sangat percaya diri. Dengan malas-malasan, Meli segera mengecup pipi kanan laki-laki itu. “Udah kan?”

       Andi tertawa kecil. “Bibirnya gak ikutan? Nanti--”

       “Cemburu lagi gitu?” tanya Meli, membuat Andi mengangguk semangat. “Gausah aneh-aneh deh.” Meli cemberut tak jelas. Andi melirik sekelilingnya. Tak ada orang lain kecuali keduanya. Dengan cepat, ia menarik Meli, mengecup bibir gadis itu dengan cepat.

       “Jangan pelit-pelit. Pamali!” Setelah ciuman Andi terlepas, sekilas, Meli  menutup mulutnya refleks. “Pamali apaan!” ucapnya sebal.

       Andi malah tertawa terbahak-bahak. Andi segera menunduk. “Kalau mau pergi itu, tali sepatunya di rapiin dong. Nanti jatoh. Kamu mau?” tanyanya sembari merapikan tali sepatu Meli. Meli berdecak sebal. “Tuh kan. Karena Bapak sih. Jadi lupa kan?!”

       “Lha? Kok saya?” tanya Andi kemudian berdiri di tempatnya. “Nanti pulangnya jangan kelamaan. Takut kangen soalnya!”

       “CIE NON MELI SAMA DEN ANDI!” Keduanya segera menoleh. Bi Sindi malah memandang keduanya sembari tersenyum lebar. “Cieee!” ucapnya lagi saat melihat Andi dan Meli hanya bengong.

        Andi tersenyum simpul. “Sini handphone kamu,” katanya sembari menjulurkan tangannya. Meli mengernyitkan dahinya.

        “Buat apa?”

        “Sini aja. Gak perlu banyak nanya.” Meli mendengus kesal, walau pada akhirnya ia memberikan ponselnya. Andi mengotak-atik ponselnya sebentar kemudian memberikannya pada Meli lagi. Meli di buat tak mengerti karenanya.

*****

Jangan lupa menekan tanda bintang. Semoga harimu menyenangkan.

Story about Melina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang