#13 Pasukan perdamaian?

419 68 4
                                    

hari saat kau pergi adalah saat dimana hatiku mati.
-Charlie

*****
Jam di tangan Liv sudah menunjuk angka 7. Malam ini sedikit lebih dingin dari biasanya.  Ia berulang kali melirik kanan kirinya, mencari keberadaan Alesya. Pasalnya sudah setengah jam ia berdiri menunggunya.

Namun masalah utamanya bukanlah Alesya yang terlambat datang, tapi ia harus berdiri berdampingan dengan lelaki emosian bernama Aksa.

Lelaki jangkung itu terus saja mengomel. 'Liv tidak boleh begini, Liv tidak boleh begitu. Kalau begini kau akan ku bunuh, kalau begitu kau akan ku habisi'. Ia terus mengancam Liv untuk sesuatu yang bahkan tidak pernah Liv pikirkan sebelumnya.

"Intinya, jika kau menyentuhnya sedikit saja aku tak akan mengampuni mu!"

Aksa sekali lagi mengancam Liv. Sedang Liv hanya memutar bola matanya malas. Ia sudah lelah meladeni Aksa.

"Ah, teman-teman!" Seru Alesya.

Gadis itu berlari mendekat. Melewati pohon-pohon besar di hutan ini tanpa mengurangi kecepatannya.

Liv pun langsung melotot melihat Alesya, tepatnya ia tengah memelototi tas besar yang Alesya bawa.

"Apa ini?" tanya Liv sambil menunjuk tas Alesya.

"Tas" jawab Alesya enteng.

"Aku tahu, maksudku apa isinya?"

"Makanan. Aku membawa banyak makanan agar kalian tidak perlu memakan ku saat lapar".

Liv menghela napas panjang. Ia kesal, namun juga gemas kepada Alesya.

"Alesya, aku tidak akan mengisap darahmu".

Aksa mendekatkan dirinya ke Alesya. Ia menggerakkan tangannya untuk mengelus pucuk kepala Alesya. Membuat Liv menggeram kesal karenanya.

"Ayo berangkat, jangan membuang waktu".

Liv langsung membalikkan badannya. Ia enggan melihat Aksa menggendong Alesya. Liv menggerutu dalam hati, ia bertanya-tanya mengapa manusia harus di gendong untuk masuk dunia immortal.

Liv dan Aksa mulai merapal beberapa mantra dan dalam sekejap mata sekeliling mereka pun berubah. Hutan tempat mereka menginjakkan kaki kini menjadi sebuah rumah antik yang mewah.

Alesya spontan melongo, matanya berbinar karena kagum dalam gendongan Aksa.

"Aksa, turunkan aku" pinta Alesya pada Aksa.

Aksa pun menuruti permintaan Alesya. Ia menurunkan Alesya perlahan sambil tersenyum padanya.

Aksa ikut melihat sekitarnya lalu pandangannya berhenti tepat di depan Liv. Senyumnya memudar, wajahnya berubah kecut. Begitu juga dengan Liv, laki-laki itu langsung memasang wajah tak suka saat matanya bertemu dengan mata Aksa. Seakan mereka memang ditakdirkan untuk tidak pernah akur satu sama lain.

"Wah, rumah ini bagus sekali..."

"Tentu saja, ini kan rumahku" ucap Liv.

"Rumah ini jelek, kau pantas dapat yang lebih baik, Kiara"

Aksa melempar tatapan sinis ke arah Liv.

"Yah, memang sulit jika kau menghabiskan waktumu untuk hidup di hutan selama bertahun-tahun"

Liv tersenyum miring. Laki-laki ini tengah menyindir Aksa. Membuat Aksa semakin menajamkan pandangannya.

"Sudah jangan berisik!"

Alesya melirik mereka bergantian. Ia ikut kesal hanya dengan mendengar obrolan mereka berdua.

Alesya melangkahkan kakinya menuju ke sebuah jendela yang letaknya tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia penasaran dengan dunia yang baru ia masuki.

I'm a MIXED BLOOD : The Return Of The QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang