Bab 15 - Tragedi Tukang Sayur

1.4K 89 2
                                    

PERHATIAN! ADA ADEGAN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!

Sesuatu yang busuk, itu memang tidak baik.

Fernada Rima Ariani

Nada sudah bangun dari tidurnya, dia tidak pernah senyenyak ini sebelumnya. Ya, Nada dan Dewa sudah kembali satu ranjang. Tetapi masih belum membaik hubungan mereka.

Dia mengambil air wudu, dan langsung berjalan ke masjid. Setelah mukena berwarna putih dengan renda-renda mengelilinginya telah terpakai.

Cuaca hari ini sangat dingin, Nada memutuskan memakai jaket rajut hasil dia beli di toko oleh-oleh ketika ke Bali.

"Ke mana ya Bu Dirma?" Nada melewati rumah Bu Dirma ternyata sepi dan masih gelap.

Mungkin beliau belum bangun, alhasil Nada melanjutkan perjalanannya menuju masjid seorang diri.

Sampai di masjid, ternyata hari ini begitu ramai jamaah salat. Karena ada kuliah subuh dari salah satu pemilik pondok pesantren ternama di Malang sebagai penceramah.

Nada memutuskan untuk ikut kajian keagamaan ini, karena dia hari ini libur. Jadinya tidak terburu-buru.

Kuliah subuh kali ini, membahas tentang keutuhan dan keharmonisan suatu hubungan dalam islam. Banyak sekali poin-poin penting yang Nada dapatkan---sangat disayangkan dia tidak membawa kertas dan pena.

Pukul enam pagi, acara tersebut sudah selesai. Para jamaah sudah mulai membubarkan diri, Nada kembali berjalan sendiri.

Dia tidak langsung pulang, melainkan belanja pada tukang sayur langganan ibu-ibu perumahan ini. Dia berjalan menuju tempat abang sayur biasanya mangkal.

Ditengah perjalanan, dia dikejutkan dengan seorang laki-laki yang tiba-tiba ada disebelahnya. Dia juga rupanya habis salat---karena berpakaian rapi dan mengenakan sarung.

"Assalamualaikum, Mbak Nada ya?" Sapa pria itu.

"Waalaikumsalam, mohon maaf. Mas ini siapa?" Nada sedikit menjauh---hati kecilnya yang menuntun.

"Eh, iya. Saya anaknya Ibu Dirma. Ibu sedang sakit, Mbak. Mulai kemarin," jawab pria itu entah siapa namanya.

Pantas saja, tadi Nada lewat benar-benar tidak ada kehidupan di rumah beliau. Nada berniat ingin menjengguk tetangga yang baik ini, pasti membawakan buah tangan atau makanan.

Hingga sampai di tempat tukang sayur keliling Nada langsung memilah dan memilih bahan-bahan masakan yang akan dijadikan makanan.

Namun telinga Nada menangkap pembicaraan dari ibu-ibu lain yang sedang mengobrolkan sesuatu dengan sedikit kencang.

"Jadi kemarin ada laki-laki yang masuk dari jendela rumah tetangga saya, di Flamingo Bu," suara seorang wanita yang mengenakan daster bunga-bunga.

Nada sebenarnya tidak ingin menguping, tetapi dia penasaran. Siapa juga orang yang masuk rumah melalui jendela.

"Loh, masa Bu?" Sahut perempuan satunya.

"Iya, kata security yang sedang keliling. Laki-laki ini dari Blok Panda, namanya Sadewa atau Nakula gitu ya."

"Waduh!" Respon penjual sayur ini benar-benar ikut terkejut.

Blok Panda? Sadewa? Mendengar kata itu, Nada sangat terkejut dan malu. Dia buru-buru memilih belanjaannya tadi---langsung membayar tanpa basa-basi. Kemudian kembali berjalan pulang sambil mengusap air mata yang turun tiba-tiba.

---

Kemarin, ketika kebanyakan orang sudah terlelap...

Dewa buru-buru bangkit, karena mulas di perutnya ini benar-benar tidak bisa ditahan hingga pagi. Entah, padahal sore atau menjelang malam tadi tidak makan yang pedas.

Jam baru menunjukan pukul sebelas, dia lari ke kamar mandi sambil membawa gawainya yang tergeletak di atas nakas.

Ketika membuka WhatsApp tiba-tiba sebuah pesan masuk dari Saqila, perempuan ini apa tidak mengerti etika dalam menghubungi seseorang?

Saqila: ke rumah dong Mas, aku takut karena tadi ada yang ketuk-ketuk pintu. Papa juga sudah tidur.

Dewa: Minta tolong ke Papa kamu saja.

Terkirim.

Nada menutup gawainya dan mulai fokus untuk mengeluarkan isi dari perutnya---supaya tidak mulas. Satu pesan kembali masuk.

Saqila: Sebentar saja, aku yakin tidak akan lama.

Dewa: Gak bisa, sudah ya.

Saqila: Oh, kamu berani menolak ya?!

Dewa ingin berteriak kencang, tetapi takut membuat istrinya yang sedang tidur nyenyak itu kaget dan terbangun. Akhirnya dia mengurungkan niatan itu. Dia langsung mengetikan sesuatu kembali.

Dewa: Oke, sebentar ya. Kamu sebenarnya takut beneran atau bagaimana sih?

Saqila: Sudah kemari saja, aku tunggu dirumah ya. Tetapi lewat jendela kamarku saja.

Laki-laki itu menghela napas panjang kemudian membersihkan bagian belakangnya dan langsung pergi ke luar.

Dewa pelan-pelan layaknya maling mengambil jaket yang ada di lemari pakaian---sedikit mengarahkan pandangan ke Nada. Dia tidur pulas.

Dewa berjalan mengendap-endap keluar dari pintu kamar dan langsung turun. Dia berjalan kaki ke Blok Flamingo karena takut suara motor milik Dewa sudah dihafal oleh Nada.

---

Saqila segera bangkit dengan baju piyama transparan, ketika mendengar suara jendelanya diketuk berulang-ulang dari luar.

Dia membuka kedua sisi dari jendela tersebut, supaya Dewa bisa masuk dengan gampang. Tidak butuh waktu lama, Dewa sudah masuk ke dalam kamarnya.

Dewa lagi-lagi menelan saliva ketika melihat pakaian yang dikenakan oleh Saqila---sangat transparan.

"Ada apa Saqila?" Tanya Dewa yang sudah duduk di pinggir ranjang.

"Aku rindu ini, ingin bermain." Saqila menyentuh dada bidang Dewa yang tercetak dari jaketnya.

Damn! Saqila dari pertama kali kenal Dewa yang paling disukai adalah bentuk badannya dan lesung pipit jika dia tersenyum.

Saqila bangkit dan membuka resleting jaket Dewa dan melepaskannya. Kemudian dia mengangkat kaos yang dikenakan Dewa dan saat ini laki-laki dihadapannya sudah bertelanjang dada.

Dewa hanya bisa pasrah ketika Saqila mulai bermain dan melahap kedua puting di dadanya.

---

Nada sedang memasak di dapur rumahnya, fokus dia pecah. Masih teringat jelas perkataan ibu-ibu tadi.

Apa benar itu suaminya? Sadewa Jingga Oktavian? Tetapi Nada juga mengerti bahwa nama Sadewa hanya satu di Blok Flamingo.

Dia sedang memotong bawang merah, hendak membuat tumis kangkung dan nasi liwet. Serta bubur untuk Ibu Dirma nanti.

"Ah..." Nada meringis kesakitan, dia tidak sadar kalau bawang merahnya sudah habis dan dia memotong tangannya sendiri. Untungnya sedikit.

Dia lalu berlari ke wastafel dan membilasnya---sebelum diberikan daun cocor bebek yang tertanam di halaman depan rumahnya.

Ya, sudah sering ketika dia terluka. Menggunakan daun cocor bebek yang sudah dihancurkan dan ditempelkan ke tempat yang terkena irisan. Dalam waktu cepat bisa hilang rasa nyerinya.

Bersambung...

PBITSS sudah update!
.
.
.
Ada sedikit adegan dewasa, jadi bijaklah dalam memilih bacaan ya. Sesuai umur kalian.
.
.
Jangan lupa vote setiap bab, spam komentar dan follow.

After the Sacred Marriage [Dewasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang