Aroma kopi merebak dari arah dapur yang tampak kelewat bersih. Kepulan asap lembut membumbung dari sepiring panekuk harum yang disiram sirup maple siap dihidangkan. Di balik pantry, seorang pemuda platina masih sibuk menjentikkan tongkat sihirnya ke kiri dan kanan, seperti seorang komposer, untuk membersihkan beberapa peralatan masaknya menggunakan sihir. Meskipun tinggal di lingkungan Muggle, Draco tentu tidak ingin kebiasaannya juga dipengaruhi oleh lingkungan.
Dirinya adalah penyihir, dan penyihir berkaitan erat dengan tongkat.
Setelah merasa segalanya cukup bersih versi Draco, pemuda itu segera melempar diri di hadapan panekuk dan segelas kopinya yang masih hangat menunggu disantap. Sembari menyesap kopi, ia meraih lembaran Daily Propeth edisi hari ini yang baru tiba pagi tadi. Manik kelabunya menyisir per halaman untuk mencari rubrik humor kegemarannya yang hanya termuat dalam surat kabar edisi hari Minggu. Ya, banyak yang tidak tahu bahwa seorang Draco Malfoy memiliki selera humor yang cukup baik.
Sepotong dua potong panekuk telah dilahapnya. Namun, atensinya masih tetap menelusuri tulisan-tulisan dan gambar bergerak di surat kabar tersebut. Rasa kecewa timbul ketika rubrik humor favoritnya memuat sebuah lelucon sampah, menyinggung tentang kaum non-magic alias Muggle. Kekecewaannya bukan ditimbulkan akibat bahwa dia kini sedang berada satu lingkungan dengan mereka, melainkan karena orang pertama yang berhasil merebut hatinya adalah seorang penyihir wanita kelahiran Muggle yang pemberani dan luar biasa.
Draco tidak akan mengingat tentang kecerdasannya, karena itu sudah menjadi nama tengah Hermione Granger. Namun, untuk keberanian serta keteguhan hati, orang belum banyak menyebut-nyebutnya seolah lupa. Dia mungkin salah satu dari sekian murid asrama Gryffindor yang benar-benar punya jiwa Godric sejati. Draco menyesal karena pernah menabuhkan genderang perang kepadanya. Jika saja dia tidak terpengaruh dengan doktrin status darah, mungkin Hermione tidak akan memandangnya sebagai pemuda Slytherin berhati iblis.
Tiba-tiba Draco teringat dengan tatapan itu. Garpu yang berada di tangannya seketika jatuh. Tangan-pemegang-garpunya terasa lemas dan gemetar. Bayangan detik-detik sebelum kematian gadis itu kembali mengguncangnya dengan sadis.
Saat itu Draco hanya berani melirik dari sisi ruangan yang lain secara sembunyi-sembunyi. Namun, dirinya bisa melihat dengan jelas bahwa sosok Hermione yang sudah terkapar tak berdaya di lantai berusaha memanggilnya melalui tatapan mata. Manik cokelat madunya meredup dan minta diberi ampunan. Mata itu juga memohon untuk diselamatkan. Caranya menatap Draco seperti dia sangat mempercayai pemuda itu, bahwa pemuda itu lah yang akan menyelamatkannya—membawanya keluar dari penderitaan dan rasa sakit.
Sayang, harapan gadis itu pupus bersamaan dengan jantungnya yang berhenti berdetak. Draco terlalu pengecut dan merelakan gadis yang dia cintai mengembuskan napas terakhir di rumahnya, di hadapannya, dengan cara yang menyedihkan. Perasaan bersalah lebih mendominasi dirinya dibanding rasa kehilangan yang baru dia sadari. Jika saja dia memberanikan diri, dia pasti bisa menyelamatkan gadis itu.
Namun, penyesalan hanyalah sebuah penyesalan. Sedalam apa pun Draco meratapi, tidak akan membuat keadaan pulih. Manik kelabunya menutup mencoba menghilangkan bayangan gadis itu sejenak. Panekuk dan kopi yang dia tinggal sejenak kini terasa dingin lebih cepat. Dengan enggan, Draco mendorong kedua hidangan tersebut. Perutnya tiba-tiba sudah merasa kenyang dan menolak menerima asupan makanan lagi.
Kemudian dia berjalan gontai menuju Ruang Tamu untuk menyalakan perapian. Cuaca di luar dingin menusuk, menembus ke dalam dinding kokoh rumah Draco. Meskipun dia telah merapalkan Mantra Penghangat, rasanya belum cukup. Padahal musim dingin masih lama, tetapi anginnya mengembus galak menyapu suasana musim gugur yang ceria.
Terdengar suara ketukan lembut dari pintu utama. Draco mengernyit sejenak, mengingat-ingat apakah dirinya sedang membuat janji dengan orang lain pada akhir pekan seperti ini. Setelah diingat-ingat betul, sepertinya tidak. Dengan enggan, Draco menghampiri pintu dan membukanya hanya separuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harry Potter and The Time Turner
Fanfiction[ON-GOING] Empat tahun berlalu seusai Pertempuran Besar Hogwarts, Draco Malfoy mendatangi kantor Harry Potter dengan membawa informasi yang mengejutkan. Prototipe baru Pembalik Waktu telah dibuat oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk tujuan yang...