02: Salah Menentukan

2.2K 288 15
                                    

Rena memandangi temannya yang gundah gulana. Galau nggak jelas. Sampai lagu yang dia download lagunya almarhum Olga yang judulnya Hancur Hatiku.

"Je, you aren't okay."

"I am."

Bayangan Jeno yang menyuruhnya berhenti sambil mohon-mohon nggak bisa hilang. Susah dihapusnya. Itu tandanya Jeno udah capek yang bener-bener berada ditingkat high level. Ngerti nggak, sih?

"Selamat pagi duniaa," Renjun menyambut kelas dengan menaik turunkan kunci motornya. "Selamat pagi Rena, selamat pagi Je--a..." Renjun mendadak bingung. Jea kerjaannya cuma nyumpel kuping pake headset, terus mandangin jendela mulu. "Kenapa?" bisiknya ke Rena.

"She's not in a good mood." Rena menunjuk hape Jea yang terisi lagu Hancur Hatiku. "Kemaren dia macem-macem ya?"

Sambil menaruh tasnya, Renjun nimbrung. Badannya berbalik, dua tangannya dilipat diatas punggung kursi. "Something happened. Cuma nggak tau kelanjutannya."

Renjun berusaha untuk ngomong ke Jea yang berkaca-kaca. Duh, Jeno ngapain anak orang coba. "Je? Kenapa? Masih pagi, loh."

Jea menoleh, sekarang bibirnya melengkung ke bawah, udah siap nangis.

"Renjun, maafin gua ya kemaren." Jea langsung nangis, sesenggukan malah. "Harusnya kemaren gua ikutin lu aja yang nyuruh diem dirumah sepupu."

"I-iya, gua maafin. Tapi jangan nangis dong, gua kan nggak ngapa-ngapain."

Jea beralih ke Rena, terus sekarang sasaran empuknya Rena. "Nggak usah minta maaf ke gue--"

"Renaaa, maafin gua juga. Harusnya gua kayak lu aja nggak banyak tingkah."

"Ya emang." Singkat Rena yang dapet pukulan dari Renjun. Cowok itu langsung ngasih isyarat buat iya-in aja kata-kata si Jea. "Iya gua maafin."

"Kemaren Jeno ngomong sesuatu ya Je?" Renjun bertanya, Jea menjawab. Tapi jawabannya cuma ngangguk.

"Si Jeno mau ngomong juga sama Jea?" Rena ikutan kepo. "Dia ngomong apa?"

Jea yang udah mereda, tambah nangis. Sedih aja gitu liat Jeno mohon-mohon kayak semalem. Kesannya dia keganggu banget sama kehadiran Jea.

"Dia minta gua berhenti." Katanya disela isak tangis.

Rena dan Renjun makin bingung. "Berhenti? Berhenti apa maksudnya?" Tanya Renjun.

"Semuanya. Ngintilin dia, kepoin dia, mungkin suka sama dia juga disuruh berhenti." Jea nangis lagi yang bikin Renjun sama Rena nggak tega.

Kenapa gini banget sih kisah percintaannya Jea? Nggak ada yang bener.

"Terus? Lo gimana?"

"Ya udah."

"Ya udah? Yang jelas kalo ngomong."

Jea menarik nafas nya pelan. Sesenggukan sambil narik nafas tuh butuh effort. Iya nggak sih? Ngaku!

"Gua nyerah." Jea yang rada bengep ngelanjutin ngomong. "Jeno udah nggak mau ketemu gua. Dia udah benci."

Kadang, kenyataan itu pahit. Nyakitin. Makanya Jea lebih baik ngejauh dari kenyataan. Bikin halusinasinya sendiri yang berujung bahagia tapi nggak pernah bisa jadi kenyataan.

***

"Dia mau nyerah aja katanya." Renjun berucap lesu. Bayangan Jea yang nangis-nangis tadi pagi nggak bisa hilang.

Padahal Jea yang sedih kok Renjun jadi ikutan melow gini?

Jaemin yang memanyunkan bibir langsung menghadap Jeno. Dia juga lagi bengong. "Lo ngomong apa aja kemaren? Sampe anak orang kayak gitu."

"Dia nya yang lebay."

Haechan memukul Jeno pake sendok. Mark juga. "Nggak mungkin cewek kayak gitu bisa nangis tiba-tiba kalo kemaren lo nggak ngomong sesuatu." kata Haechan.

"Jujur aja." Mark ngelanjutin.

Jeno seakan pelaku korban pemerkosaan yang di interogasi sama banyak orang. Ada Mark, Jaemin, Haechan, Renjun, plus dua anak krucil yang satu main pubg, yang satu nontonin doang.

"Gua capek. Orang-orang ngecengin gua pake nama Jea."

"Terus?"

Jeno ngelanjutin lagi. "Ya gitu. Dia kepo, sampe ngikutin kita kemaren. Lo nggak liat? Udah keterlaluan. Coba kak Taeyong ada disana, gua ditanya-tanya pasti."

"Ada lagi?"

"Dia penguntit. Gua nggak respect jadinya. Nggak nyaman gua."

Mark mengangguk. Agaknya mulai bisa menarik kesimpulan Jeno. "Oke, so the reason is, you feel uncomfortable everytime that girl was around you." Belum sampai disana, Mark lanjutin kalimatnya. "Gua tau kok lo jujur disini, yang kita nggak tau gimana cara lo ngomong sama dia. Yang pasti, itu bikin dia sakit hati."

"Atau mungkin pemilihan kata lo kurang baik. Dan maknanya jadi tersampaikan tapi bentukannya kasar." Jaemin merangkul pundak Jeno sambil menggoyangkannya pelan. "Cewek mau yang jelas. Nggak suka dikasarin, dan nggak suka bertele-tele."

"Djiahhh, seperti biasa Bapak Jaemin." Haechan menyerahkan telapak tangannya, mau high five dia sama Jaemin.

"Terimakasih Saudara Haechan." Katanya sambil menepuk kencang telapak tangan Haechan.

"Gua cuma takut dia salah menilai gua doang." Jeno menerawang lagi. Udah berapa banyak cewek yang jatuh karena fisiknya, bukan apa yang dia kerjakan. "Dia belum tau kalo gua suka berantem di ring."

Renjun menghentikan makannya. "Gini, deh. Kalo kayak gitu pemikirannua, kita tes si Jea aja."

Renjun mengisyaratkan semuanya untuk mendekat, termasuk si Chenle sama Jisung. "Jen, lu coba ajak dia ke tempat ring. Kalo dia nolak sama apa yang lo kerjakan, berarti lo berhak untuk mutusin mau gimana. Tapi kalo dia sikapnya beda kayak yang lain, kasih dia buat ngelanjutin apa yang dia mau."

"Setuju." Haechan membalas.

"Gua nggak ngerti apa-apa tapi setuju aja." Jisung bales. Dasar bocah.

"Sama. Gua juga nggak ngerti apa-apa tapi setuju aja." kata Chenle. Dasar bocah.

Mark ikut ngangguk. Jaemin juga. "Setuju. Semangat Jeno."

Jeno lupa, dia punya temen sebaik dan se-suportif ini. Kenapa ya, sikap gegabah dan mutusin apa-apa sendiri itu nggak pernah bisa hilang dari diri dia?

"I'll try my best."

- t o b e c o n t i n u e -

Mine ; Lee Jeno - NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang