Dua rasa sudah jadi satu.
Dua keluarga sudah sama-sama setuju.
Kira-kira, apakah masih ada halangan untuk mereka berdua ya?
.................................................................
Achi mengerutkan keningnya heran saat melihat dua orang perempuan yang sangat tidak asing baginya masuk dari pintu depan. Lala dan Riani, kedua kakaknya itu kompak melambaikan tangannya heboh.
"Adek!!!!" Si sulung Riani langsung menghampiri dan memeluknya erat, Achi sampai nyaris terjungkal.
"Iya Mbak, iya.. aduh. Inget perut tapi, kegencet nanti si dedek." Achi mendorong bahu Riani perlahan sambil menatap ngeri perut sang kakak yang mulai membuncit.
Yes, sebentar lagi Achi akan menyandang gelar sebagai tante. Beberapa bulan lagi Mas Rama dan Mbak Riani akan resmi menjadi orang tua.
"Tau ih si Mbak mah, udah di wanti-wanti juga sama Mama. Masih aja petakilan." Kini ganti Lala, si tengah yang memeluk Achi erat seolah sudah lama tidak bertemu.
Padahal mah, diantara keduanya yang paling sering main ke rumah Mama ya Lala. Soalnya Dion 'kan sering tugas ke luar kota dan Lala tidak mau ditinggal sendirian di rumah.
"Sehat Mbak, aku sehat. Kan kemarin baru chat-an di grup.." Achi tertawa, "Lagian kok tumben sih pada kesini? Di panggil sama Mama apa gimana?"
Riani menggeleng, "Nggak kok, pengen main aja. Mau ngajak adik-adik Mbak jalan-jalan sekalian cari perlengkapan bayi. Yuk?"
"Lho, tapi ini...?" Achi menunjuk meja kasir yang kosong. Mamanya sedang pergi ke rumah sang nenek sejak kemarin, jadi tidak mungkin dia pergi begitu saja tanpa ada yang menggantikan. Bisa saja sih sebenarnya menitipkan kedai pada karyawannya, tapi kedai sedang agak ramai hari ini, dia khawatir karyawan lain kewalahan.
"Udaah ikut aja yuk? Kapan lagi jalan-jalan sama istrinya sultan. Ya kan?" Lala berujar dengan nada bercanda. Achi menanggapinya dengan tawa.
Ya memang dari segi ketebalan isi dompet kalau dibandingkan dengan dirinya dan Lala, jelas Riani dan Rama sih yang paling mumpuni.
"Nanti biar Mbak telepon Mas Rama. Dia pasti mau gantiin kamu sebentar." Benar saja, setelah bilang begitu Riani langsung mengeluarkan ponselnya dan mengubungi sang suami.
"Mas, aku mau jalan-jalan sama Achi..."
"Iya, tapi Mama kan lagi ke rumah uti, kamu kesini dong..."
"Ih.. pengennya jalan sama Achi. Dedek nih yang pengen, masa gak boleh?"
"Hehe, oke. Daaah. Ailabyu."
Melihat tingkah kakak sulung mereka, Lala sudah memasang wajah pura-pura mau muntah, sementara Achi hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Perasaan dulu Mbak kalem deh, gak kayak gini. Kok kelamaan hidup sama Mas Rama jadi ikutan aneh sih?" Cetus Lala yang langsung di hadiahi pukulan di lengannya oleh Riani.
"Bawel ih, sirik aja kamu! Gak pernah mesra-mesraan sama Dion ya?" Riani mencibirkan bibirnya mengejek Lala. Sedangkan yang di ejek tidak mau kalah, ikut tersulut juga.
"Dih... Mana ada! Mohon maaf ya, suamiku nggak mesra-mesraan di depan umum. Wlee!"
Achi yang berada di tengah-tengah kedua kakaknya itu hanya bisa tersenyum. Sudah lama rasanya dia tidak melihat pemandangan ini. Sejak Riani menikah dan ikut tinggal bersama Rama, lalu menyusul Lala yang dipinang Dion dua tahun setelahnya dia tidak pernah lagi melihat kedua kakaknya itu beradu mulut seperti ini lagi.
"Dek?" Riani menyenggol lengan Achi.
"Hah?!"
"Ya ampun malah bengong dia." Decak Lala, "ayo siap-siap, kita tunggu di mobil. Buruan!"
Di perintahkan begitu, Achi langsung mengangguk dan pergi ke ruangannya. Dia menggantung apron hitam kesayangannya dan menggantinya dengan kemeja flanel yang dia kenakan saat datang tadi pagi. Tak lupa dia juga membubuhkan sun screen dan sedikit bedak untuk wajahnya. Setelah di rasanya cukup, dia bergegas kembali ke depan lalu berpesan kepada salah satu karyawan bahwa dia akan pergi bersama Riani dan Lala.
"Oke, ayo berangkat!!!"
° ° ° ° ° ° °
Setelah puas berkeliling dan mendapatkan beberapa perlengkapan bayi yang dibutuhkan, ketiga bersaudara itu sepakat untuk istirahat sejenak sambil makan siang di salah satu restoran.
"Ah, Mama kalau di ajak kesini pasti seneng banget nih. Mama kan favorit banget sama bakmie di sini." Celetuk Lala sambil menuang saus sambal pada mangkuknya.
"Mbak, ih! Kebanyakan itu!" Achi memukul punggung tangan Lala dan membuatnya berhenti menyendok sambal.
"Biarin aja Chi, gak sayang lambung emang si Lala mah." Timpal Riani, dia sudah paham betul dengan kelakuan adiknya yang memang pecinta pedas itu.
Baru beberapa suap, tiba-tiba Riani menepuk tangan Lala dan meminta mengantarkannya ke toilet, "La, temenin Mbak yuk. Kebelet nih."
"Duh dasar bumil..." ucap Lala sambil memutar matanya malas. Tapi alih-alih menolak, Lala justru ikut bangun dan berjalan bersama Riani menuju toilet.
Semuanya masih berjalan biasa saja sampai akhirnya Achi menyadari kalau kedua saudarinya itu belum juga kembali dari toilet setelah hampir lima belas menit berlalu. Mangkuk-mangkuk makanan milik Riani dan Lala bahkan sudah mendingin.
"Pada kemana ya?" Gumam Achi sambil mencoba menghubungi Lala. Beruntung sedetik kemudian nada sambung yang menandakan panggilan teleponnya terhubung mulai terdengar. Tapi hanya beberapa detik, karena setelahnya panggilan itu justru di putuskan begitu saja.
"Lah?" Achi mengernyit heran, dia mencoba menghubungi Riani tapi lagi-lagi panggilan teleponnya di tolak oleh sang kakak.
Bukannya apa-apa... Riani kan sedang hamil tua, dan Lala juga orangnya cepat panik. Jadi Achi takut terjadi sesuatu pada keduanya karena tidak kunjung kembali.
Di tengah-tengah kepanikannya, Achi dibuat kaget karena tiba-tiba seseorang menarik kursi yang ada di sebelahnya.
"Maaf ini kursi sa—"
"Kursi yang lain penuh. Saya duduk di sini, boleh?"
"—ya..."
"Mas Kahfi?!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.