14. Hanya Mie, Nasi, Ayam Goreng Bumbu Kelapa

31 8 0
                                    

Setelah menghabiskan Minggu bersama Lia saat Matahari telah tenggelam dengan berganti malam yang pekat, Johan memutuskan untuk pulang. Setelah mengantarkan Lia pulang dengan selamat, juga membersihkan diri dengan tampilan yang jauh lebih segar setelah keluar kamar, Johan menghampiri Ayah dan Bunda dengan mangkok mie ditangannya. Aroma semerbak soto mie yang membuat Ayah langsung menoleh kearahnya.

"Wihh kayanya enak tuhh." Ayah menggodanya.

"Apa nggak liat, tuhh ayam goreng sama bumbu kelapanya?" Johan jelas jelas tidak ingin membagi mienya dengan Ayahnya. Karna Johan paham betul, Ayahnya itu akan menghabiskan mienya. Seperti yang sudah sudah.

"Kentara sekali kau begitu pelit anak muda." Ayah mencebik.

"Biarin supaya bisa lebih kaya dari Ayah. Wlee" Johan memeletkan lidahnya.

"Johan nggak boleh gitu, sayang." Bunda menegurnya dengan lembut.

"Sayang banget Ayah sama Bunda." Ayah mengusap kepala Bunda lembut. Tentu saja hal itu membuat Johan jengah.

"Untung aja lagi didepan meja makan, kalo enggak udah muntah duluan." Johan tanpa tau sopan santun berujar seperti itu.

"Aduhh mulutnya minta digaplok pake ratusan dolar yahh." Ayah meraup wajah Johan dengan gemas dan menoyor kepala anak laki laki nya itu dengan gerak yang sedikit kasar.

"Johan." Bunda lagi lagi berujar lembut, saking lembutnya Haezra selalu bilang kalau sahabatnya itu main kerumah.

"Lo mau nggak jadi anak tiri gue, Joh?"

Jelas saja Johan langsung memukulnya tanpa ampun.

Johan tidak tega jika harus membantah omongan Bunda. Jadi dia memilih untuk mengunyah mulutnya yang penuh dengan mie.

"Gimana? Udah kau jadikan Lia itu kekasihmu?" nada bicara Ayah seperti orang Korea aja. Dan entah kenapa, Johan langsung teringat dengan Haezra.

"Belum. Johan masih nunggu Lia nyaman dulu sama Johan." ujar Johan menjawab pertanyaan Ayah.

"Harusnya kalo kamu suka sama Lia, kamu langsung aja tuhh mengutarakan perrasaan kamu sama Lia kalo perlu pas lagi upacara." Bunda menyarankan.

Johan berpikir keras.

"Johan masih takut Reno ngelakuin hal hal aneh lagi Bun. Yah." Johan mengutarakan perrasaannya yang khawatir bukan main.

"Alahh Johan. Kamu terlalu baik. Apa yang pernah Ayah bilang sama kamu dikamar kamu waktu itu?" Johan sedikit berpikir. "Dalam hidup egois itu terkadang perlu untuk kebahagian kita sendiri. Enggak selamanya kamu bisa mengalah dan menyerah gitu aja, dalam memperjuangkan sesuatu. Kalo kamu gampang nyerah dan pasrah dalam keadaan, gimana kamu bisa capai kebahagian kamu dengan mudah?"

Johan terdiam dalam kegamangan yang menghanyutkan. Kata kata yang Ayah keluarkan membuatnya terjebak dalam oase labirin panjang yang membingungkan. Johan seolah olah tenggelam bersama sang surya yang telah lama menghilang digantikan bulan yang bersinar diatas langit malam. Johan melamun, namun lamuannya buyar ketika Bunda mengambil sendok dalam mangkok mienya, Bunda menyirami nasi dalam piringnya dengan kuah mie rasa soto yang Johan buat.

"Apa perlu Bunda sama Ayah juga turun tangan, buat hubungan kamu sama Lia?" Bunda bertanya setelah kegiatannya memindahkan  kuah soto kedalam piring nasi selesai.

"Enggak lah Bun. Pengecut banget, Johan kalo kaya gitu. Johan usahain dehh, buat cepet jadiin Lia pacar." Johan kembali menyantap mienya.

"Bunda sama Ayah nggak nuntut kamu buat jadiin Lia pacar kamu, cukup kamu jagain Lia, perhatiin Lia, jangan lukain Lia. Bunda udah seneng. Apalagi kalo sampe kebeneran kamu jadiin Lia mantu Bunda. Bunda pasti bakalan seneng, kamu dapatin Lia. Tapi Bunda cuma pesen, jangan lukain perempuan karna sama aja kalo kamu ngelukain perempuan kamu nggak pernah ngehormatin Bunda. Ngerti?" Johan mengangguk dengan gerak yang lembut, dia meraih handphone disampingnya, dan mengetikkan sesuatu pada salah satu kontak yang sangat dia sayangi selain Bunda.

Lia🎁

Bunda mau ktemu ktany

Kpn?

Rabu bisa?

Butuh hingga mie dalam mangkok yang tengah dia makan makanannya, sampai habis untuk menunggu balasan dari Lia.

Apakah Lia tertidur?

Lia?

Iya aku bisa

Johan bernafas lega, dia kesenengan bukan main. Kalau tidak dihadapan Bunda dan Ayah dia pasti sudah jingkrak jingkrak tidak jelas. Tapi sekarang bukan waktunya untuk jingkrak jingkrak jadi dia hanya senyum senyum sendiri.

Soal emotikon kotak hadiah dibelakang nama Lia, adalah sebuah gambaran yang Johan ciptakan.

Emotikon kotak hadiah itu dia umpamakan sebagai sesuatu yang Johan banggakan. Johan menganggap, Lia adalah sesuatu hadiah yang Tuhan kirimkan untuknya. Hadiah yang besar yang harus dia jaga sepenuh hati dan dia jaga dari kalangan penjahat yang mau mengambil hadiah dari Tuhan.

Makanannya sudah tinggal kuahnya saja, tapi Ayah dan Bunda masih berkutat dengan nasi dipiring mereka masing-masing. Joham berjalan kearah wastafel untuk mencuci piring dan panci yang baru saja dia gunakan untuk memasak mie.

Tidak ada yang spesial dimeja makan itu, hanya ada Mie, Nasi, Ayam dan air putih dingin didalam teko transparan milik Bunda. Yang spesial bukanlah makanannya, tapi yang spesial itu adalah kehangatan yang tercipta dilingkaran meja bundar itu. Kehangatan usapan lembut Bunda saat dia tersedak. Gelak tawa Ayah. Perdebatan kecil antara Johan dan Ayah. Hingga Bunda yang menjadi penengah. Semuanya tentang rumah ini akan selalu Johan ingat sampai kapanpun, rumah berlantai dua dengan cat putih didalam dan cat cream diluar membuat Johan enggan jauh jauh dari rumah ini. Rumah dengan kehangatan yang selalu tercipta didalamnya. Rumah yang enggan dia tinggal walau hanya sebentar. Jika Johan pergi, lima atau enam jam setelahnya dia akan segera kembali. Karna Johan tidak betah jika harus berkeliyaran diluar rumah dan meninggalkan rumah penuh kehangatan ini.

Sekali lagi tidak ada yang spesial dimeja makan itu.

Hanya Mie, Nasi, Ayam Goreng Bumbu Kelapa.















Break sebentar!!

Dipertengahan cerita akan ada sesuatu yang bakal kalian suka.

Vote dan komennya jangan lupa yahh, chagiya

Kamsahamida.

-31 Oktober 2021-

{1} Penyesalan | Lee Jeno✔ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang