Dewa baru saja membuka mata dari tidurnya, hari ini adalah persidangan terakhir, penjatuhan talak Dewa kepada Saqila. Jika Saqila datang ke Pengadilan Agama. Bisa jadi akan ada sidang selanjutnya.
Dia juga tidak mungkin mengajak Dena, dia akan berangkat sendiri saja. Setelah melihat anaknya tertidur pulas, Dewa mengenakan bajunya dan beranjak turun dari atas ranjang.
"Inilah akhir sebuah kisahku, semoga yang tidak ada lagi kesalahan dalam memilih cinta." Dewa bergumam seraya membuka pintu terkunci.
Ibu Dewa datang dengan membawakan susu formula untuk Dena, dia berjaga-jaga---menemani cucu kesayangannya itu.
Memang Ibu Dewa sudah sadar, bahwa Dena tidak salah. Bahkan jika Dena bisa memilih dilahirkan oleh siapa? Mungkin dia di dalam perut juga tidak ingin dilahirkan.
Anak tetaplah anak tanpa dosa, yang lahir dan turun ke Dunia atas kehendak Tuhan. Dengan berbagai cara, walau terkadang segelintir orang salah mendapatkannya. Termasuk Dewa dan Saqila.
Dewa melanjutkan aktifitasnya di kamar mandi sambil melihat pantulan dirinya dari sebuah kaca berbentuk lingkaran besar.
"Tubuhku sekarang benar-benar berubah, aku akan bahagia. Harus bahagia sekarang," Dewa berbicara sendiri, seraya menatap ke arah kaca.
---
"Mbak Nada, apa ini yang Mbak rasakan dulu? Saat aku datang dalam kehidupanmu?" Suara Saqila benar-benar memecah pagi. Dia tidak takut walau sendiri.
Ya, Saqila masih belum tidur sedari semalam. setelah mengetahui bahwa hari ini adalah hari persidangannya dengan Dewa di Pengadilan Agama.
Saqila mengelus nisan Nada dengan lembut, mungkin semesta juga ikut kebingungan saat pagi seperti ini.
Saqila sudah datang sambil membawa bunga mawar yang sudah dipisahkan dari tangkai oleh penjual di area depan pemakaman.
"Aku sadar Mbak, selama ini memang aku sangat jahat kepada Mbak Nada," Saqila terus berbicara sendiri.
Sembari mengusap air mata dengan kerudung yang hanya dia kenakan dengan tidak rapi---sekadar menutupi bagian kepala.
"Walau ini telat, aku mau meminta maaf kepadamu. Atas segala kesalahanku dulu, karma itu memang ada Mbak. Aku sudah mendapatkannya," sambung Nada lagi.
Ya, Dewa dan Saqila sudah mendapatkan karma dari hasil hubungan gelapnya selama ini. Walau karmanya itu tidak sebanding apa yang dirasakan oleh Nada dulu.
Luka mereka tidak separah luka Nada yang harus merelakan suaminya dijamah oleh perempuan lain. Saat dia benar-benar percaya kalau Dewa tidak akan mendua.
Mungkin, jika Nada masih hidup. Dia juga akan belajar, bahwa tidak ada satu percaya yang dibutuhkan dalam rumah tangga. Melainkan dua.
"Biarkan Mbak, biarkan Mas Dewa datang ke pengadilan sendiri sekarang.
Aku tidak akan datang ke sana, supaya aku benar-benar berpisah dengan Mas Dewa, Mbak." Ucap Saqila dengan lirih.
Seakan-akan dia takut daun yang diterpa angin akan mendengar, serta dua merpati yang sedang di atas pohon takut kalau menguping.
Setelah melakukan obrolan dengan nisan Nada. Saqila memberikan doa, sebagai buah tangan untuk dia di atas sana.
---
"Pengadilan Agama memutuskan dengan ini, Sadewa Jingga Oktavian resmi bukan menjadi suami dari Saqila."
Suara hakim itu tergiang di kepala Dewa, dia baru saja selesai melakukan sidang terakhir dalam perceraiannya dengan Saqila.
Penjatuhan keputusan dilakukan oleh hakim, karena Saqila tidak hadir. Untuk mendengarkan penjatuhan talak langsung dari mulut Dewa.
Saat ini Dewa sedang berada di kursi antrean---untuk mengambil akta cerai. Hari ini juga Dewa resmi menjadi seorang duda dengan satu anak.
S E L E S A I
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Sacred Marriage [Dewasa]
Ficción GeneralVOTE DULU SETELAH BACA! FOLLOW JUGA! Judul sebelumnya: Pendengar Baru Itu Ternyata Simpanan Suamiku Fernada Rima Ariani terkejut ketika nama suaminya disebut oleh pendengar baru di radio tempatnya bekerja. Walau dia hanya menyebutkan nama; Sadewa. T...