“Kantong matamu menghitam. Apa gadisku terjaga sepanjang malam?” tanya Aksa sambil menangkup wajah Alesya menggunakan kedua tangannya.
Alesya menggeleng. Berbohong. Wajah lelahnya saja menunjukkan betapa dia sudah kehilangan waktu-waktu istirahatnya.
“Sungguh, Alesya. Katakanlah sesuatu. Sebenarnya kenapa kau begini padaku?” Aksa menghela napas pelan. Ia yang tadi duduk berhadapan dengan Alesya, kini mulai turun dari kursi empuknya.
Aksa terduduk di lantai. Tangannya meraih jemari lentik Alesya yang ada di pangkuan gadis itu. Di usapnya jemari-jemari itu dengan lembut, cukup untuk membuat Alesya menatapnya.
“Dengan sifat tempramenku, aku ingin sekali marah padamu, tapi itu tindakan yang buruk, kan? Aku harus memeperlakukanmu dengan sangat baik di kehidupan ini. Harus membuatmu nyaman dan—“
“Kalau begitu, ayo pulang,” lirih Alesya.
Aksa menelan ludah. Matanya yang tadi menatap Alesya sayang, kini turun memandang lantai dingin tempatnya duduk.
Pulang. Itu adalah kata yang membuat jarak di antara keduanya saat ini. Kata yang entah sudah berapa kali diucapkan oleh Alesya hingga membuat Aksa sedikit geram.
Ah, karena kata itu juga mereka sempat berdebat semalam. Saling melempar pandang dengan mata yang sama-sama menyimpan api. Dan, sebenarnya itulah alasan kenapa Alesya tidak tidur semalam. Ia memikirkan pertengkaran mereka dengan keras. Mengingat dengan jelas bagaimana Ia berdebat hebat dengan Aksa untuk pertama kalinya.
Namun sejujurnya, itu tidak bisa disebut debat hebat karena sepanjang debat itu terjadi, Aksa tak meninggikan nada bicaranya sama sekali pada Alesya. Tidak membalas lontaran tajam gadis itu, malah Aksa semakin melembutkan nada bicaraanya.
Agaknya pria itu memegang janjinya untuk tidak pernah marah pada Alesya.
“Aku sudah lelah dengan semua ini.” Alesya bangkit dari duduknya. Dilepaskan tangan Aksa yang tadi mengusap jemarinya. Dengan mata berkaca-kaca, gadis itu menatap Aksa yang masih terduduk di lantai. “Aku akan kembali ke duniaku. Sebelumnya, aku bisa hidup tanpamu dan nanti juga pasti bisa”.
Aksa bergegas berdiri. “Hidup tanpaku?... Alesya kau tahu jelas bahwa kita ditakdirkan bersama. Kehidupan kita sudah ditentukan seperti itu”.
Alesya menggeleng. “Kau hanya ingin Kiara. Wanita sempurna seperti itu sangat berkebalikan dengan diriku”.
“Tapi kau Kiara!”
“Kau sendiri yang bilang bahwa kehidupan lampau dan saat ini itu berbeda! Dan kau memilih untuk terobsesi dengan kehidupan lampaumu itu!” Napas Alesya tak teratur. Kedua tangannya mengepal, berusaha menguatkan diri untuk mengeluarkan unek-uneknya selama ini. “Aku sangat mencintaimu sampai rela menjadi Kiara demi dirimu, Aksa. Sangat cinta sampai melupakan diriku sendiri. Aku tidak mau seperti itu lagi…”
Lirihan Alesya menggema di telinga Aksa. Jujur, dia malas membahas hal ini lagi. Malas bertengkar seperti semalam.
Jantung Alesya berpacu kencang bersamaan dengan suhu tubuhnya yang mulai meningkat. Gadis pirang itu menahan bulir-bulir air matanya yang hendak turun dari matanya. Sangat tidak ingin menangis dikondisi yang dirasanya tidak tepat.
Aksa menunduk sesat, kemudian menatap Alesya sambil memaksakan senyum di bibirnya. Dia berkata, “Kau bicara seperti anjing itu”.
“Liv?!” Alesya mendengus. Tidak percaya bahwa Aksa malah membawa Liv dalam pertengkaran ini. “Kau malah seperti siren murahan itu! Kalian cocok. Tinggallah Bersamanya setelah aku pergi,” lanjut Alesya sambil tertawa garing.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm a MIXED BLOOD : The Return Of The Queen
Vampirevampir adalah makhluk yang lahir dari jiwa manusia yang dikutuk. roh yang terperangkap dan tak bisa pulang ke akhirat. makan makanan manusia dan juga bertingkah layaknya manusia. namun vampir lebih istimewa, mereka memiliki beraneka ragam kemampuan...