Bab 13 (firasat Gus Hakeem)

385 35 0
                                    

Yokkk ramaikan

Jangan lupa tinggalkan jejak
Vote komen

Happy reading
***


Seusai sholat isya, Khadijah melakukan rutinitas biasanya. Murojaah hafalannya di hadapan Umi Sakinah. Hanya saja, kali ini ada yang berbeda. Tentu saja, karena kali ini ada personel baru selain Khadijah dan Ning Mila. Kali ini ada Ning Sabrina yang turut murojaah di hadapan Umi Sakinah.

Setelah drama kunjungan tadi sore, Gus Hakeem, putra sulung Abah Zaid beserta anak dan istrinya memutuskan untuk menginap.

Sungguh merdu suara Ning Sabrina dalam melantunkan ayat suci Al-Quran. Siapa saja yang mendengar pasti akan hanyut dalam kesyahduan Kalamullah.

Memang sudah hal wajib bagi Ning Sabrina. Ketika berkunjung, dia pasti akan murojaah di hadapan Umi Sakinah.

"Shodaqollahul a'dim." Semua mengakhiri murojaahnya.

"Tolong siapkan makan malam, Umi di sini sebentar," tutur Umi Sakinah dengan tasbihnya yang masih setia berputar dan mulut berucap dzikir

"Nggih, Umi." serempak mereka menjawab.

Ketiganya undur diri dari tempat sholat. Di ndalem ada tempat sholat sendiri yang biasanya digunakan sholat sekeluarga jika Abah tidak berjamaah dengan santri putra.

"Mbak Icha teman sekolah Kamila?" tanya Ning Sabrina seraya berjalan menuju ke kamar.

Ning Mila dan Khadijah berhenti sejenak, kemudian saling bertukar pandangan. Beberapa detik kemudian, keduanya kembali menatap Ning Sabrina yang hanya menatap bingung kedua sejoli dihadapannya.

"Ehem." Khadijah berdehem, dia sedikit ragu akan respon Ning Sabrina nantinya.

"Bukan Ning. Icha jauh diatas Ning Mila," jawab Khadijah.

"Hah? Maksudnya?" Ning Sabrina bingung dengan jawaban Khadijah.

Ketiganya masih setia berdiri di ruang keluarga, berdiri dengan membetuk pola segitiga.

"Iya, mbak. Mbak Icha bukan teman satu kelas Mila." Ning Mila turut membenarkan ucapan Khadijah.

"Mbak masih SMA, kan?" tanya Ning Sabrina penasaran.

"Mmm, Icha sudah selesai S1, Ning," cicit Khadijah seraya menunduk.

"Hah, S1?? Tapi wajah mbaknya masih terlihat seumuran Kamila, loh," ujar Ning Sabrina menelisik.

"Hehe, mungkin ini yang namanya baby face, Ning." Khadijah melirik Ning Mila yang tengah terkikik.

"Beneran deh. Saya kira, mbak Icha teman sekelasnya Kamila, bener-bener sulit dipercaya," ujar Ning Sabrina seraya tersenyum.

Khadijah hanya bisa menundukan kepala sementara tawa Ning Mila hampir saja pecah mendengar penuturan kakak iparnya itu.

Sebegitu imutnya, kah, wajah perempuan di depannya ini? Pertanyaan itu muncul saja di pikirannya.

"Ah, sudahlah. Mari kita siapkan makan malam saja," ucap Ning Sabrina kemudian berlalu menaiki tangga. Sementara Khadijah dan Ning Mila bergegas menuju kamarnya untuk meletakkan perlengkapan sholatnya. Bergegas menyusul Ning Sabrina untuk menyiapkan makan malam.

*****

Selesai melaksanakan shalat isya berjamaah di masjid pesantren, Abah Zaid mengajak semua anaknya untuk kembali ke ndalem. Mereka berjalan beriringan dengan candaan ringan dari Gus Hakeem. Abah Zaid sesekali menimpali celotehan putra sulungnya. Begitu juga dengan Gus Asad. Lain halnya dengan Gus Serkan yang hanya mengangguk dan bersuara seperlunya saja. Memang sudah tabiatnya sebagai Kulkas, dingin.

Tabarrukan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang