Dua bulan berlalu. Meski kini Achi sudah mulai terbiasa menjalani hari-harinya tanpa Kahfi, tapi ia tidak memungkiri kalau hatinya masih bertanya-tanya tentang sebab lelaki itu pergi begitu saja.
Ada saat dimana ia merasa tidak lagi membutuhkan Kahfi dan membencinya. Di lain sisi, hatinya tidak bisa berbohong kalau ia memang sangat merindukan lelaki dengan suara berat itu.
Pernah pada suatu hari ia menangis sejadi-jadinya di depan Dion hanya karena pemutar musik di mobil kakak iparnya itu memutarkan lagu yang sering Kahfi nyanyikan. Atau yang lebih parah, dia bahkan membuat Yaya dan Nina panik lantaran tiba-tiba meneteskan air mata saat sedang memakan salad buah di sebuah food court.
"Dek?"
Menegakkan tubuhnya, Achi menoleh kebelakang dan mendapati sang ibu menepuk pundaknya perlahan, "Eh Mama, kenapa Ma?"
"Kayaknya dari pagi Mama perhatikan kamu lesu banget. Kenapa sayang?"
Achi menggeleng, "nggak kok Ma. Achi nggak kenapa-kenapa." Ucapnya dengan senyum yang di paksakan.
Tentu saja Nurlita tau apa yang sedang di alami oleh bungsunya itu. Dia tidak terlalu abai untuk melihat perubahan sikap Achi yang lebih banyak melamun akhir-akhir ini. Ia bahkan pernah beberapa kali memergoki Achi menangis di malam hari dan datang ke kedai dengan mata sembab.
"Kahfi kok jarang kemari ya? Kangen deh Mama sama dia, biasanya ujug-ujug dateng bawain Mama martabak telur. Sibuk ya dia Chi?"
Untuk beberapa detik Achi terdiam. Pertanyaan sang ibu membuatnya seolah di seret lagi ke dalam kubangan luka yang sedang ia alami.
Kahfi? Jangankan sang ibu, dia sendiri pun tidak tau dimana keberadaannya sekarang. Bahkan tentang status hubungan merekapun Achi sudah sangsi apakah masih atau tidak.
"Chi?" Panggil Nurlita lagi.
"Eh? Iya Mah, itu... Kayaknya sih lagi padat jadwalnya, jadi belum sempat kesini, iya gitu. Hehe." Achi tertawa sumbang. Dan lagi-lagi, Nurlita kembali menyadarinya.
"Tapi kalian komunikasi kan? Telponan terus kan?"
"I— iya lah Ma. Kan makanya aku bisa tau kabarnya."
"Syukur kalau gitu, Mama pikir kalian putus atau apa gitu."
"Eh, nggak kok Ma."
Nggak tau maksudnya Ma, Achi juga bingung 😔
Ada jeda yang cukup lama sebelum akhirnya Nurlita mengusap kepala puteri bungsunya yang kini kembali terdiam.
"Dek, apapun yang kamu rasain... Jangan di pendam sendiri ya? Mama, mbak Lala, mbak Ri, mas Rama, koh Dion... Kami semua ada di sini buat kamu."
Ucapan sang ibu membuat Achi mendongak kaget. Entah kenapa sesak yang tertahan di dadanya mendadak bergejolak, air mata yang di tahannya sejak kemarin-kemarin kini mulai meluncur bebas di kedua wajahnya.
Achi menangis tergugu dalam pelukan sang ibu.
Menangis sayang, nggak apa-apa. Ada Mama yang temani Achi disini. Keluarkan semua sedihnya sampai besok kamu lupa kalau pernah menangis hari ini.
Suaminya Ri
Mas, coba tolong kamu hubungi Kahfi. Bilang, mama mau ketemu dia secepatnya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me&You ✓
Short StoryDua rasa sudah jadi satu. Dua keluarga sudah sama-sama setuju. Kira-kira, apakah masih ada halangan untuk mereka berdua ya? .................................................................