Bab 17: Maaf dan 'Kisah Tiga Saudara'

848 118 25
                                    

Atensi kelabu Draco baru saja terbuka. Dirinya menyadari bahwa waktu telah menunjukkan pagi hari. Seberkas cahaya matahari lembut menembus ke dalam tenda melalui sela-sela kanvas. Dia mengernyit, berusaha menyesuaikan fokusnya dengan intensitas cahaya di sekeliling.

Draco baru menyadari bahwa hanya dirinya dan Ron Dewasa di dalam tenda itu. Ron Dewasa masih tertidur pulas dengan posisi tengkurap di dalam kantong tidur. Sedangkan kantong tidur milik Harry Dewasa sudah terlipat rapi, memberi jarak cukup renggang antara Draco dan Ron Dewasa.

Sepertinya hujan yang semalam mengguyur baru reda saat fajar terbit. Bau hujan masih terasa: lembap, apak, dan candu. Suhu udara pun masih relatif dingin meski tampaknya di luar matahari sedang cerah-cerahnya. Draco bergelung di dalam selimutnya, terlalu malas untuk bangun dan memulai sesuatu yang seharusnya mereka lakukan hari ini.

Dalam diam, Draco kembali mengingat peristiwa yang terjadi pada hari sebelumnya. Mereka bertiga baru sampai semalam di tempat ini dan berhasil menemukan keberadaan Trio Gryffindor Remaja yang sedang bersembunyi, berbekal koneksi pikiran antara Harry Remaja dan Dewasa yang tersambung tanpa terduga.

Hal pertama yang mengganggu pikiran Draco adalah mengenai kondisi ayah dan ketiga kawan Slytherin-nya dari masa depan. Terakhir yang dia tahu dari koneksi Harry, Voldemort sedang menghukum mereka dengan alasan yang belum diketahui. Draco risau. Tak dapat dipungkiri bahwa dia memiliki rasa khawatir akan keadaan mereka, terutama ayahnya. Meskipun akhir-akhir ini Draco sering diperlakukan buruk, tetapi yang namanya orang tua tetaplah orang tua.

Draco mengira-ngira, berapa lama lagi Voldemort akan menyetujui rencana ayahnya. Saat itu terjadi, apa yang akan terjadi selanjutnya? Draco benar-benar takut. Memikirkannya hanya membuat rasa gelisah dalam hatinya menggeliat tak nyaman.

Draco mengalihkan pikirannya kepada sosok Hermione Granger yang kembali bertemu dengannya lagi semalam. Ya, lagi, sudah semenjak lima tahun lebih Draco hanya dihinggapi rasa bersalah dan kehilangan yang mendalam. Seharusnya dia telah mempersiapkan hati dan pikirannya dalam menghadapi hal tersebut, tetapi kenyataan justru sebaliknya. Dia begitu tak siap, sama seperti saat dia tak siap kehilangan Hermione lagi untuk kedua kali.

Dari raut wajahnya semalam, Hermione merasa sangat heran dan tak bisa menerima kehadiran Draco dengan mudah. Draco berkali-kali mengingatkan otaknya sendiri, bahwa wajar jika Hermione bersikap demikian. Riwayat hubungan mereka sangat tidak baik, dan Draco dari masa depan adalah suatu hal yang tidak pernah diprediksi muncul dalam hidup Hermione.

Memikirkan segala hal itu membuat perut Draco berbunyi, meronta minta asupan. Harry Dewasa sedang tidak ada di tenda, padahal perbekalan masih belum keluar dari kantong kulit yang menggantung di lehernya. Draco berdecak sebal, menguap lebar-lebar sembari memikirkan menu sarapan sederhana apa yang cocok untuk pagi ini.

Kemudian, tiba-tiba pintu tenda terbuka.

"Oh, Potter," Draco memosisikan diri duduk dengan mata setengah terpejam. "Aku saja yang membuat sarapan pagi ini. Di mana kau letakkan roti isi dan—"

Awalnya Draco mengira jika yang baru saja masuk adalah Harry Dewasa. Namun, ternyata dia salah. Figur Hermione tengah berdiri membelakangi akses keluar-masuk dengan tampang canggung. Dia terlihat berdiri tak nyaman dengan dua buah buku kecil di tangan.

Sinar matahari dari luar tenda menerpa bagian belakang tubuh Hermione, membuat sosoknya tanpa sengaja terbentuk sebagaimana seorang peri yang baru saja melewati dimensi cahaya. Draco menganggap bahwa mungkin dia masih berada di alam mimpi. Mimpi yang sama, yang selalu menampilkan wujud Hermione yang selalu membuatnya merasa bersalah.

Draco tak sadar bahwa dia tengah memandangi Hermione. Tentu gadis itu merasa sangat tak nyaman dan semakin gelisah. Ada perasaan aneh yang menyelimuti diri Hermione. Belum pernah sekali pun dia mendapat tatapan seperti itu dari seorang Draco. Anehnya, meskipun merasa risih, Hermione masih bisa menerima dengan malu-malu.

Harry Potter and The Time TurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang