Special Chapter 1

89 22 3
                                    

"Yang, kamu yakin mau ke kedai?" Tanya Kahfi sambil menatap Achi yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi mereka.

Sesekali Kahfi meringis khawatir melihat sang istri yang terlihat lincah bergerak kesana-kemari dengan perutnya yang sudah membuncit.

"Yakin Mas..." Achi meletakkan sepiring nasi goreng di atas meja lalu tersenyum menatap balik sang suami, "lagian nanti kan di bantu mbak Lala juga."

Kahfi mendesah, "tapi nanti kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"

"Ya jangan di doain kenapa-kenapa dong," tatapan Achi melunak, digenggamnya tangan lelakinya itu sambil tersenyum lembut, "aku tau kamu khawatir Mas, tapi membatasi kegiatan aku juga nggak bagus. Ingat kan, dokter bilang aku harus tetap aktivitas kayak biasa, biar si adek cepat masuk ke jalan lahirnya."

Kahfi mengangguk. Dokter memang memberikan petuah itu padanya saat ia menemani Achi melakukan pemeriksaan kandungannya terakhir kali. Bunda dan Mama juga menyetujui Achi tetap beraktivitas di kedai dengan kesepakatan kalau kedua kakak iparnya —Lala dan Riani akan bergantian membantunya.

Maklum saja, kandungan Achi sudah menginjak usia 9 bulan. Dokter bilang perkiraan waktu kelahiran bisa terjadi kapan saja. Kahfi juga sudah mengambil cuti panjang demi bisa menemani sang istri melahirkan. Pokoknya dia sudah bertekad akan ada di sebelah Achi dan mendampingi prosesi kelahiran buah hatinya.

"Jangan merungut gitu ah, nanti gantengnya hilang."

....









Kahfi terbangun saat ponsel yang berada di sebelah bantalnya berdering nyaring. Dengan mata yang masih setengah terpejam dia menoleh ke arah jam dinding yang menggantung di kamarnya, jam 11. Dia rupanya tertidur karena kelelahan setelah mengantar Achi dan mencuci baju tadi.

Ponselnya berdering lagi. Kali ini dengan suara serak dan mata yang nyaris terpejam, Kahfi menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

"Halo?"

"Mas Kahfi, mbak Achi pecah ketuban!"















.....

Dengan hanya menggunakan celana pendek dan kaos oblong yang sedikit melar di bagian lehernya Kahfi berlarian dari parkiran rumah sakit menuju ke ruang bersalin. Tak di pedulikannya mata-mata yang memandangnya dengan tatapan heran. Pokoknya saat ini Kahfi hanya ingin segera sampai ke ruang bersalin dan menemui istri tercintanya.

"Mama!"

Begitu sampai di koridor lantai yang khusus di peruntukan sebagai lantai kesehatan ibu dan anak Kahfi sudah menemukan sang mertua sedang duduk di kursi tunggu bersama Lala dan Dion.

"Achi gimana Ma?"

"Duduk dulu Fi, sabar. Istrimu lagi di periksa dokter di dalam."

"Fi, duduk. Kalo lo disini aja udah panik begini gimana mau nemenin Achi di dalam?" Dion yang berdiri di sebelah Lala ikut membuka suaranya dan membuat Kahfi mengalah.

"Gimana ceritanya Achi bisa pecah ketuban Ma, mbak? Dia jatuh atau gimana?"

"Achi nggak kenapa-kenapa Fi. Sejak dia datang tuh mbak emang nggak bolehin dia ke dapur." Lala memulai ceritanya, "Achi jagain kasir kan, nah pas kebetulan mbak naruh nampan kue di etalase mbak lihat dia lagi meringis nahan sakit tapi cuma beberapa detik doang, habis itu mereda. Kayaknya sih kontraksi palsu."

Me&You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang