Loh, kok bab 20??
Hehehe, kalo mau bab 18-19 yok intip di KBM app.
Disana udah bab 24 loh,,,
Happy reading
_____________________"Assalamualaikum," salam Khadijah saat berada tepat di pintu toko kitab.
"Waalaikum salam," jawab seseorang dari dalam seraya menghampiri Khadijah.
"Ada yang bisa di bantu, Mbak?" tanya Gus Asad, orang yang menghampiri Khadijah.
Saat tadi sedang mengobrol dengan Kang Imron, terdengar salam seseorang hingga menghentikan obrolan keduanya. Gus Asad memilih menghampiri orang tersebut sembari menjawab salamnya.
Dan betapa terkejutnya Gus Asad, saat mendapati siapa yang mengucapkan salam.
"Punten, Kang. Saya mau mengambil kitab pesanan santriwati untuk kajian selama ramadhan." Khadijah semakin menundukkan kepalanya saat menyadari siapa yang ada di depannya.
"Sebentar, Mbak. Saya cek dulu, takutnya ada yang kurang." Gus Asad berucap kemudian segera beranjak.
Sementara Khadijah hanya mengangguk saja, tanpa tau harus menjawab apa.
Tak Lama kemudian, Gus Asad kembali dengan setumpukan kitab di kedua tangannya. Khadijah yang melihat itu, melebarkan matanya.
"Bagaimana caraku membawanya?" batin Khadijah saat tumpukan kitab itu diletakkan diatas meja yang ada di sana. Sementara Gus Asad kembali ke dalam entah untuk apa.
Lagi-lagi, Khadijah dibuat bingung saat melihat Gus Asad kembali keluar dengan tumpukan kitab lainnya.
"Ini, Mbak. Kitab pesanan, Mbak Safira. Semua sudah di bayar, tinggal di bawa saja," ucap Gus Asad dengan kedua tangannya yang sibuk memasukkan tumpukan kitab tersebut kedalam kardus agar mudah di bawa.
"Mmm, Kang Afa," panggil Khadijah gugup, dengan masih menundukkan kepalanya.
Kenapa Kang Afa? Karena Khadijah pernah mendengar namanya Musthafa.
"I-iya, Mbak." Gus Asad tak kalah gugupnya saat namanya di panggil oleh gadis manis di depannya.
Bagi Gus Asad, ini pertama kalinya, dirinya di panggil dengan nama itu. Bahkan oleh orang yang selama beberapa hari ini telah mengusik ketenangan hatinya.
''Bisakah, Kang Afa, membantu saya untuk membawakan sebagian kitabnya sampai ke depan Asrama?" Khadijah mendongakkan kepalanya. Menatap manik teduh di depannya.
Gus Asad memalingkan wajahnya, tak kuat untuk berlama-lama menatap netra indah itu. Kemudian mengangguk dengan sedikit tersenyum walau gadis manis itu tak akan pernah bisa melihatnya karena Gus Asad memalingkan wajahnya.
"Saya bagi dua, Mbak. Mbak, bisa membawa kardus itu," jawab Gus Asad seraya menunjuk ke arah kardus yang berukuran lebih kecil dari yang ada di depannya.
Khadijah mengangguk kemudian bergegas mengangkat kardus itu.
"Monggo, Kang," ucap Khadijah mempersilahkan agar Gus Asad berjalan lebih dulu.
"Mbak, saja yang di depan, biar saya yang di belakang, tidak enak rasanya kalo saya berjalan lebih dulu, seakan saya meninggalkan, Mbak." Gus Asad berusaha memberi masukan.
"Bukankah seorang imam itu tempatnya di depan," ucap Khadijah tanpa sadar.
"Dan makmum itu di belakang. Jika Anda bersedia menjadi makmum saya, dan berada di belakang saya, mari kita berjalan," sarkas Gus Asad tanpa beban. Sungguh, inilah isi hatinya yang sebenarnya.
Kini kedua pipi Khadijah bersemu merah saat mendengar balasan dari kang santri di depannya ini. Khadijah merutuki kecerobohannya dalam berkata. Hingga tanpa sadar mengucapkan kalimat yang terkesan seperti memberi sebuah kode.
Keduanya memutuskan untuk berjalan beriringan saja dengan membuat sedikit ada jarak. Berjalan santai menuju ke Asrama santriwati. Keduanya nampak seperti sepasang kekasih yang tengah memadu kasih di siang menjelang sore ini. Namun, dalam perjalanan ini, suasana begitu hening tanpa sepatah katapun.
Baik Khadijah ataupun Gus Asad masih enggan untuk bersuara. Masih sibuk dengan pikirannya masing-masing. Dua otak dengan dua pemikiran yang berbeda.
"Terima kasih, Kang, sudah membantu," ucap Khadijah saat keduanya berdiri tepat di depan gerbang Asrama santriwati.
Gus Asad mengangguk kemudian memberikan kardus berisi kitab itu pada Ning Mila yang kebetulan lewat hendak keluar.
Ning Mila menerimanya dengan wajah memberenggut lucu. Niat awal mau pulang kenapa justru harus menerima setumpukan kitab yang beratnya subhanallah.
"Saya permisi," ucap Gus Asad dengan menundukkan kepalanya, kemudian berlalu usai berucap salam. Dan serempak dua gadis cantik itu menjawab salamnya.
"Ish, Mbak, ini berat sekali. Mila tidak kuat." Ning Mila meletakkan kardus itu di tanah kemudian berlalu begitu saja ke dalam Asrama.
"Lah, ini bagaimana?" Lirih Khadijah menatap bergantian kedua kardus di depannya.
Khadijah yang bingung memilih duduk saja tanpa berniat untuk mengangkat kardus itu. Tak lama kemudian, Ning Mila kembali menghampiri dengan beberapa Mbak Santri di belakangnya.
"Ini, Mbak, tolong di bantu," ucap Ning Mila seraya membagi tumpukan kitab itu pada Mbak santri yang lainnya.
Khadijah menengok ke sumber suara dengan tersenyum pada Mbak Santri yang menyapanya. Mungkin mereka heran, kenapa santri baru yang tak pernah terlihat di area sini sudah di suruh membawa kitab kajian sebanyak itu.
Khadijah sendiri merasa sedikit risih dengan tatapan mereka yang seakan mengintimidasi. Tapi biarlah, gadis manis itu lebih memilih mengacuhkan saja.
"Ayo, Mbak," ajak Ning Mila saat melihat Khadijah hanya diam di tempat, sedangkan yang lainnya sudah bergegas.
"I-iya, Ning." Khadijah mengangguk kemudian berjalan mengikuti Ning Mila.
Sampai di Asrama, keadaan sudah cukup ramai. Kemungkinan sudah banyak santri yang berangkat.
Semua kitab tadi, di letakkan di ruang koperasi untuk nantinya di tata di dalam etalase. Nampak Mbak Safira tengah berbincang dengan seseorang yang tengah membelakangi pintu. Sepertinya, dari postur tubuhnya sangat familiar. Tapi entahlah, Khadijah tidak ingat.
"Terima kasih, Mbak Khad, sudah membantu. Sungguh, aku merasa tidak enak hati," ucap Mbak Safira seraya mendekati Khadijah yang kini masih diam berdiri di tepi tumpukan kitab.
"Sami-sami, Mbak. Mboten nopo, kalem mawon." Khadijah berusaha memaklumi perasaan tidak enak dari Mbak Safira. Apalagi dirinya masih tergolong santri baru.
"Kenapa kau harus memerintahnya? Bukankah kau tau, kalau dia itu masih santri baru?" Ujar Mbak Haniyah, orang yang tadi berbincang dengan Mbak Safira dengan membelakangi pintu. Nampak sekali rasa tidak suka pada gambaran wajahnya.
"Tadi tidak ada orang untukku mintai pertolongan, dan kebetulan ada Mbak Khadijah dan Ning Mila. Jadi, tidak sopan rasanya jika memerintah seorang Ning." Mbak Safira berusaha memberikan penjelasan agar mantan ketua pengurus itu tidak salah paham dan menganggap dirinya ceroboh.
"Benar, Mbak. Lagi pula, aku tidak apa-apa, selagi masih bisa membantu, maka jangan sungkan, Mbak." Khadijah turut menimpali agar Mbak Haniya tidak berpikir terlalu jauh.
Mbak Haniyah berlalu begitu saja tanpa menatap kedua orang di depannya. Sejak awal, Khadijah merasa kalau Mbak Haniyah ini tidak suka dengan kehadirannya. Di tambah lagi, waktu awal datang ke pesantren, Khadijah langsung tidur di kamar pengurus bukannya kamar anggota. Padahal, Khadijah hanya santri baru.
Khadijah dan Mbak Safira saling bertukar pandangan, kemudian dengan kompak mengangkat bahu dan tertawa.
*****
Maaf baru bisa up lagi, sebenarnya ini sekalian promosi di KBM, hehhe
Jangan lupa vote yang banyak.
Karena sebenarnya, vote itu gak susah kok
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabarrukan (On Going)
RomanceJudul asal CEO DARI PESANTREN Khadijah Malika Aslan, gadis manja dengan sejuta pesona tersembunyi. Di balik kesederhanaannya yang ternyata putri Sultan. As'ad Musthafa Rahman, kang santri tampan lulusan Kairo Yang berjuang di jalan para ulama. Penca...