Chapter 22: The Day

426 76 3
                                    


Donghyuck tidak pernah muncul lagi, hanya ada surat yang menjadi bukti bahwa pria itu masih hidup. Ia masih berusaha mencari cara untuk keluar dengan aman, tanpa menimbulkan kegaduhan dan membuat ayahnya marah besar, meskipun ayahnya belum mengetahui siapa kekasih Donghyuck, tapi ia yakin ayahnya dapat mengetahuinya dengan mudah bila ayahnya mau. Donghyuck merasa terpenjara, ditambah ia harus menemani Ryu dan kakaknya di setiap kegiatan mereka, entah melukis, sarapan, makan malam atau hanya sekadar menikmati teh di sore hari. Sementara Renjun, ia menghabiskan waktunya dengan menggambar sketsa ibu Donghyuck di bukunya, kemudian masih di pagi hari yang sama Renjun mengajak Jaemin untuk pergi ke rumah milik Donghyuck, ia berusaha menjelaskan dengan detail pada Jaemin mengenai rumah tersebut dan bagaimana menggunakan perahu untuk sampai ke sana, meskipun sesekali ia tertangkap basah oleh Jaemin tengah termenung karena teringat dengan Donghyuck dan kenangan manis yang mereka ciptakan di tempat ini.

"Bagaimana menurutmu?"

"Aku suka, tempat ini aman dan jaraknya tidak terlalu jauh dari pelabuhan." Jawab Jaemin, ia menatap rumah Donghyuck yang mulai mengecil di pandangannya, lalu ia mengalihkan pandangannya pada Renjun yang tengah menundukkan kepalanya.

"Aku masih tidak menyangka."

"Tentang apa?"

Jaemin tersenyum manis, "Donghyuck kembali seperti dulu." Akhirnya Renjun menatap balik Jaemin, ia turut tersenyum meskipun hanya segaris tipis. "Semua itu berkat dirimu."

"Donghyuck juga membantuku." Ketika Renjun menyebut nama Donghyuck, suaranya melembut begitu juga dengan tatapan matanya, ia begitu menyayangi pria tersebut.  "Aku merindukannya, membaca surat darinya tidak membuat rinduku padanya hilang. Justru aku semakin merindukannya."

"Donghyuck akan segera kembali, kau tidak perlu cemas." Jaemin berusaha menenangkan Renjun, namun ia tahu apa yang baru saja ia lontarkan tidak akan mampu menenangkan Renjun barang sedikitpun. Dirinya tahu bahwa rindu tidak akan semudah itu terbayarkan hanya dengan sebuah janji dan sepucuk surat.  Jaemin tidak suka melihat sahabatnya sedih, hatinya sakit setiap melihat bulir-bulir air mata jatuh dari matanya yang indah. Maka dari itu, Jaemin memutuskan untuk mengajak Renjun bersenang-senang di luar sana, "Renjun, maukah kau menemaniku?"

"Ke mana?"

"Pusat kota." Jawabannya membuat Renjun terkekeh.

"Orang-orang Jepang itu akan–"

"Tidak ada," Tawa Renjun hilang, namun sebuah senyuman menggantikannya. "Anggap saja mereka tidak ada. Banyak hiburan di pusat kota, kita harus bersenang-senang sebelum pergi dari Joseon." 

"Baiklah, aku mau."

Setelah keduanya turun dari perahu, akhirnya mereka pergi menuju pusat kota alih-alih kembali ke rumah. Keduanya tidak ada yang bersuara namun setiap pandangan mereka bertemu, maka sebuah senyum atau tawa akan muncul. Perjalanan mereka menuju pusat kota menyenangkan, terlebih udara pada hari itu begitu sejuk dan langitnya teduh, setidaknya membuat perasaan Renjun menjadi sedikit lebih baik. 

Sesampainya di pusat kota, Renjun dan Jaemin menyadari ada beberapa pasang mata yang mengikuti gerak-gerik mereka, namun seperti apa yang dikatakan oleh Jaemin sebelumnya, beberapa orang itu mereka anggap tidak ada. Di keramaian itu kedua mata Renjun dan Jaemin dimanjakan oleh berbagai hiburan yang ada di sana, juga dengan barang-barang cantik yang diperjual-belikan, perut mereka juga terisi penuh dengan kue-kue tradisional yang dijajakan di pinggir jalan. Mereka bersenang-senang di sana sampai siang, ketika matahari sudah berada di atas kepala Jaemin mengajak Renjun untuk datang ke kafe yang sering ia kunjungi bersama Rahee maupun Jeno. Datang ke kafe itu merupakan kali pertama bagi Renjun, kedua matanya berbinar antusias karena interior di kafe tersebut begitu indah. Di sana Renjun memesan teh bunga camomile sementara Jaemin memesan kopi hitam.

Romantic Generation | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang