Dewa mengurungkan niatnya berwisata dengan Saqila di Kota Batu, padahal tiket wisata tiga theme park sudah dibeli via website.
Setelah Nada sudah mengetahui kebusukannya perlahan, Dewa gundah, dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul nantinya.
"Kok bisa ada orang tahu sih? Apa aku kemarin tidak sadar? Kalau ada seseorang yang melintas?" Dewa berbicara masih dalam posisi berdiri.
Dia berada di ruang tamu, mondar-mandir---mencari cara supaya bisa mengobrol dengan Nada. Dia tidak mau hubungannya terus seperti ini.
Terlebih lagi, tadi Dewa mendorong Nada dengan cukup kencang. Dengan mengatakan bahwa istrinya itu mandul. Ya, enam bulan pernikahan, Dewa belum memiliki seorang anak.
Polemik dalam rumah tangga yang tidak bisa dihindari, tetapi sekeras apa pun usaha kita. Jika Tuhan tidak atau masih belum menghendaki pasti belum terwujud.
Pintu dibuka, Nada muncul dengan mata yang semakin sembab. Karena menangis di rumah Kahfi, saat jenazah Ibu Dirma diberangkatkan ke Blitar.
Nada tidak menghiraukan Dewa yang menatapnya tanpa berkedip satu kali saja, dia memilih berlalu untuk mencuci tangannya di wastafel.
Dewa mengikutinya ke belakang---di dapur. Dia melihat Nada yang memunggunginya, karena masih mencuci tangan.
"Nada..." Dewa berbicara dengan lembut dan memegang punggung istrinya.
Nada sedikit terlonjak, dia mengira Dewa masih berada di ruang tamu. Nada berangsur menyingkir dan menjaga jarak, dia masih bungkam.
Nada membuka kulkas dan hendak mencari susu---karena dia sangat haus. Dia tipe orang yang suka meminum susu beraneka macam rasa.
Lihatlah! Lemari pendingin ini sudah penuh dengan susu---dia beli saat gajian kemarin.
"Sayang..." Dewa masih terus berusaha membuat Nada tidak bungkam.
"Kenapa? Kenapa kamu berbicara kepada istrimu yang mandul ini?!" Nada berteriak tanpa menatap Dewa.
Dewa sedikit menyesal karena mengatakan mandul kepada Nada, kata itu keluar tanpa sengaja dari bibirnya. Dan, berujung dengan permasalahan baru antara keduanya.
Nada membawa satu kotak kecil susus rasa kacang almond itu naik ke kamarnya---dia ingin berganti pakaian. Dan, kemudian mencuci baju.
Dewa masih mengekori Nada hingga masuk ke dalam kamar, Nada memilah pakaian-pakaian yang selalu dan sering digunakan di salam rumah.
Walau lemari besar itu kebanyakan didominasi oleh baju berbagai jenis milik Nada. Dewa masuk dan menarik tangan Nada dengan halus---supaya mengadapnya.
"Oke, iya, maafkan aku. Aku yang salah," Dewa meminta maaf dengan tulus.
Nada mengalihkan pandangannya ke jam dinding di belakang Dewa, supaya dia tidak menatap laki-laki tukang selingkuh itu.
Jika maaf hanya sebagai obat supaya tidak marah, tetapi kedepannya melakukan kesalahan yang sama lagi. Jadi untuk apa?
"Kamu memang salah! Kamu tidak mengerti perasaanku! Kamu enak-enakan berhubungan dengan perempuan lain, tetapi aku yang menanggung malu, Mas!" Nada menatap Dewa dengan air mata yang mengalir deras.
Ya, Dewa tidak pernah mengerti perasaan seorang istri. Bagaimana sakit hatinya ketika dia mengetahui bahwa pasangan tidurnya, 'tidur' dengan orang lain.
Dewa hanya menunduk, tidak berani menatap Nada yang terus berbicara. Dan, ketika mendengar perkataan Nada selanjutnya dia langsung mendongak sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Sacred Marriage [Dewasa]
Fiksi UmumVOTE DULU SETELAH BACA! FOLLOW JUGA! Judul sebelumnya: Pendengar Baru Itu Ternyata Simpanan Suamiku Fernada Rima Ariani terkejut ketika nama suaminya disebut oleh pendengar baru di radio tempatnya bekerja. Walau dia hanya menyebutkan nama; Sadewa. T...