Jam istirahat sudah mengema diseluruh kawasan SMA Garuda. Johan yang tengah memasukkan buku-bukunya langsung terganggu saat mendengar teriakkan Moa yang seperti toa, bukan Cuma berisik tapi juga tidak enak didengar. Setelah Karina pergi menuju kantin, Haezra langsung menarik tangannya yang hendak bangkit.
"Apaan?" tanya Johan sambil duduk kembali.
"Ada yang mau gue omongin." Ujar Haezra dengan nada yang serius. Kalau Hazera sudah dalam raut wajah serius seperti ini sudah pasti apa yang akan dibicarakan sangat penting. "Ikut gue ke lab komputer, disana udah ada Jaidan, Calva, sama Jafian."
Johan hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Haezra yang membawanya berjalan kearah lab komputer. Benar saja apa yang dikatakan Haezra, disana sudah ada teman-temannya yang mungkin ada yang berbeda usia darinya. Jaidan dan Calva mereka adalaha anak sepuluh yang kebetulan dekat dengan Johan dan Haezra karna perkenalan bang Kavi.
Saat Johan mendekat, sama sekali tidak ada bau minyak telon yang biasanya Jaidan pakai. Laki-laki itu nampak sangat cool dengan setelan ala-ala badboy seperti Johan dan yang lainnya. Seperti yang diduga, Calva yang notabennya adalah anak game kaya Haezra. Sekarang Calva sedang bermain komputer didepannya.
"Lo mau ngomong apaan sihh, Zra?" tanya Johan langsung. Bukan jawaban dari Haezra yang dia dapat, melainkan sebuah flashdick dari Jaidan.
"Gue udah dapet rekaman yang lo mau Bang." Ujar Jaidan.
"Thanks." Jaidan hanya berdehem untuk itu, dia memfokuskan atensinya kembali pada komputer Calva yang tengah memperlihatkan semua rekaman CCTV yang berhasil mereka retas dari malam kemarin. "Lo mau ngomong apaan, Zra? Gue tanya daritadi!"
"Lo ngerasa ada yang aneh nggak sihh?" Haezra menoleh kearah Johan yang baru saja meninggikan suaranya.
"Aneh apaan maksud lo?" Johan mengkerutkan dahinya.
"Saat dimana kita tempur sama The Bellond'z, Reno nggak ada dikawasan kita. Tapi anehnya, dia babak belur meskipun nggak ikut tempur. Dan disaat yang bersamaan setelah itu, kita balik ke basecamp Reno dua jam kemudian baru dateng." Jelas Haezra.
"Terus maksud lo, Reno ikut tempur tapi di The Bellond'z bukan di The Cezanne? Yahh nggak mungkinlahh." Johan tidak pernah mudah percaya begitu saja.
"Tapi Bang. Waktu tempur sama The Bellond'z, gue sempet nusuk dilengan kanan sama dibagian paha. Dan pas Bang Reno balik ke basecamp dia terluka dibagian lengan kanan dan paha, pas banget sama apa yang udah jadi target gue buat nusukin pisau yang ada ditangan gue." Jaidan menatap Johan dengan sorot mata serius.
" 'Ada anak kelas sepuluh yang nusuk lengan sama paha gue.' Itu yang diomongin sama Reno pas ditanya sama Bang Jeffery. gimana dia tau kalo yang nusuk anak kelas sepuluh? Sedangkan lo tau kalo anak The Bellond'z kebanyakkan anak kelas sembilan sama kelas dua belas." Jafian juga ikut nimbrung.
"Ditambah lagi sama kalung yang dipake Bang Reno. Kalung itu berbandul Pedang yang dililit sama naga. Dan pas ditanya, 'Kenapa lo pake kalung kaya gitu?' sama Bang Dovandi. Bang Reno bilang, Gue narik kalung mereka pas nolongin cewek digang sempit.' Padahal The Bellond'z punya basecamp digang sempit, mana mungkin ada cewek yang berani kalo masuk gang itu kalo nggak ada niatan buat orang itu masuk ke The Bellond'z?" Calva mengalihkan netranya pada Johan yang sepertiya tengah berpikir keras.
"Tapi kita nggak bisa nuduh gitu aja tanpa bukti. Mungkin emang iya apa yang lo semua tuduhin itu benar, tapi kalo nggak apa kita masih punya muka didepan Bang Kavi karna udah nuduh sesuatu yang Cuma sebatas pemikiran ilusi?" Johan berujar tenang.
"Anjingg!!" umpat Calva saat CCTV dibagian loker menunjukkan Reno tengah mengendap-ngendap kearah loker yang bukan miliknya, dan ternyata itu adalah loker milik Johan yang berisi semua baju olahraga dan sepatu futsal dan buku-buku nggak penting.
"Kenapa sihh lo?" tanya Haezra.
"Liat nihh, si Anjing Reno ngapain diloker lo Bang?" Calva mengalihkan pandangannya kearah Johan yang perlahan mendekat dan melihat Reno tengah memasukkan sebuah kotak berwarna hitam yang seirama dengan rambut Reno saat ini.
"Gue yakin sihh, Reno pasti naruh sesuatu yang kiranya nggak pernah dia pinjem sama lo." Haezra berasumsi.
"Anjirr anjirr, gelang yang dipake Reno! Sialan!" Jafian ikut mengumpat saat melihat sebuah gelang hitam dengan perpaduan warna merah yang menyala dikegelapan. "Itu gelang yang biasa dipake sama anggota The Bellond'z." Jafian meremas senderan kursi dengan gerak gemas.
"Lo lebih baik kesana Bang. Tapi lo nggak boleh emosi, lo harus tenang." Ujar Jaidan yang melihat Johan sudah mengeraskan rahangnya, ditambah dengan otot-otot pada lengannya yang menonjol membuatnya sangat kentara bahwa Johan tengah emosi dan marah.
Setelah keluar dan berjalan dengan santai menuju loker hanya untuk berpura-pura mengambil buku buluk pelajaran matematika, Johan membuka lokernya. Dan benar saja, ada kotak hitam didalam sana.
Johan menoleh kekanan dan kekiri, dan tidak mendapati satupun orang disana. Dia langsung membukanya, mengambil sebuah lipatan kertas dari dalam sana.
Anak tidak tau diri! Anak yang membunuh ibunya sendiri!
Tulisan berwarna merah dikertas putih yang terlipat rapih itu membuat Johan tersenyum miring. Bukankah Bunda terbunuh karna tabrak lari, bukan karna dibunuh olehnya? Yang menulis kertas ini benar-benar bodoh! Dia tidak tau apa-apa tapi mencoba mengerti situasi yang tidak pernah sekalipun dia alami.
****
Johan menghentikan laju moornya tepat saat motornya sudah sampai dikediaman rumah Lia. Yahh saat ini dia mengantarkan Lia dengan menggunakan motor baru pemberian Ayah. Saat dia membuka helm yang dia kenakkan untuk melindungi kepalanya, netranya menangkap sebuah mobil hitam yang langsung membuatnya tak berkutik ditempat.
Lia yang melihat Johan sama sekali tidak berkutik sambil melihat mobil didepannya, langsung berujar. "Mobil baru Papa bagus yahh." Lia tersenyum manis.
"Mobil Papa?" tanya Johan. Lia langsung mengangguk cepat dengan senyum manis yang perempuan itu punya.
Ini mungkin mobil yang baru Papa beli beberapa hari yang lalu.
"Kapan Papa beli mobil itu?" Johan menunjuuk mobil yang ada didepannya.
"Papa beli satu bulan yang lalu, cash no utang-utang." Lia masih mempertahankan senyumnya.
Johan sekuat mungkin tidak marah didepan Lia. Laki-laki itu hanya mengcengkram kuat-kuat setir hingga otot-ototnya muncul dipermukaan kulitnya yang putih. Dia langsung memakai kembali helm yang dia taruh diatas tangki motor, menyalakan motornya dan melesat keluar dari kawasan rumah Lia.
"Johan kamu mau kemana?!! Johan! Johan! JOHANN!!" Lia berusaha sekuat mungkin berteriak, hingga perlahan tapi pasti kepalanya mulai memberat. Seperti memikul beban yang terlalu banyak diatas kepalanya yang berdenyut nyeri bukan main, hingga pada akhirnya dia ambruk dengan semua penglihatan yang sempurna mengelap.
Sedangkan diatas motor yang tengah dia kemudikan, Johan meraung keras-keras membuat orang-orang yang mendengar raungannya berteriak tidak jelas yang hanya denging panjang diindera pendengaran Johan.
Orang yang sangat dia cintai, sangat dia sayangi, yang selalu dia jaga hanyalah anak dari seorang pembunuh yang ulung. Ternyata Papa yang sudah membunuh Bunda. Ahkk! Rasanya sebutan Papa itu tidak pernah pantas untuk seseorang yang sudah membunuh Permata berharga dihidupnya. Persetan dengan Cinta pada anaknya! Johan sampai buta kalau Lia adalah anak dari seorang pembunuh Bunda!
Belum sempat luka yang Bunda ciptakan saat dia pergi, sekarang Johan harus mendapatkan luka lama yang tidak bisa dia tahan kuat-kuat.
Ini yang Johan takutkan ketika mencintai seseorang, terluka karna terlalu percaya dan buta dengan kasih sayang yang sebenarnya palsu dan tidak pernah ada sama sekali. Mengapa hari ini semuanya begitu mengecewakan?!! Diawali dengan kebohongan Reno hingga berakhir dengan Lia yang ternyata anak dari seorang pembunuh Bunda!!
Persetan dengan kepercayaan! Semuanya Mengecewakan!
Break Sebentar!!
Nanti aku jelasin The Cezanne sama The Bellond'z dichapter selanjutnya yahh...
Vote dan komennya jangan lupa
Makasihh<3
KAMU SEDANG MEMBACA
{1} Penyesalan | Lee Jeno✔ [REVISI]
أدب الهواة"Apa yang bisa dilakukan pengagum, selain meratapi sebuah rasa yang meranum?" -Lia "Seberapa pun bosannya lo hidup, gue harap lo nggak pernah ninggalin gue, Li." -Johan tentang sebuah rasa yang tak akan berbalas dengan rasa kembali. Juga tentang pen...