Chapter 9: With a Flame

611 108 7
                                    

Di dalam kegelapan kamar Kento, sesosok pria bertubuh kecil menyembunyikan dirinya di balik sebuah sekat kayu yang memisahkan tempat di mana Kento tidur dan ruangan baca pria tersebut. Di sisi lain, Jeno dan Jaemin yang tidak mengetahui aksi nekat sahabatnya masih mengawasi Carpe Diem, sementara Donghyuck pamit pulang ke rumahnya untuk mengganti pakaiannya.

"Berhati-hatilah. Jangan sampai ada seseorang yang mencurigai dirimu." Bisik Jeno seraya menepuk pundak Donghyuck.

Pria berkulit bak madu itu membalasnya dengan seringai tipis, menandakan bahwa ia akan berhati-hati dan tidak akan ada yang mencurigai dirinya. Ia mengarahkan tatapannya pada Jaemin yang memutar bola matanya, "Selamat malam, tuan-tuan."

Akhirnya Donghyuck pergi menjauh dari hiruk-pikuk Carpe Diem hanya untuk menemui keramaian lain di luar bar, orang-orang berlalu lalang dengan tawa keras dan bahagia, trem yang melintas di hadapannya dan para gisaeng yang berlarian kecil menuju gibang di ujung jalan. Netra Donghyuck mengarah pada gibang, tempat yang selama ini tidak pernah ia kunjungi dan akhirnya ia tahu mengapa ia tidak memiliki niat sedikitpun untuk pergi ke tempat itu.

Karena Renjun.

Ia menyeringai tipis lalu menggerakkan kedua tungkai kakinya, membelah jalan yang dipenuhi oleh orang-orang Jepang maupun Joseon. Donghyuck ingin misi Carpe Diem selesai dengan cepat dan ia bisa bertemu Renjun kembali, jujur ia merindukan pria dengan senyuman indah itu. Entah berapa kali senyuman itu menyusup ke dalam benak Donghyuck, mengganggunya hingga ia tidak fokus selama berada di Carpe Diem.

Semakin jauh Donghyuck melangkah, semakin berkurang pula orang-orang di sekitarnya. Sebentar lagi ia akan sampai di kediamannya yang dingin dan mengerikan, rasa antusias yang sempat bersemayam di hatinya padam ketika ia melihat pintu rumahnya, menunggu Donghyuck. Ada beberapa hal yang berubah sedikit demi sedikit karena pertemuannya dengan Renjun, namun untuk menatap pintu itu tanpa membayangkan sosok Ibunya masih sangat sulit ia lakukan.

Donghyuck mempercepat langkah kakinya, ia membuka pintu rumahnya seakan ada hantu yang mengejar dirinya. Ia menutup pintu dengan tergesa-gesa, untuk sesaat ia terdiam seraya menyandarkan punggungnya di pintu.

Masih sangat menyakitkan.

Ibu.

Pria tersebut mengatur napasnya dan mulai meninggalkan area tersebut, ia harus segera mengganti pakaiannya dan pergi dari rumah ini. Ketika ia mulai berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua, sesosok pria tua tertangkap di ekor matanya. Ayahnya tengah duduk seraya membaca sebuah buku dengan ditemani secangkir teh.

Hari ini ia tidak beruntung, Donghyuck sangat benci bila pria itu harus melihat dirinya pulang.

"Donghyuck."

Ingin rasanya Donghyuck mengabaikan panggilan ayahnya, namun hari ini ia tidak ingin berdebat dan akhirnya ia menghentikan langkah kakinya tepat di anak tangga pertama. "Ada apa?"

"Pergi ke mana saja? Ayah menunggumu sejak sore tadi."

"Menemui teman." Donghyuck enggan menatap ayahnya.

"Siapa?"

"Ayah tidak perlu tahu."

Ayahnya murka, Donghyuck dapat merasakannya meskipun ia tidak melihat ke arah pria dengan surai yang penuh uban itu.

"Berhenti bermain-main, Lee Donghyuck! Sekarang kemari dan duduk denganku, ayah ingin menyampaikan sesuatu!" Seru ayahnya marah, pria tua itu sudah menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja. "Untuk kali ini jadilah anak yang penurut!"

"Maaf Ayah." Netra Donghyuck terarah kepada ayahnya, ia menatap sosok tanpa jiwa itu dengan tatapan dingin. "Aku lelah, biarkan aku pergi ke kamarku."

Romantic Generation | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang