Bab 22: Ular Bertemu Singa Kembar

704 96 22
                                    

Suasana malam terlihat mencekam di atas kastil Hogwarts. Awan gelap membumbung menyelimuti langit tanpa mengizinkan bintang berkelip menyinari. Sepertinya langit malam selalu terlihat seperti itu semenjak kehilangan Albus Dumbledore; seolah tak ada lagi cahaya harapan, terutama bagi murid-murid yang selalu ketakutan dengan ancaman yang sudah merasuk ke dalam kastil.

Segalanya telah berubah. Mulai dari aturan yang diperketat dan memihak; pembelajaran di dalam kelas yang diubah condong kepada ilmu hitam; tak ada keceriaan menyambut turnamen Quidditch atau agenda lainnya yang biasa menyenangkan; bahkan akses keluar para murid pun sangat dibatasi. Hanya orang tertentu yang bisa dengan bebas melanggar ketentuan-ketentuan tersebut tanpa harus menerima hukuman.

Tahta tertinggi dalam hal hukum-menghukum murid tak lagi berada di tangan Mr Filch, melainkan Carrow bersaudara. Kakak-adik Pelahap Maut itu telah diangkat sebagai guru pelajaran Telaah Muggle yang sesat--yang mendoktrin anak-anak penyihir tentang betapa menjijikkannya Kelahiran-Muggle. Tak ada yang berani menentang secara terang-terangan, lantaran pengangkatan itu telah diputuskan oleh Voldemort sendiri.

Begitu pula dengan berdirinya Severus Snape di singgasana kepala sekolah Hogwarts. Semua termasuk dalam campur tangan Voldemort demi menanamkan pemahaman sihir hitam kepada para murid. Secara tak langsung Voldemort ingin menjadikan mereka sebagai pengikutnya. Namun, masih cukup banyak di antara mereka yang tegas menolak pemahaman tersebut dan tetap berperang melawan kegelapan melalui bagian dalam dinding Hogwarts.

Tepat di bawah langit malam yang muram, seorang remaja berdiri sembari mendongak, memejamkan mata. Angin lembut menerpa tubuhnya, membuat jubah yang dikenakan dan rambut platinanya sedikit berombak mengikuti alunan udara. Pemuda itu meremas sebuah tongkat sihir hingga buku-buku jarinya memutih.

Tak ada yang tahu jika sebenarnya Draco Malfoy Remaja sedang merasakan sebuah penyesalan yang mendalam. Kedua tangannya--dia baru saja menggunakan mereka untuk menyiksa Neville Longbottom atas perintah Carrow bersaudara. Alasannya karena Neville lagi-lagi menentang pelajaran di kelas dengan kurang ajar. Beralasan lelah, kakak-beradik Carrow itu mengutus Draco dan kawan-kawan Slytherin-nya untuk menghukum Neville. Jika mereka menolak, maka mereka yang akan mendapat hukuman lebih parah.

Draco Remaja semakin tak tahan dengan keadaan yang sekarang. Dia rindu bagaimana melewati hari-hari di Hogwarts dengan riang. Mungkin dia telah lupa caranya tersenyum dan merasa bahagia. Segalanya berubah, teman-temannya berubah, bahkan dirinya sendiri pun ikut berubah. Draco Remaja bisa merasakan itu, tetapi bingung harus melakukan apa untuk mengembalikan keadaan ke awal.

Sejak kemarin betis kanannya terasa sakit tanpa sebab. Draco Remaja telah pergi ke Madam Pomfrey untuk konsultasi masalah itu, tetapi Matron tersebut tidak menemukan sesuatu yang aneh, termasuk kutukan yang mungkin saja tidak terdeteksi. Draco Remaja hanya bisa pasrah dan mengumpat setiap kali rasa sakit itu menjadi semakin buruk. Meski merasa demikian, Draco Remaja tak ingin orang lain tahu bahwa dirinya tengah melawan sakit yang misterius.

Jam malam sudah berlaku sejak beberapa menit yang lalu. Namun, Draco Remaja tak peduli. Banyak hal yang membuat otaknya hampir meletus. Penyesalan, rasa sakit, ketakutan, semuanya menumpuk membuat sesak. Yang bisa dia lakukan saat ini hanya menenangkan diri, jauh dari orang-orang, dan berpikir--memutuskan cara yang tepat untuk menghilangkan beban pikirannya. Dia tak peduli jika nanti ada guru atau staf yang sedang berpatroli melihatnya melanggar jam malam. Kalau pun mereka adalah Carrow bersaudara atau Snape, mereka tidak akan menghukumnya karena itu.

Manik kelabunya kini terbuka. Gumpalan awan hitam langsung menyambutnya di langit. Tak ada sinar rembulan atau pun gemerlap bintang. Semuanya terasa suram dan hitam. Draco Remaja sangat membenci hal tersebut dan mulai menyesali mengapa dia lebih memilih keluar memandang langit untuk menenangkan diri. Langit pun seolah mengejek keadaannya yang suram.

Harry Potter and The Time TurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang