Bab 9 - Dewa Aneh

1.9K 98 3
                                    

Nada membuka pintu rumah pada pukul tiga sore---alangkah terkejutnya melihat Dewa sedang tertawa sendiri di ruang menonton televisi.

Nada masuk, langsung menuju ke kamar untuk melakukan salat asar. Karena dia datang tepat azan asar berkumandang.

"Mas, jamaah yuk!" Ajak Nada yang berdiri di tengah-tengah anak tangga.

Dewa menoleh ke arahnya dia kemudian berdalih baru saja selesai salat, kemudian kembali fokus ke gawainya lalu senyum-senyum sendiri.

Entah apa yang ada di gawai milik suaminya itu? Kenapa baru kali ini dia kalau membuka gawai selalu saja tertawa. Semacam ada yang janggal.

Kemudian Nada kembali melanjutkan langkahnya ke dalam kamar---memutuskan untuk mandi dahulu. Sebelum melakukan salat.

---

"Assalamualaikum Warahmatullah," Nada mengucapkan salam---lalu menoleh ke arah kiri. Kemudian sesuai rutinitas dia berdoa dengan sungguh-sungguh.

Setelah melepas mukena, dia turun kembali. Menghampiri suaminya yang masih saja bermain gawai. Biasanya dia jarang sekali membuka gawai, kalau tidak urusan kerja saja.

"Mas, tahu nggak? Kalau tadi Gyo bertanya kenapa kamu gak ikut?" Nada duduk di samping suaminya.

Dan benar saja, dia menghirup bau keringat yang cukup nyengat. Apa dia berbohong soal salat?

Merasa tidak direspon omongannya---Nada menarik gawai milik Dewa dan mengangkatnya ke atas. 

"Apa sih sayang?" Dewa berusaha mengambil gawai yang disembunyikan Nada di balik badannya.

"Kamu tumben sih, Mas. Se-addict itu sama gawai? Biasanya jarang loh kamu buka gawai." Nada mengutarakan kejanggalan yang ada pada Dewa.

"Emangnya gak boleh? Akukan mau cari hiburan." Dia menaruh kedua tangannya di belakang kepala.

"Bukan gitu, dari aku masuk rumah. Hingga selesai salat, kamu belum selesai cengar-cengir sendiri. Apa jangan-jangan kamu ada yang disembunyikan?"

"Oh, kamu nuduh aku selingkuh!" Dewa menunjuk ke arah mukanya.

Baru kali ini Nada dibentak begitu kencangnya oleh Dewa---pada masa pacaran Dewa begitu romantis tidak pernah berbicara seperti ini.

Nada langsung bangkit menampar Dewa dengan keras. Dia habis kesabaran dengan ucapan Dewa barusan.

"Aku gak nuduh kamu selingkuh! Kamu hari ini benar-benar terlihat aneh! Jika kamu tidak selingkuh sebenarnya kamu tidak sampai menunjuk-nunjuk ke arahku." Nada berdiri menatap Dewa yang hanya diam.

"Juga, kamu yang bilang selesai salat. Tetapi lihatlah! Baumu masih bau keringat! Dan, masih mengenakan baju olahraga!" Nada menuding ke arah suaminya dari atas ke bawah.

Dewa mengangkat tangannya---ingin melayangkan tamparan kepada Nada, kemudian dia turunkan lagi.

"Apa? Mau tampar aku? Tampar aja!" Nada berteriak ke arah Dewa.

Kemudian Dewa mengegam tangannya dan berlalu meninggalkan rumah---menutup pintu ruang tamu dengan keras. Hingga membuat Nada terlonjak.

Di depan rumah, Dewa mengetikan sebuah pesan kepada seseorang.

(Bisa ketemu di taman gak?)

Pesan itu terkirim kepada Saqila.

---

Dewa sudah berada di taman seorang diri, menunggu Saqila datang. Entah kenapa hubungannya dengan Ila benar-benar mulai dekat. Terlebih dari tadi sepulangnya dari taman---dia bahkan tidak jadi sarapan dan mandi.

Ketika Saqila mengirimi pesan kepadanya. 

(Kamu sedang apa?)

Pesan itu, singkat tetapi membuat Dewa hanyut ke dalam pembicaraan secara virtual lewat pesan. Hingga tidak sadar kemunculan Nada tadi yang berujung pertikaian seperti sekarang.

Akhirnya Dewa geram dan memutuskan untuk keluar meninggalkan rumah---pergi ke taman.

---

"Hai, maaf udah lama nunggu." Ila datang dengan membawakan satu botol minuman jus mangga. Yang dia bikin banyak.

Dewa mendongakkan kepala yang sejak tadi menunduk. Dia tersenyum kepada Ila dan menyilakan duduk di sampingnya---Dewa benar-benar terpana dengan pakaian yang dikenakan Ila sekarang.

Ila memakai kaos dan celana jeans pendek---yang pendeknya sampai paha. Itulah yang membuat Dewa tidak mengedipkan mata beberapa saat. Naluri seorang pria.

"Sini, duduk. Makasih ya," Dewa mulai menghabiskan jus yang buatan Ila. Dia memuji kalau jus hasil racikan tangannya ini benar-benar mantap.

Ila, yang merasa kebingungan. Ingin menanyakan sesuatu hal tetapi dia tahan. Menunggu Dewa bercerita saja.

"Maaf, aku mengganggu istirahat kamu." Dewa memegang tangan Ila untuk pertama kalinya. Tanpa ditolak oleh yang punya.

"Tidak, masalah. Sebenarnya ada apa?" Ila bertanya dengan sedikit terbata-bata.

Dewa langsung bercerita kalau dia habis bertengkar dengan istrinya---perihal masalah dia yang berbohong soal salat dan sikapnya yang aneh hari ini.

Ila mendengarkan dengan diam, tanpa memotong perkataan Dewa sebelum dia selesai berbicara.

"Istrimu itu orangnya cemburuan ya?" Ila menatap Dewa. Yang duduk benar-benar dekat olehnya.

"Sejak masih pacaran," Jawab Dewa singkat.

Ya, sejak mereka berpacaran Nada memang orangnya cemburuan dan selalu tahu hal-hal kecil yang tidak biasa dilakukan oleh pasangannya. Dalam hal ini, Dewa.

Tetapi dahulu, ketika mereka masih berpacaran Dewa tidak pernah sekali saja---membentak Nada. Walau terkadang mereka terlibat dengan masalah---kesalah pahaman, atau semacamnya.

Dewa selalu bisa menetralkan perasaan, tidak seperti sekarang. Ya, tidak bisa dipungkiri---hubungan keluarga memang selalu ada cek-cok yang terjadi.

"Yang, sabar ya," Ila menyandarkan kepalanya dibahu Dewa. Mereka mungkin tidak sadar masih berada di taman komplek.

Lalu apa hubungannya antara Ila dan Dewa? Apa sepasang kekasih?

Tiba-tiba hujan besar-besar datang menghampiri semesta ini, disekeliling taman tidak ada gazebo untuk tempat mereka bernaung.

Karena takut basah kuyup, Ila menarik Dewa dan mengajak ke rumahnya.

"Di rumah tidak ada orang, kok." Kata Ila sebelum mereka berdua berlari meninggalkan taman.

---

Benar saja, Ila dan Dewa sampai di rumah bergaya minimalis milik ayah Ila. Di depannya banyak sekali tanaman-tanaman hias seperti kaktus dan sukulen. Dewa medekati mereka---kurang lebih sekitar duapuluh jenis sukulen dan kaktus.

"Itu, punya Ayah. Dia sangat suka kaktus sama sukulen," Ila mendekati Dewa yang masih fokus memperhatikan koleksi milik ayah Ila.

Tiba-tiba gemuruh petir dan hujan semakin deras. Ila mengajak Dewa masuk dan duduk di ruang tamu.

"Sebentar, ya. Aku bikinkan teh hangat," Ila meninggalkan Dewa yang sedang duduk memandangi interior-interior rumah.

Di dapur, Ila membuat sebuah teh hangat dan mulai melancarkan aksi bejatnya. Ila mencampurkan obat perangsang yang dia beli selepas pulang dari jogging bersama Dewa.

Akan dia pakai, ketika bertemu dengan Dewa. Bagaikan gayung bersambut, Dewa yang langsung mengajaknya ketemu sore ini.

Ila mengaduk tehnya supaya obat itu rata tercampur kemudian berjalan menuju ke arah Dewa.

"Habiskan Mas, mumpung masih hangat," Ila memberikan teh hangat terhadap Dewa. 

Setelah teh tandas, Dewa kemudian merasa gerah dan membuka kaosnya tanpa malu kepada Ila. Ila memperhatikan postur tubuh Dewa yang benar-benar maskulin.

Kemudian Dewa hilang kontrol dan mendekat ke arah Ila dan saat itu juga mereka hilang karena birahi yang memuncak.

After the Sacred Marriage [Dewasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang