PERHATIAN ADA SEDIKIT ADEGAN DEWASA! HATI-HATI!
Nada sampai di depan gerbang rumah miliknya, dia melihat motor yang tidak asing lagi dalam kehidupannya---motor milik Gyo.
Gyo baru saja mendapatkan kartu tanda penduduk, ya, dia sudah berusia tujuh belas tahun. Sebentar lagi lulus sekolah menengah atas, dan akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Nada tidak merasa memberitahu bahwa Sadewa sedang sakit kepada kedua ibunya. Ibu yang melahirkannya dan juga mertua Nada.
"Mbak," Gyo muncul dari dalam rumah, menuju ke teras. Membuka gerbang.
"Ya, Dek?" Nada turun dari motor dan menuntunnya masuk, ia membuka helm berwarna hitam legam.
"Terkejut ya?"
"Terkejut? Eh, iya. Kamu tiba-tiba ada di sini, kamu sama Ibu?" Nada merangkul laki-laki itu dan mengajaknya ke dalam.
"Ibu sedang bersama Mas Dewa." Kemudian Gyo duduk di ruang tamu.
Nada langsung menuju kamar, dia berjalan dengan perasaan yang tidak pasti. Antara tidak enak dan kebingungan.
Kenapa Gyo dan Ibunya bisa berada di rumah? Apa mungkin dikabari oleh Dewa? Dia masuk ke dalam pintu yang terbuka, Ibunya mengenakan kerudung berwarna merah berserta celana model lama---komprang.
Nada mencium punggung tangan Ibunya dan suaminya yang sedang terbaring di ranjang---masih bisa main gawai. Ibunya duduk di dekat Dewa, sambil memijat memantunya itu.
"Kamu gak kerja?" Tanya Ibu Nada.
"Nanti, dapat jadwal malam," Nada menatap wajah wanita yang melahirkannya itu.
Dalam perjalanan pulang, Nada sempat berpikir untuk libur saja. Demi menjaga suaminya---tetapi dia sudah janji untuk tidak libur jika bukan jadwalnya. Nada juga kasihan dengan Tya, Alka dan Adit---kalau satu dari mereka harus mengantikan Nada.
Kondisi Dewa sebenarnya tidak begitu parah, dia seperti orang yang tidak sakit. Walau sesekali batuk-batuk, tanpa disertai dahak. Juga badan Dewa ketika Nada sentuh, juga tidak hangat.
Nada kembali mempertegas, bahwa nanti dia akan tetap siaran. Sesuai pemikirannya saat masih di Bintang Bersinar lagi.
"Ingat ya, Dewa. Kalau sakit itu pakai baju, jangan bertelanjang dada. Mana tadi pintu ruang tamu terbuka, gerbang juga," Perkataan Ibu Nada seketika membuat dirinya tercenung.
"Iya Bu," Dewa tersenyum tulus ke Ibu Nada.
Sakit tetapi tidak pakai baju? Pintu ruang tamu terbuka? Gerbang juga terbuka? Itu bukan suamiku banget, astaga.
Batin Nada bergejolak lagi, Sadewa yang dia kenal tidak mungkin bertelanjang dada ketika sakit. Dan, mau sakit atau tidak. Dewa tidak pernah membuka lebar-lebar pintunya.
Ibu Nada, ini dia baru datang tepat satu jam yang lalu. Setelah dia bercerita kepada Nada, bahwa sangat rindu dengan putrinya ini---sebab telah lama dia tidak menengok ibunya.
Gyo masuk, membawa sebuah parsel besar berisi buah-buahan lengkap. Nanas, semangka, anggur merah, jambu kristal, mangga dan jeruk. Entah kiriman dari siapa?
"Dari siapa, Dek?" Nada berjalan mengambil parsel dari tangan Gyo.
"Nggak tau, Mbak."
Dewa yang sedang rebahan di kasur, melihat dan mendengarkan perbincangan jelas dari istri dan kedua adiknya.
Nada mengambil sebuah surat yang berada pada luar parsel buah itu, dia membuka amplop dan membacanya. Seketika Nada menjatuhkan parsel tersebut. Untungnya bisa ditangkap oleh Gyo.
Cepat sembuh ya, Mas. Jangan lama-lama sakitnya.
Merasa ini tidak atau bukan ranahnya, Ibu mengajak Gyo keluar. Dia membawa parsel buah itu kembali ke bawah. Nada berjalan ke arah ranjang dan duduk di dekat Dewa---yang sedang sakit juga ikut duduk.
"Baca!" Nada melempar surat itu ke Dewa, "katakan ini dari siapa?!"
Dewa membaca surat itu dan dia sudah tahu dalam hatinya---bahwa surat ini dari Saqila orang yang baru saja meminta 'sesuatu' darinya.
Tadi, dua jam yang lalu. Sebelum Ibu dan Gyo datang. Saqila memanggil Dewa via gawai, berulang kali. Dia berkata bahwa Saqila sudah berada di depan rumahnya.
Dari siapa dia tahu nomor rumahnya?
"Bukain, aku sudah di depan rumah kamu!" Saqila berteriak dari panggilan yang sedang berlangsung.
Dewa yang baru saja meminum obat, dia bangkit dengan rasa kantuk yang mulai menjalarinya. Turun perlahan---menuju ruang depan. Dewa lalu membuka pintu---Saqila mendapatkan sambutan yang tidak mengenakan, yakni Dewa menguap.
Saqila langsung masuk tanpa dipersilahkan, dia menarik Dewa dari pintu utama---supaya dia tidak diketahui oleh orang lain.
"Ka-kamu, kok bisa tahu rumahku?" Tanya Dewa kepada Saqila yang sedang memeluknya.
"Tahu dari motormu yang terparkir di depan," Saqila menunjuk arah luar. Ya, setelah ke dokter Sadewa langsung masuk tanpa memperdulikan motornya.
Saqila dan Dewa saling melihat, kemudian Saqila berkedip sebanyak tiga kali. Dan, Dewa tetap menatapnya. Mungkin Saqila kelilipan. Batinnya.
Dan, entah bagaimana bisa Dewa diam saja. Saat Saqila membawanya masuk ke kamar pribadinya, lalu membuka baju dan celana Dewa. Akhirnya Dewa 'polos' di depan Saqila.
Dia lagi-lagi hanya diam, ketika Saqila mulai menikmati tubuhnya. Sampai dia terlelap. Dewa juga tidak sadar bahwa dirinya mengeluarkan 'air' di dalam Saqila.
Dewa terbangun ketika terdengar seseorang yang berteriak dari bawah. Suara perempuan dan laki-laki. Mertua dan adik iparnya. Dewa segera menutupi tubuhnya yang lengket itu dengan selimut tebal sampai dadanya.
"Ibu, Dewa sedang di atas. Lagi gak enak badan." Dewa berteriak. Dia tidak mungkin berpakaian dahulu, karena Ibunya ini masih terus memanggil namanya.
Ibu Nada dan Gyo langsung naik berdua menuju kamar Nada dan Dewa. Setelah menaruh makanan kesukaan Nada di dapur. Begitu terkejutnya Gyo ketika melihat Dewa yang sakit tetapi tidak mengenakan baju.
"Astaga Dewa, kamu sakit malah tidak pakai baju. Cepat pakai baju sana," Ibu Nada kemudian menutup pintu kamar dari luar.
Dewa seketika berlari dengan keadaan tidak memakai apa-apa. Mencari baju dan celana di lemari dan menaruh pakaian yang tadinya tergeletak di sudut yang tidak terlihat---alias sisi terjauh dari pintu.
Setelah selesai, Dewa kemudian membukakan pintu dan mencium punggung tangan Ibu Nada. Serta Gyo yang salim kepada Dewa.
"Jawab, Mas!" Nada menyadarkan lamunan Dewa.
Dewa tidak mungkin berkata jujur terhadap istrinya---bisa-bisa Dewa langsung diusir dari ruma ini. Dan terpaksa kembali tinggal dengan orangtuanya.
"Nggak tahu, lagian kenapa sih? Kok dipermasalahkan?" Dewa bertanya tanpa berani melihat wajah Nada.
"Ya, jelas. Orang isi dalam surat itu romantis sekali, Jangan lama-lama sakitnya." Nada menekan empat kata terakhir dengan lebih tegas.
"Hei, itu hanya sebuah parsel. Mungkin dari orang-orang. Kan, siapa tahu dia tadi melihat statusku di WhatsApp," Sadewa mencoba membuat Nada yakin.
Tetapi, Nada tidak sepenuhnya bisa yakin dengan suami yang dia cinta sekarang. Setelah insiden yang tidak bakal dia lupa selama hidupnya. Kejadian tanda merah di leher Dewa, suaminya.
Nada meremas kertas itu dan melemparnya lagi ke Dewa. Dia langsung keluar menghampiri Ibu dan Gyo yang sedang berada di dapur. Harapan Nada semoga mereka tidak mengetahui atau dengar pertikaian tadi.
Dewa kemudian mengambil gawai dan mengirim pesan ke seseorang.
Dewa: Kamu yang mengirim parsel itu? Katakan Saqila! Aku berantem lagi sama Nada gara-gara kamu!
Terkirim.
Bersambung lagi, jangan lupa spam vote, komentar dan follow ya. Supaya tidak ketinggalan part selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Sacred Marriage [Dewasa]
Ficção GeralVOTE DULU SETELAH BACA! FOLLOW JUGA! Judul sebelumnya: Pendengar Baru Itu Ternyata Simpanan Suamiku Fernada Rima Ariani terkejut ketika nama suaminya disebut oleh pendengar baru di radio tempatnya bekerja. Walau dia hanya menyebutkan nama; Sadewa. T...