Bab 24: Derak dan Desis

606 91 20
                                    

Lama sekali mereka berpelukan, hingga tak sadar jika posisi matahari telah lebih tinggi. Embun yang tadinya membeku di pucuk-pucuk rerumputan dan pepohonan mulai mencair. Beberapa tetes air jatuh dari atas pohon tempat mereka berdiri, membuat Draco Dewasa tersadar dan perlahan melepas pelukannya.

Hermione menurut, tapi masih tampak malu. Dia memutuskan berbalik, menghindari tatapan Draco Dewasa. Air matanya yang masih belum berhenti mengalir, diusapnya dengan kasar menggunakan ujung lengan. Dia merasa bodoh karena terbawa suasana. Namun, tak dapat dipungkiri, kenyataan bahwa dirinya akan berbaring di petak kosong pemakaman Godric's Hollow membuat air matanya refleks keluar.

Bagi orang yang belum siap meninggal, kematian adalah hal yang paling menyedihkan sekaligus menakutkan.

"Aku minta maaf karena telah memberitahumu soal itu," kata Draco Dewasa, memecah keheningan yang semakin membuat canggung.

Mendengar itu, Hermione berbalik, tetapi manik hazelnya berusaha tidak menatap langsung ke arah pria tersebut. Bekas air mata masih tampak di pipi; matanya panas dan memerah. Hermione merasa tak sanggup. Namun, entah mengapa pelukan Draco Dewasa tadi justru membuatnya nyaman. Ia merasa ada tempat untuk pulang.

"Tak usah dibahas," kata Hermione, mengatasi rasa sesak di dadanya, "atau air mataku akan mengalir lagi. Tak tahu kenapa, tapi aku merasa tak bisa menahannya."

"Semua orang akan begitu," kata Draco Dewasa, beringsut mendekat, mengulurkan sebuah sapu tangan mahal dengan bordir tepi dan insial D.M.

"Tak apa, aku punya sendiri," Hermione menolak dengan halus uluran tangan Draco Dewasa.

"Tapi ini bersih--"

"Aku punya sendiri, sungguh," Hermione masih bersikeras tanpa memandang ke arah pria itu.

Benar saja, dia mengeluarkan sebuah sapu tangan putih semi salem dari dalam tas manik-manik. Draco Dewasa mengamatinya dengan penuh penyesalan. Seharusnya dia tak terbawa suasana tatkala melihat tempat ini. Selama ini Draco Dewasa telah menahan diri untuk tidak menunjukkan kegilaannya di hadapan Hermione maupun orang lain. Namun, seolah tadi ada bongkahan besar kenangan buruk yang menimpa pikirannya. Pandangannya gelap penuh dengan depresi. Dia bahkan tak dapat berpikir akibat dari perilakunya yang janggal, yang membuat Hermione kembali kepikiran tentang kematian.

"Seharusnya sedari awal aku tetap ikut kata Potter, untuk tidak mengatakan hal sejujurnya kepadamu‐-"

"Bukan salahmu," Hermione menyela, setelah mengusap hidungnya yang berair. "Ini risiko atas pertanyaanku. Orang yang harus menyesal itu adalah aku. Seharusnya aku tak memaksamu mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya aku sudah sadar sedari awal, mulai dari kehadiran Harry dan Ron yang bersamamu--alih-alih aku, hingga ketiadaanku dalam memori Harry di masa depan. Aku tak mungkin tiba-tiba saja pergi dari kehidupan mereka. Pasti ada hal buruk yang terjadi, pikirku..."

Hermione tertawa sedih. Draco Dewasa mengamatinya dengan prihatin, ingin sekali memeluknya lagi.

"Aku juga berusaha sebisa mungkin untuk tidak bertanya karena pasti akan sedih saat mengetahui jawabannya. Tapi... aku memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Jadi saat tanpa sengaja mendengar obrolanmu dengan Harry waktu itu, rasa ingin tahuku kembali muncul dan lebih kuat dari sebelumnya." Hermione mengakhiri perkataannya dengan membuang ingus.

"Pada akhirnya kau tahu... itu semua salahku. Andai saja aku tidak merasa sakit hati dengan perkataanmu," ujar Draco Dewasa, masih tak mau kalah menyalahkan diri sendiri.

Sebuah tawa hambar kembali terdengar dari Hermione. "Aku merasa aneh mendengar perkataanmu," katanya. "Sudah tak terhitung jumlahnya kita saling menghina dulu di sekolah. Aku bahkan pernah menyatakan ketidaksukaanku kepadamu lebih kasar dibanding yang kemarin. Sebelumnya kau tak pernah merasa sakit hati sampai merana seperti itu--kumohon jangan tersinggung. Apa yang membuatmu menjadi sosok melankolis seperti ini?"

Harry Potter and The Time TurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang