Chapter 2: Sniper

1.2K 163 8
                                    

Pakaian serba hitam yang ia gunakan mampu membuat tubuh kecilnya tak terlihat, belum ada yang menyadari keberadaannya, menyadari kedua mata bak rubahnya yang mengikuti gerak-gerik seorang pria tambun berumur 30 tahun. Ia menyembunyikan tubuhnya di atas atap, merasa bahwa keadaannya kurang aman karena semakin banyak tentara Jepang menjaga acara makan malam yang berada di halaman tengah saudagar kaya asal Joseon.

Senapan laras panjangnya sudah berada di posisi yang tepat, ia sudah siap dan tinggal menarik pelatuk.

Satu

Kedua matanya fokus pada jantung pria tambun tersebut.

Dua

Senyuman mengerikan itu akan segera hilang dari wajahnya untuk selamanya.

Tiga

Peluru melesat dengan cepat dan bersarang tepat di jantung pria tersebut, langsung membuatnya tewas di tempat. Suasana pesta menjadi kacau, banyak tamu -baik orang Jepang maupun Joseon- yang berhamburan keluar untuk menyelamatkan nyawa mereka. Para tentara Jepang yang berjaga siaga, mereka berpencar untuk mencari dalang dari pembunuhan putra semata wayang saudagar kaya asal Joseon tersebut.

Sang penembak jitu menyeringai di balik kain hitam yang menutupi setengah dari wajahnya, ia masih berada di posisinya yang semula karena masih menunggu keadaan di bawah sedikit lebih tenang. Namun sayang, ia mendengar sebuah teriakan dalam bahasa Jepang tepat di belakangnya.

Aku ketahuan.

Tanpa menoleh, ia segera bangun dari posisinya dan melarikan diri dari tempat persembunyiannya. Suara-suara di belakangnya semakin ramai, membuatnya merasa sedikit panik karena sebelumnya ia tidak pernah ketahuan seperti ini.

Suara teriakan dari tentara Jepang itu semakin kencang dan sekarang dibarengi dengan suara tembakan. Berlari di atas atap bukanlah hal yang mudah, ia berkali-kali hampir tergelincir hanya untuk menghindar dari peluru yang ditembakkan ke arahnya. Ujung dari atap rumah saudagar kaya ini hampir terlihat, bila ia sampai ke ujung atap itu dan melompati pagar tembok maka ia selamat, pasalnya di balik tembok terdapat hutan gelap dan cukup rindang, kondisi seperti itu sangat membantu dirinya untuk melarikan diri.

Ia hampir berhasil...hampir, seandainya sebuah tembakan berhasil mengenai lengan kanannya dan membuat kakinya tergelincir dan jatuh ke tanah.

Sial.

Tubuhnya sakit, kaki dan lengannya terasa lebih sakit. Tetapi ia tak memiliki waktu untuk mengeluh kesakitan dan berbaring diam di atas tanah. Tentara Jepang itu semakin dekat, maka dari itu ia langsung bangun dan melompati tembok, berlari bebas di hutan yang gelap. Rumah targetnya kali ini berada sedikit jauh dari pusat kota, ia harus berlari entah berapa lama untuk sampai ke pusat kota yang sudah sunyi, hanya ada beberapa tentara Jepang yang berjaga dan orang-orang mabuk saja. Ia berlari dengan hati-hati sembari menahan rasa sakit yang menderanya.

Perjalanan kembali ke bar milik temannya terasa lebih lama karena ia terluka, ia harus berhenti untuk bersembunyi di gang gelap, dan sekarang sudah terhitung 3 kali ia berhenti di gang gelap. Pria tersebut menyandarkan punggungnya di tembok, ia mencengkram lengannya yang terluka seraya memaki pelan karena darah yang dihasilkan oleh luka tersebut telah menyelimuti tangannya.

Tubuhnya tidak kuat, napasnya terdengar kacau. Ia meringkuk dan menyandarkan senapan laras panjangnya.

Aku harus melakukan sesuatu.

Pria tersebut merobek kain kemejanya dengan tangan kirinya lalu mengikat kain tersebut di lukanya, mencegah pendarahan untuk sementara waktu. Setelah ia selesai dengan luka di lengannya, ia memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan. Ia perlahan-lahan bangkit dan membalikkan tubuhnya ke arah jalanan, namun matanya menatap hal lain, sosok lain.

Romantic Generation | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang