Home

94 22 1
                                    

Sebuah nampan berisi muffin yang masih hangat baru saja di letakan di etalase kaca oleh Achi. Dia terdiam sebentar saat kedua matanya tanpa sengaja melihat sosok Kahfi yang duduk di sudut kedai sambil tersenyum menatapnya.

Wah, parah. Ini efek terlalu rindu atau apa sih sebetulnya? Kok bisa-bisanya dia sampai membayangkan Kahfi ada di sini padahal jelas-jelas orangnya tidak ada.

"Ck, dasar mata. Bisa-bisanya udah empat begini masih burem." Sambil menggelengkan kepalanya, Achi berbalik dan kembali ke dapur untuk meletakkan nampan kosong yang lain. Mencoba untuk tidak menghiraukan apa yang tertangkap oleh matanya.

"Kenapa Mbak?" Salah satu karyawan menatapnya bingung.

"Nggak apa-apa Ge. Udah sana kamu bantuin Mama lagi. Saya mau balik ke meja kasir."

"Astaghfirullah... tadi disana, sekarang di sini. Kenapa di kepala gue jadi dia semua gini sih isinya?!" Achi menggumam frustasi kemudian menangkup wajahnya dengan tangan.

Bukan apa-apa, pasalnya begitu kembali ke meja kasirnya, Kahfi yang tadi dia lihat sedang duduk di antara pengunjung itu kali ini justru sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.


"Hai Chi..."


"Haah... Kan kan, makin halu aja gue. Masa sekarang jadi ada suaranya." Kedua mata Achi memejam. Dia menutup kedua telinganya dan menggeleng.

"Chi, ini saya sungguhan."

Achi mengangkat kepalanya, "Mas Kahfi?"

Lelaki itu mengangguk.

"Beneran ini tuh Mas Kahfi? Bukan fatamorgana?"

Kahfi tertawa kecil kemudian mengangguk lagi, "iya Achi... Ini saya, Kahfi."

Ada jeda sesaat setelahnya. Achi mencermati wajah Kahfi yang kini sedang tersenyum menatapnya itu.

"Mas Kahfi?!" Achi memekik. Beberapa pengunjung sampai menoleh karena suara kencangnya.

Menyadari tingkahnya barusan mengundang perhatian, Achi buru-buru membekap mulutnya sendiri kemudian mendekati Kahfi.

"Mas... Kok ada di sini? Dari kapan?" Dengan cepat dia mengajukan pertanyaan pada Kahfi.

"Dari tadi, saya datang pas kedainya baru buka. Terus nungguin kamu di pojokan sana." Kahfi mengarahkan telunjuknya ke sudut kedai, di tempat yang sama persis saat Achi kira dia berhalusinasi melihat Kahfi tadi.

"Loh, jadi yang tadi senyum-senyum di pojok sana itu betulan Mas?" Achi terperangah.

"Iya. Emang saya."

"Ya ampun..." Achi menutupi wajahnya dengan tangan, malu dia tuh.

Pasti tadi Kahfi tau kalau Achi ngelihatin dia dari jauh kan?

"Hei," Kahfi menyentuh tangan Achi yang masih menutupi wajahnya.

"Ini saya udah disini loh. Masa kamu nggak mau lihat saya?"

Achi menahan tangannya sambil menggeleng, "malu banget Ya Allah.." Cicitnya yang langsung di sambut dengan kekehan oleh Kahfi.

"Kenapa malu?"

Perlahan, Achi menurunkan kedua tangan yang semula menutupi wajahnya, "aku pikir, aku halusinasi tadi..."

Kahfi tertawa, gemas sendiri dengan tingkah gadis yang kini menatapnya heran itu.

"Kok malah ketawa sih Mas?"

"Ya lagian kamu sih," lanjut Kahfi setelah tawanya mereda, "Lucu. Masa nggak bisa bedain manusia asli sama halusinasi."

Sambil mengerucutkan bibirnya Achi menyahut, "ya habisnya kan aku pikir Mas lagi tugas, jadi nggak mungkin lah ada di sini. Eh... Nggak tahunya muncul betulan."

"Berarti kamu lagi mikirin saya dong tadi?" Tebak Kahfi langsung.

"Nggak kok!" Sambar Achi cepat. Wajahnya yang menghangat pasti sudah berubah warna jadi merah sekarang.

Aaaa!! Kenapa sih ekspresi wajahnya selalu tidak sinkron dengan ucapan yang keluar dari mulutnya?!

"Masa sih??"

"Beneran ih..."

"Beneran mikirin saya?"

"Iy— Ish... Tau ah!" Achi menghentakkan kakinya, berbalik badan dan memunggungi Kahfi. Pura-pura marah ceritanya, padahal mah Achi sedang sibuk menormalkan detak jantungnya. Kalau saja dia punya ilmu  menghilangkan diri seperi orang-orang pintar itu, rasanya Achi mau menghilang saja sekarang. Malu!!!

"Hahaha..." Kahfi tertawa terpingkal-pingkal. Kali ini dia bahkan sampai membungkuk memegangi perutnya.

"Udah selesai ketawanya?" Sinis Achi.

"Sorry... Sorry..." Masih dengan sisa tawanya, Kahfi mengangkat tangan sebagai bentuk permintaan maaf.

"Saya tadinya mau bikin surprise buat kamu... Eh malah jadi kayak gini, hehe. Maaf ya..."

"Lagian kenapa nggak bilang-bilang dulu sih kalau mau Mas pulang? Kan aku bisa nyambut, jadi nggak aneh kayak tadi.." Achi mencebikkan bibirnya.

Bukannya menjawab, Kahfi justru menatap Achi sambil tersenyum. Achi yang bingung cuma bisa mengernyit heran.

Ini orang kenapa deh, malah senyum-senyum sendiri gitu?

"Chi... Tau nggak?" Setelah beberapa detik akhirnya Kahfi kembali membuka suaranya.

Achi menggelengkan kepala, "nggak."

Kahfi tersenyum lagi, "makanya, ini saya mau kasih tau kamu. Mau tau nggak?"

"Mas mau kasih tau apa emangnya?"





"Saya kangen banget sama kamu. Tadinya saya mau nemuin kamu langsung setelah saya selesai terbang lusa... tapi begitu dapat balasan pesan dari kamu pagi itu, rasanya saya nggak bisa nunggu lebih lama lagi."

Tanpa sadar, Achi menahan nafasnya. Menanti kalimat apa yang akan keluar dari mulut lelaki yang berdiri di hadapannya itu selanjutnya.

"Astri Aisyah, kamu mau kan jadi rumah tempat saya pulang?"













Dan kiranya, sebuah anggukan sudah cukup untuk membuat senyum di wajah Kahfi semakin melebar sekarang.

Dan kiranya, sebuah anggukan sudah cukup untuk membuat senyum di wajah Kahfi semakin melebar sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Welcome home, Mas Kahfi...

Me&You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang