#2

1.1K 141 6
                                    

saat kamu merasa memiliki seseorang,
detik itu juga kamu harus siap kehilangan.

*****

Tangan lembut membelai suraiku secara perlahan, kemudian memegang kedua pipiku dan mencium pucuk kepalaku. Ibuku adalah obat terbaik yang ada didunia ini, satu belaian tangannya saja bisa membuatku merasa tenang dan damai.

"kembalikan payung itu besok dan minta maaflah padanya. Dia bermaksud baik padamu, Ale." Ya, aku berbagi segalanya dengan Ibuku dan aku selalu tahu bahwa sarannya yang terbaik. Setelah itu, Ibu mematikan lampu kamarku kemudian berjalan keluar sambil mengatakan selamat malam.

Gelap menyelimuti kamarku, terakhir kali ku lihat jam menunjukkan pukul 22.11 mungkin kini sudah berganti menjadi 23.00. Aku sangat mengantuk tapi yang terjadi adalah mataku tidak mau terpejam. Aku serasa merindukan sesuatu namun aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rindukan. Pikiranku juga tak diam ditempatnya, aku memikirkan Aksa. Dia memang terlihat menakutkan dengan tinggi sekitar 190-193 cm, bahunya lebar dan sorot matanya tajam, Aksa sering terlibat perkelahian disekolah, bahkan teman-teman dikelas mengatakan dia pernah membuat seseorang hampir kehilangan nyawa. Kudengar juga, Ayahnya adalah seorang pengusaha terkenal yang melakukan bisnis ilegal, mereka punya banyak pengawal dan sering melakukan sogokan kepada dewan pemerintahan. Hal yang paling membuatku penasaran kepadanya adalah kenapa dia selalu memanggilku Kiara dan selalu mengikutiku diam-diam sepulang sekolah.

Ku tarik nafas dalam lalu membuangnya secara perlahan. Harusnya aku tidak memikirkannya, dia hanyalah orang misterius yang ditakuti disekolah. Jika tanpa berhubungan dengan Aksa saja hidupku menyedihkan, apalagi jika berhubungan deegannya. Tuhan, tolong jauhkan aku dari Aksa. Aku segera memejamkan mataku dan tanpa sadar aku pun tertidur.

*****

Suara guru yang tengah menjelaskan pelajaran saat ini justru terdengar seperti alunan musik ditelingaku dan kurasa bukan hanya aku yang berpikiran begitu, hampir semua orang di kelas mengantuk bahkan ada yang tertidur tanpa sadar. Untungnya guru yang mengajar saat ini juga tidak terlalu peduli, dia punya prinsip "tugasku hanya memberi ilmu. Urusanmu jika kau mau menerimanya atau tidak" itu ku baca di mading sekolah saat hari guru Nasional. Tak lama kemudian bel sekolah berbunyi dan pelajaran hari ini pun berakhir. Semua orang dikelas bergegas keluar dari kelas, begitu pula denganku. Aku juga sudah menggenggam payung biru milik Aksa, aku bernilat mengembalikannya, namun kulihat ia bergegas berjalan menuju ke belakang sekolah. buru-buru aku lari mengejarnya sambil meneriakan namanya tapi, jarak kami terlalu jauh sehingga suaraku tak terdengar ditelinganya.

"Aksa!" Aku berteriak karena terkejut melihat Aksa memukuli seorang siswa laki-laki dengan brutal. Dapat kurasakan Aksa juga terkejut setelah mendengar teriakanku, lalu kesempatan itu digunakan oleh siswa laki-laki yang tak ku ketahui namanya itu untuk lari. Kemudian Aksa melihat kearahku dengan tatapan kesal.

"Kiara, Apa masalahmu! Mengapa kau mengganngguku!" Nada bicaranya meninggi. Kemudian ia berjalan mendekatiku. Oh Tuhan, ini lah yang kumaksud, jauhkan aku dari Aksa. Seluruh badanku gemetar namun aku tetap memberanikan diri untuk berdiri dan balik memandangnya. "Apa kau tahu siapa orang yang tadi berlari itu, hah?" langkahnya terhenti saat ia berada tepat didepanku. Dia membuatku semakin takut tapi aku terus memberanikan diriku.

"Tidak peduli siapa dia, tapi aku bersyukur dia bisa lari dari orang jahat seperti dirimu!" kemudian kudengar Aksa tertawa kecil sambil menarik nafas kasar.

"ya, secara tidak langsung kau melepaskan seseorang yang sudah mencuri uang dari katin sekolah kita selama 2 tahun. Aku mencarinya selama 1 pekan dan teriakanmu membuatnya lepas begitu saja." Aku melongo terkejut, jadi orang tadi adalah pencuri dan Aksa menangkapnya. Aku tak bisa mengatakan apapun, sekali lagi aku merasa bersalah kepada Aksa. Pertama soal payung dan sekarang soal pencuri. "Ah, payungku" spontan aku mengulurkan tangan untuk memberi payung itu padanya. Dia berjalan sambil mengambil payung itu dari tanganku, dia meninggalkanku. "Ayo pulang, kudengar akan turun hujan lebat lagi". Aku melihat kelangit dan mendapati matahari bersinar dengan sangat teriknya lalu memandang tubuh Aksa dari belakang.

"ck, hujan lebat katanya." aku bergumam sambil berjalan dibelakangnya. Setelah sampai didepan gerbang sekolah, Aksa berhenti untuk membuka payung birunya. Selain menakutkan, dia juga orang yang aneh. Akupun berjalan melewatinya tanpa mengatakan apapun. Hey, aku tahu harusnya aku mengatakan maaf tapi, aku sedikit gengsi untuk mengatakan maaf kepada seseorang seperti Aksa. Tak begitu jauh dari gerbang sekolah, aku menghentikan langkahku untuk membalikkan badan. "kenapa kau selalu mengikutiku?" Ya, Aksa tengah mengikutiku, lagi.

"Akan turun hujan, percaya padaku." Bagaimana bisa aku percaya pada orang yang dijauhi satu sekolah. Terlebih lagi, langit sangat cerah saat ini. Segera aku membalikkan badan untuk melanjutkan langkah lalu tiba-tiba
Wushh
Hujan turun dengan sangat deras dan aku tak tahu sejak kapan Aksa sudah memayungiku. Lagi, aku tak bisa berkata-kata.

"bagaimana kau melakukannya?" tanyaku padanya, dia hanya menjawab pertanyaanku dengan kata 'entahlah' kemudian menggandeng tangan kananku agar aku mau melangkah. "Lepaskan tanganku" beberapa detik kemudian dia melepaskan tanganku. Hanya ada keheningan diantara kami, aku tak mau membahas sesuatu dengannya dan kurasa begitupun juga dengan dirinya.

Aku menarik nafas panjang lalu membuangnya secara perlahan. Suara rintik hujan begitu indah, aku juga sangat menyukai aroma hujan yang menimpa tanah, rasa damai yang tercipta oleh hujan serasa tiada duanya. Apapun itu, aku selalu menyukai semua yang berhubungan dengan hujan, tentu saja kecuali banjir. Saat hujan, semuanya terasa indah, begitu juga saat ini, semuanya terasa indah kecuali orang yang berjalan disamping kananku.

Tak terasa sudah hampir 1 tahun aku tinggal di Kota ini, seperti yang Ibu dan Ayahku katakan, ini akan menyenangkan karena aku gadis yang mudah membaur. Dan benar saja, semuanya menyenangkan, teman-teman baruku bersikap sangat baik, meskipun ada yang diam-diam mengerjaiku seperti kemarin, namun aku bersyukur masih ada teman yang tulus berteman denganku. Ya, mungkin juga Aksa adalah teman yang tulus. Aku tidak suka kecanggungan yang ada diantara aku dan Aksa saat ini. Aku benar-benar ingin membicarakan sesuatu tapi aku tak tahu apa itu. Kemudian aku terpikirkan sesuatu.

"Aksa, kudengar kau sudah bersekolah disini selama 5 tahun?" hanya itu topik yang lewat dikepalaku dan aku baru sadar betapa bodohnya topik yang kupilih ini. Bisa-bisanya aku menanyakan hal ini pada seseorang yang mudah emosi dan suka memukul.

"jadi itu rumor yang tersebar tentangku?" Spontan aku mengangguk. "katakan, apa lagi yang mereka ucapkan tentangku?" ku sebutkan satu persatu dari hampir membuat seseorang kehilangan nyawa, merayu ibu-ibu kantin dan beberapa rumor kecil lainnya namun aku tak mengatakan rumor  soal Ayahnya, aku cukup punya hati untuk memikirkan seberapa sakitnya hal itu. "akan ku jawab langsung didepanmu" ia menghentikan langkahnya lalu menatap mataku. "Pertama, aku hampir menginjak tahun ke 3 disekolah sama seperti yang lainnya, aku juga memukul orang pasti dengan alasan yang jelas dan yang terakhir aku hanya bergurau dengan Ibu kantin itu." Lanjutnya. tinggiku dan tinggi Aksa memang berjarak lumayan jauh namun dapat kulihat dengan jelas mata Aksa yang menatapku. "Kiara..."

*****
.
.
.
.
komentar yang membangun akan sangat membantu saya.

I'm a MIXED BLOOD : The Return Of The QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang