Chapter 24: Sad March

531 74 14
                                    


Jaemin melupakan semua rasa sakit dan lelahnya, benaknya hanya memikirkan Renjun yang ia gendong di punggungnya. Air matanya terus mengalir sepanjang pelariannya bersama Jeno, ingin rasanya ia berteriak dan menumpahkan kemarahan serta kesedihan yang melanda dirinya, membuatnya begitu kewalahan. Jaemin merasa sudah kehilangan sebagian jiwanya, suara erangan lemah, nafasnya yang tersendat dan detak jantung tidak lagi ia dengar dan rasakan, mendadak semuanya menjadi semu.

Tidak.

Ia berusaha menampik hal mengerikan itu, hatinya tidak akan pernah rela. Jaemin tidak akan pernah memaafkan dirinya sampai kapanpun, ia sudah berjanji pada Renjun untuk merayakan ulang tahunnya di Amerika, ia juga sudah berjanji untuk menjaga dan membahagiakan Renjun serta Rahee. Jaemin butuh sahabatnya untuk dapat menepati janji-janji tersebut.

Jaemin hancur. Hatinya semakin tidak berbentuk ketika merasakan Jeno menahan tubuh Renjun hampir terjatuh ke belakang. Di tengah-tengah nafas terengah-engah Jeno, pria bermarga Na itu dapat mendengar isak tangis di sana, sahabatnya juga sudah mengetahuinya.

Jeno dan Jaemin masih berlari tanpa arah, tentara Jepang sudah tidak terlihat di belakang mereka namun tidak ada satupun dari mereka yang memutuskan untuk berhenti dan beristirahat, seakan berusaha menghindari fakta bahwa Renjun tidak lagi bersama mereka.

Carpe Diem sudah berakhir.

Pelarian mereka akhirnya terhenti saat matahari mulai menampakkan diri dengan malu-malu, mereka menemukan sebuah gubuk tidak terpakai. Dengan wajah yang penuh dengan air mata Jaemin melangkah menuju pelataran gubuk tersebut, sementara Jeno membantunya menurunkan Renjun ke pelataran tersebut. Tubuh Renjun masih hangat, namun keduanya tahu kehangatan tersebut akan cepat lenyap.

Kedua mata Renjun terpejam, menyembunyikan netranya yang indah. Kulitnya pucat pasi, tidak ada lagi rona merah menggemaskan lagi di kedua pipinya. Tiba-tiba saja Jeno menjatuhkan dirinya, ia bersimpuh di samping tubuh tanpa jiwa sahabatnya, isak tangis itu kembali memenuhi indera pendengaran Jaemin. 

"Maafkan aku. Maafkan aku." Jeno tidak henti-hentinya menggumamkan permintaan maaf. Jari-jarinya meremas tangan Renjun yang mulai kehilangan kehangatannya. Jaemin menatap sedih Jeno dan Renjun bergantian, ia tidak pernah melihat Jeno begitu hancur dan lemah seperti ini, di antara mereka bertiga hanya Jeno yang tidak pernah terlihat menangis. Dan sekarang, pemandangan yang ia lihat begitu memilukan hati.

Jaemin membaringkan tubuhnya di samping Renjun, kemudian ia menghadap ke arah Renjun, memandanginya dengan kedua mata yang buram karena air mata yang tidak mau berhenti mengalir. Benaknya bertanya, apakah ia sanggup hidup tanpa Renjun? Apakah ia sanggup hidup tanpa mendengar tawa dan celotehan Renjun, apakah ia sanggup hidup tanpa melihat senyumnya?

Aku tidak sanggup.

Jaemin menangis tanpa suara dan memeluk Renjun untuk terakhir kalinya.

Renjun, kau adalah salah satu orang yang sangat kucintai. Semua penderitaanmu telah berakhir, tidak akan ada lagi yang dapat menyakitimu. Kuharap kita dapat bertemu kembali, tanpa ada air mata dan hanya ada kebahagiaan di antara kita semua.

oOo

Di antara keduanya tidak sudi bila Renjun dimakamkan di Joseon, mereka memilih untuk mengkremasi jasad Renjun agar abunya dapat mereka bawa ke Amerika untuk menjumpai Donghyuck dan juga Rahee. Baik Rahee maupun Donghyuck tidak tahu mengenai tewasnya Renjun, bukan karena mereka sengaja menyembunyikan hal tersebut namun karena mereka tidak memiliki waktu untuk membuat surat, terlebih tentara Jepang masih mencari keberadaan mereka. Untuk melakukan kremasi pada jasad Renjun saja, mereka harus meminta bantuan Dongyoung. Beruntung tidak ada satupun yang memata-matai Dongyoung sehingga proses kremasi pada jasad Renjun berjalan lancar.

Romantic Generation | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang