Yehan menatap pantulan cermin di depannya yang sekarang tengah memperlihatkan bagaimana kantung mata itu dengan jelas melingkar di bawah indera penglihatannya. Yehan bisa dengan jelas tahu dan mengerti kalau Jaidan memang ada masalah, kurang lebih satu tahun ini. Dia menoleh kearah sudut di samping lemarinya, menatap sebuah bingkai foto di mana Lia tersenyum bersama semua teman-temannya. Yehan memaksakan diri untuk tersenyum, meskipun Dia tidak pernah baik-baik saja setelah Lia pergi.
Di sini, di langit kota Jakarta Selatan ini, mereka bertemu dan bersahabat untuk waktu yang lama. Yehan masih ingat betul bagaimana Lia mengajaknya berbicara terlebih dahulu, Lia yang pertama kali menemaninya di saat Heldan meninggalkannya karna bertemu teman baru, padahal Mama menyuruh Heldan untuk tetap di samping Yehan, tapi saudara kembarnya itu malah meninggalkannya.
"Kamu Yehan 'kan? Aku Lia." Yehan kecil mendongak menatap gadis kecil seumuran dengannya yang mengulurkan telapak tangan kecil kearahnya. Yehan hanya menunduk, dia memang susah untuk beradaptasi. Tapi Lia langsung duduk di sebelahnya, mereka duduk berdua di salah satu kursi kantin dengan Lia yang membuka kotak bekalnya. "Kamu mau? Mama nyuluh aku buat bagi sama temen aku."
"Tapi aku bukan temen kamu. Kamu lebih deket sama Naila." Yehan membuka kotak bekalnya sendiri dan melahap sandwich buatan sang Mama.
"Aku juga mau temenan sama kamu. Kamu kembalan Heldan 'kan?"
Yehan terkekeh saat mengingat bagaimana Lia mendekatinya dulu, Lia memang cadel, Ia tidak bisa mengatakan huruf 'r' dengan benar saat itu. Dan lebih parahnya lagi Lia juga saat itu ingin dekat dengan Heldan. Yehan tertawa kecil saat mengingat bagaimana Lia mengatakan kalau dia menyukai Heldan saat itu.
Yehan tidak bisa memungkiri kalau dia menatap kagum pemikiran Lia saat itu, padahal mereka masih kelas satu Sekolah Dasar tapi Lia sudah mengerti bagaimana mengambil hati orang. Dia mengajak Yehan berteman, sekaligus mendapatkan Heldan juga jadi temannya. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Itu ibarat yang cocok untuk Lia. Dan Heldan juga pernah menyukai Lia saat mereka kelas 6, tapi itu setahu Yehan, kalau tidak salah Heldan pernah bertanya tentang Lia saat kelas 1 SD tepat setelah Lia menjadi temannya.
Yehan heran bagaimana mungkin Lia menyukai Heldan yang norak dan pecicilan sangat sama dengan Haezra. Tapi Lia juga mebyukai Hekdan sampai kelas 3 SD saja, karna saat libur kenaikkan kelas 4, Lia bertemu dengan seorang pria kecil yang dia sukai sampai saat ini. Iya Johan jawabannya. Maka dari itu, Lia selalu mendekati Johan meskipun Johan acuh dengannya. Yehan sudah mengingatkan bahakn menyarankan untuk Lia menyukai Reno saja, tapi Lia tidak pernah dengar.
Yehan diam, saat melihat bando putih pemberian Lia saat mereka lulusan Sekolah Menengah Pertama, kurang lebih empat tahun yang lalu. Yehan memutuskan untuk memakainya, Dia kembali teraenyum saar menatap pantulan dirinya di cermin. Setelah memastikan tidak ada yang ketinggalan, dia keluar dari kamar.
Saat dia turun kelantai dasar, apa yang dia dapati? Heldan dengan celana hulk kolornya yang di padukan dengan kaos partai perindo, ahh jangan lupakan kalau wajahnya sangat menyebalkan. Heldan baru bangun tidur.
"Gue pergi."
Heldan langsung menoleh kearahnya dengan mata yang membulat. "Mau kemana Lo?!"
"Biasa aja sihh nggak usah ngegas!!" Yehan menendang kecil kaki saudaranya itu, yang berhasil membuatnya mengadu. "Gue mau pergi ke cafe, daripada lo kerjaannya molor mulu! Cari cewek kek sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
{1} Penyesalan | Lee Jeno✔ [REVISI]
Fanfiction"Apa yang bisa dilakukan pengagum, selain meratapi sebuah rasa yang meranum?" -Lia "Seberapa pun bosannya lo hidup, gue harap lo nggak pernah ninggalin gue, Li." -Johan tentang sebuah rasa yang tak akan berbalas dengan rasa kembali. Juga tentang pen...