Ini sungguh anakku?
Batin Dewa ketika sudah di depan seorang bayi---berjenis kelamin perempuan. Dengan kertas bertuliskan nama Saqila yang melingkar di tangan kanan kecilnya itu.
Dewa tidak melihat kemiripan dengan dirinya di sana. Ya, memang kebanyakan anak perempuan itu wajahnya hampir mirip dengan ayahnya. Begitu pula sebaliknya. Tetapi itu tidak bisa menjamin sifatnya akan kembar---sama percis dengan kedua orangtuanya.
Walau memang ada satu atau dua sifat yang masih ikut dalam kehidupan si anak ke depan.
Dewa mengangkat bayi perempuan yang diletakan pada inkubator itu ke dalam pelukannya. Dia masih terus memandangi dengan tatapan pernuh tanya.
Ragu-ragu, dia mulai mengumandangkan azan. Tidak terasa air matanya menetes seraya lantunan azan itu memenuhi ruangan bayi. Dewa membisikan di telinga kanan sang anak.
Ketika selesai, seorang perawat datang, mendekat ke arah Dewa. "Bapak Dewa?"
"Ya?" Jawab Dewa santun sambil masih menggendong bayinya dengan penuh hati-hati, mengingat bayi ini lahir belum waktunya---prematur.
"Bapak sudah mencoba metode kanguru belum? Atau tadi sudah bertemu perawat lain?" Perawat laki-laki itu bertanya dengan nada pelan. Takut bayi lain menangis.
Dewa memang tadi bertemu dengan perawat perempuan, dia yang membukakan pintu ruang bayi ini. Tetapi perempuan itu tidak menyuruh Dewa untuk melakukan metode kanguru.
"Metode kanguru itu seperti apa, Mas?" Dewa masih sedikit kebingungan.
"Metode kanguru itu bertemunya kulit sang bayi dengan kulit kedua orangtuanya. Tadi Ibu Saqila, sebelum Pak Dewa sampai sudah melakukannya." Jelas laki-laki itu.
"Masa iya saya harus telanjang di sini?" Dewa mengangkat satu alisnya.
Seketika laki-laki ini tersenyum, menahan tawa. "Tidak harus sampai telanjang bulat, Pak. Cuma bagian atas saja yang dilepas, mari saya tunjukan ruangannya."
Perawat itu lebih dahulu berjalan ke depan, ke sebuah pintu berwarna merah muda. Ternyata di balik itu ada ruang untuk metode kanguru ini. Khusus bayi-bayi yang terlahir prematur.
Dewa dan laki-laki itu sudah masuk ke dalam bilik ini, "sini, bayinya biar saya gendong dulu. Bapak buka baju, setelahnya berbaring ya. Biar saya buka baju bayinya.
Di sini memang suhunya dibikin hangat, Pak. Tidak seperti di luar ruangan," sambung perawat itu sambil mengambil bayi---anak Saqila.
Dewa menurut, dia mulai membuka kausnya. Kemudian berbaring di atas kasur rumah sakit. Sedangkan perawat laki-laki itu juga mulai melepaskan bedong sekaligus baju bayinya.
Setelah selesai---bayi itu benar-benar tidak ada kain yang menutupi. Perawat itu meletakannya di atas dada Dewa dengan posisi telungkup.
"Bapak saya kasih waktu sekitar sepuluh menit ya, silakan berinteraksi. Peluk dia, beri dede bayinya kasih sayang untuk awal kali. Saya tunggu di luar ya."
Perawat itu membungkuk, kemudian keluar dari ruangan ini. Hanya tinggal Dewa dan sang anak. Dewa mulai menatap ke arah bayi perempuan itu, dia merasakan satu tangan kecil memegang dadanya.
Hangat, itulah yang dirasakan oleh Dewa pertama kali. Saat bersentuhan kulit dengan kulit bersama bayi kecil yang berada di dadanya sekarang.
"Halo, Nak." Ucap Dewa sedikit berbisik, dia tidak mau menganggu bayi itu tidur.
"Ini, Ayah. Ayah bangga sekali punya kamu dan tahu kamu lahir di dunia," Dewa mengelus tangan kecil itu dengan jari telunjuk kanan.
"Nak, tolong yakinkan Ayah. Kalau memang kamu ini anak kandung Ayah ya. Karena Ayah memang sangat mencintaimu," ucap Dewa lagi, sambil terus mengelus bayi perempuan yang belum diberi nama.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Sacred Marriage [Dewasa]
General FictionVOTE DULU SETELAH BACA! FOLLOW JUGA! Judul sebelumnya: Pendengar Baru Itu Ternyata Simpanan Suamiku Fernada Rima Ariani terkejut ketika nama suaminya disebut oleh pendengar baru di radio tempatnya bekerja. Walau dia hanya menyebutkan nama; Sadewa. T...