13 - Keraguan

866 166 40
                                    

Doakan semoga idenya ndak ngumpet². Lancar terus ngiburnya.
Dan semoga diberi kesehatan semua keluarga dan temen² readers.
Jangan lupa Al-Kahfi ya.
Allahumma Sholli 'Alaa Muhammad
💚
-----------------

"Faqih punya masa lalu bagaimana toh, Nduk?"

Kyai Maksum mengajukan pertanyaan pada Ning Zubda siang itu, saat dia dan suaminya sowan ke Pesantren Al-Falah. Terang saja Ning Zubda melempar pandang pada lelaki yang ikut duduk di samping mbah akungnya itu. Lelaki itu nampak mengangkat alis, ikut bertanya padanya.

"Masa lalu, Mbah? Masa lalu apa?"

"Lah piye? Kok malah balik tanya. Kemarin adekmu itu mengajukan pertanyaan masalah masa lalunya. Masa lalu yang bagaimana, yang pengen mbah tahu itu."

"Waduh, Zubda ndak ngerti juga, Mbah. Faqih jarang cerita sama Zubda sejak berangkat ke Mesir."

"Apa iya, adekmu bikin yang aneh-aneh?"

"Astaghfirullah, Bah! Faqih dari kecil di sini, sampe tsanawiyah. Aliyahnya di Tebuireng. Habis itu langsung ke Mesir. Aneh-aneh piye toh Abah iki?" Nyai Hasanah sedikit tak suka dengan pikiran sang suami.

"Nanti Zubda coba tanyakan. Memangnya Faqih nanya bagaimana kemarin?"

"Tanya mbahtimu itu! Mbahkung mau ke masjid dulu."

Kyai Maksum beranjak dari duduknya, diikuti oleh suami Ning Zubda yang juga akan melaksanakan jamaah dzuhur. Ning Zubda langsung merubah posisi duduknya. Mendekat pada Nyai Hasanah.

"Gimana, Mbahti?" tanyanya sambil menggenggam tangan Nyai Hasanan.

"H-h, embuh. Faqih itu cuma tanya bagaimana pendapat Nuri mengenai masa lalunya."

"Jadi namanya, Nuri?"

Nyai Hasanah mengangguk.

"Emh, terus?"

"Yah, embuh, masa lalu sing piye, ndak ngerti. Wes, anak-anak jaman sekarang la kok aneh-aneh. Pakai tanya-tanya segala. Kalau dulu pertanyaannya cuma mau opo ndak?"

Ning Zubda tersenyum. Adik lelakinya itu memang butuh dikorek. Kyai Maksum yang biasanya selalu santai ngadepin kenakalan para santri, bisa secemas itu mendengar pertanyaan Gus Faqih kemarin. Artinya memang ada yang tidak beres dengan masa lalu Gus Faqih.

Laila bukan tak sengaja mencuri dengar. Akan tetapi tugasnya yang sejak tadi mencoba menidurkan Humairo di ruang tengah, membuatnya harus mendengar semua percakapan itu. Mungkinkah ada masalah dengan acara kemarin? Pantas saja Kyai Maksum terlihat kurang tenang sejak pulang dari sana.

****

"Faqih mau keluar dulu, Mi!"

Gus Faqih mengulurkan tangan ke depan Nyai Zainab berniat untuk mencium tangannya karena hendak keluar. Nyai Zainab sedikit mendelik menatap Gus Faqih sambil lalu menyambut tangan Gus Faqih. Pria berperawakan tinggi itu memasang wajah sok imut di depan sang umi.

PLAKH ...!

"Au ...!" Gus Faqih langsung meringis sambil mengelus-elus lengannya yang terkena keplak Nyai Zainab.

"Bukannya ngasih tahu hasil istikhoro, ini malah jalan-jalan ndak jelas!"

"Faqih mau ketemu temen-temen dari Mesir, Mi. Kemarin sudah dicancel. Masa sekarang urung lagi?"

Gus Faqih memang berbadan sedikit besar. Namun jika di depan sang umi, dia tetaplah anak kecil yang masih suka minta dimanja. Seperti hari ini, dia masih harus merayu uminya dengan memasang tampang memelas agar diperbolehkan keluar.

Rindu itu Hujan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang