Happy reading
__________________"Assalamualaikum," salam Gus Asad sesaat setelah memasuki ndalem.
"Waalaikum salam." Semua yang ada di ndalem menjawab serempak. Nampak semuanya tengah sarapan bersama di ruang makan.
Gus Asad bersalaman dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya. Gus Asad menyadari ada orang lain di sana. Namun, orang itu hanya menundukkan kepalanya tanpa berniat menatapnya.
Gus Asad turut bergabung untuk sarapan bersama. Gus Asad memilih duduk di samping Gus Serkan karena tempatnya biasa duduk telah ditempati oleh orang itu.
Perlahan Gus Asad menyuapkan makanan ke mulutnya. Ada rasa yang berbeda pada masakan kali ini. Terasa lebih nikmat dari biasanya.
"Kayak ada yang beda umi sarapannya," seru Gus Asad menyuarakan pendapatnya.
"Jelas bedalah, orang yang meracik saja tangan yang berbeda." Dengan sigap Ning Mila berseru.
"Tapi mas tak akan menebak kau yang telah melakukannya." Ujar Gus Asad dengan terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Jelaslah mas, tangan kayak dia mana bisa meracik bumbu." Gus Serkan turut menimpali dengan pedasnya.
"Ish, iya deh, bukan Mila yang masak tapi mbak Icha," ucap Ning Mila dengan lesunya.
Umi Sakinah yang melihat kelakuan anak-anaknya hanya bisa geleng-geleng kepala. Sementara Khadijah masih setia menunduk tanpa berani menatap merek yang tengah bersuara.
"Sudah-sudah, tidak baik makan sambil mengobrol." Abah Zaid akhirnya bersuara untuk melerai anak-anaknya.
Selesai srapan, Khadijah bergegas kembali membantu Umi Sakinah membereskan peralatan makan.
"Kenapa tadi tidak makan ayamnya? Padahal ayamnya sangat enak mbak," ujar Umi Sakinah mengeluarkan apa yang sedari tadi ada dalam pikirannya.
Melihat Khadijah yang hanya makan dengan tumis kangkung saja sedangkan di sana ada beberapa lauk lainnya membuat umi Sakinah penasaran.
"Maaf umi, Icha lebih suka sayur sejak kecil, untuk yang daging-daging hanya sekedar saja Umi." jawab Khadijah merasa tak enak hati.
Umi Sakinah mengangguk paham dengan santriwatinya satu ini. Ada banyak hal unik dalam dirinya.
*****
"Mbak, temenin Mila ke pasar yuk," ajak Ning Mila setelah selesai membersihkan ndalem.
Khadijah hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi ajakan Ning Mila.
"Mbak, naik angkot saja yah, motornya Ndak ada lagi dipakai santri," Ning Mila merasa tak enak hati pada Khadijah karena mengajak ke pasar naik angkot.
"Nggih, Ning, tidak apa-apa." Khadijah memaklumi tingkah Ning Mila.
Lagipula, ini di luar kendali. Tadi setelah beberapa saat mencari Motor yang biasanya di gunakan para santri. Namun tak dapat menjumpainya sedangkan hari mulai siang.
Turun dari angkot, keduanya bergegas mencari kebutuhan masing-masing. Ning Mila mengajak Khadijah ke toko busana. Ada banyak gamis trend terbaru dengan berbagai model dan motif.
"Ayo mbak, buat persiapan kondangan ke tempat Ning Nabila di Al-Amin."
Deg.
Ucapan Ning Mila serasa begitu menampar diri Khadijah. Bagaimana bisa dia melupakan hari bersejarah bagi salah satu Ningnya itu. Khadijah merutuki kekurangannya itu yang sering melupakan urusan penting seperti saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tabarrukan (On Going)
RomansaJudul asal CEO DARI PESANTREN Khadijah Malika Aslan, gadis manja dengan sejuta pesona tersembunyi. Di balik kesederhanaannya yang ternyata putri Sultan. As'ad Musthafa Rahman, kang santri tampan lulusan Kairo Yang berjuang di jalan para ulama. Penca...