27 : Jadi, Siapa yang Salah?

1K 119 13
                                    

Jeno nggak pernah sekalipun hidup enak. Waktu masih ada ayahnya pun, hidupnya terbilang sederhana. nggak banyak nuntut karena tau hidup mereka nggak selancar keluarga pada umumnya.

Tapi apa?

Justru setelah ayahnya meninggalkan luka lama, Jeno jadi lebih ngerasa bebas. Semua hal negatif yang sempet dia pendam, lama-lama hilang.

Beda banget sama sekarang. Semenjak ayahnya dateng lagi, semua jadi kerasa susah. Makin di persulit waktu akhirnya mereka bertiga --para laki-laki duduk di rumah sederhana Jeno.

"Taeyong anak Ayah."

Jeno cuma ngelirik, nggak ada minat. "Anak kandung?"

"Anak tiri." Taeyong nyahut.

Untungnya, Jino lagi nggak ada dirumah. Dia lagi dititipin di rumah tetangga, sementara Bundanya cuma menyaksikan kawanan laki-laki yang lagi sidang dadakan.

"Ayah cuma mau memperjelas. Ayah tau kalian pernah berantem sampe Taeyong biru-biru."

"Salah Taeyong." Jeno ngelirik sinis ke subjek obrolan. Nggak mau lagi disangka jadi pelaku. "Kalo dia nggak mulai, Jeno nggak bakalan nonjok dia."

"Kamu punya mulut?" Interupsi Ayah Jeno yang ekspresinya datar. Dia lagi bersandar di sofa. "Pikir dulu perbuatan yang mau kamu lakuin, baru bertindak."

"Laki-laki pake otot, Yah. Bukan pake mulut." Jeno secepat mungkin nyelak perkataan ayahnya. Dia cuma capek berdebat hal-hal yang nggak penting.

"Kakak!"

Teguran Bundanya Jeno berhasil bikin seluruh partisipan disana noleh. Mulut Bundanya udah komat-kamit ke arah Jeno yang ngerutin alis.

"Diana lagi?" Jeno secepat mungkin noleh waktu ayahnya nyinggung soal Diana. Yang jadi pertanyaan Jeno adalah kenapa ayahnya bisa sesantai itu? Dia bahkan tau alasan Jeno mukul Taeyong di tempat. Nggak seharusnya ayahnya bereaksi kayak gini. "Mau sampai kapan kamu mau sakit hati soal Diana?"

"Ayah lupa dia anak Ayah juga?"

"Sejak kapan ayah lupa? Kamu yang seharusnya ingat, Diana itu adik kamu." Ayahnya ngehembusin nafas pelan. "Nggak ada adik kakak yang terlibat hubungan percintaan."

"Terus ngapain ayah selingkuh?" Jeno makin nantang. Ada bagian dari dirinya yang nggak terima soal fakta kalau Diana adik kandung yang beda ibu. Jeno ketawa sarkas di ujung kalimat. "Ayah tau yang bikin keluarga kita kayak gini siapa?"

Kalau mau bilang Jeno brengsek, dia terima. Dia cuma lagi nahan segala sesuatu yang berkecamuk di kepalanya, yang harusnya keluar dari kepalan tangannya.

"Omongan lo." Tukas Taeyong. Dia natap Jeno sinis. "Ayah masih orang tua lo."

"Bacot."

"Apa bedanya saya sama kamu?" Ayah Jeno ngomong lagi sambil natap Jeno yang lagi penuh emosi. Sebelum putranya kembali ngasih interupsi lain, Ayah Jeno ngelanjutin kata-katanya. "Buat apa kamu punya pacar tapi otak kamu isinya masih Diana?--"

"--Saya dan kamu nggak ada bedanya. Kita ngelakuin hal yang sama dengan tindakan yang berbeda--"

"--Kamu pikir setelah kehilangan Diana, cuma kamu yang paling sakit disini? Saya ayahnya. Saya lebih sakit denger kamu punya hubungan dengan Diana."

Nada ayahnya Jeno tegas, nggak terbata-bata sama sekali. Semua orang disini merenungi lagi, segala kesakitan yang sempet terlewat, justru melintas lagi.

Jeno cuma diem, nggak berniat ngebales apa-apa. Selama ini, awal dia jadiin Jea pacar cuma sebatas melindungi orang yang super baik dari tindakan-tindakan yang nggak bertanggung jawab kayak yang Taeyong lakuin ke Diana.

Mine ; Lee Jeno - NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang