Mohon maaf baru sempet post. Karena saya baru sembuh dari sakit. Mohon doanya agar cepat pulih ya .. 🙏🏻
-----------------
"Gimana? Sudah pas?” tanya Kyai Mushab di sela-sela sarapan.
Gus Faqih menghentikan kunyahannya. Ia belum bisa memberikan jawaban. Istikhoro yang dia lakukan pun sepertinya belum berpihak padanya.
“Ndak enak kalau membuat Kyai Makruf terlalu lama menunggu, Le! Kalau kamu memang mau, ya ... segera dijawab. Kalau ndak, ya juga bilang. Jangan diem!” Nyai Zainab menimpali.
“Enggeh, Mi! Nanti Faqih kasih jawaban, insyaallah.”
“Nanti kapan?” kejar Nyai Zainab.
“Insyaallah dua hari lagi.”
“Atau masih ada yang kamu tunggu?”
Laki-laki paruh baya di depannya bertanya lagi. Kali ini tanpa menatapnya.
“Hasil istikhoro Faqih belum keluar.”“Hallah, kayak ujian aja kamu, Le! Pakek belum keluar segala hasilnya.”
Gus Faqih dan sang abah tersenyum mendengar ucapan satu-satunya wanita di meja makan pagi ini.
***
Sepanjang perjalanan menuju Pesantren At-Taufiq, Gus Faqih banyak bercerita dengan Abdul. Bahkan kadang mereka mengurai tawa bersama hanya karena cerita Abdul yang konyol. Hingga ponsel di tangannya bergetar. Ada sebuah pesan masuk di layar hijau.
[Assalamu’alaikum, ini Nuri. Besok lusa akan ada acara pernikahan di rumah sepupu Nuri. Mas Faqih ada waktu buat ikut? Sama keluarga juga.]
Gus Faqih tampak ragu untuk menjawabnya. Ia melempar pandangan ke sisi jalan, sebelum akhirnya mengetikkan balasan untuk Nuri.
[Wa’alaikumsalam, mohon maaf. Sepertinya ndak bisa, karena saya juga ada acara lusa.]
***
Nuri menunjukkan balasan Gus Faqih pada Sarah dengan menutup nama dan gambar profil di atasnya. Dia bukannya sedih mendapat balasan yang seperti itu, senyumnya malah merekah. Berbeda dengan Sarah yang mulai memanyunkan bibirnya. Hilang sudah harapannya ingin tahu calon dari sepupunya itu.
[Mohon maaf, Ning. Apa ini permintaan Pak Yai?]
Sebuah pesan masuk lagi dari Gus Faqih, cepat Nuri menjawabnya sebelum Sarah tahu bahwa percakapan itu nyatanya masih berlanjut. Karena dia takkan menghubungi Gus Faqih lebih dulu jika bukan karena paksaan Sarah.
[Bukan, Nuri iseng aja tanya.]
Tak ada balasan lagi. Padahal Nuri berharap masih akan ada balasan lagi dari Gus Faqih. Meski hanya sekedar berpamitan.
Namun hatinya sudah begitu mantap saat ini. Karena dengan begitu, ia bisa menilai karakter Gus Faqih yang tidak gampang berlama-lama chat dengan lawan jenis meski mereka sedang menjalani masa taaruf. Karena biasanya, orang-orang banyak yang salah kaprah dengan menjalani masa taaruf ini.
Banyak di antara mereka yang mengaku sedang menjalani taaruf dengan intens chat-an, atau bahkan ketemuan di luar rumah, meski tidak hanya berdua saja. Karena menurut pengertian mereka, taaruf itu adalah masa untuk saling mengenal satu sama lain. Diawali dengan chat pertanyaan basa-basi, hingga berujung pada perhatian yang pada akhirnya tanpa sadar mereka telah nyaman dalam kemaksiatan terselubung.
“Kamu sendiri, bagaimana caranya memantapkan hati untuk menikah, Sarah?”
“Permintaan dan restu dari orang tua.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu itu Hujan [END]
Fiksi Remaja"Dalam kehidupan, rasa rindu, sedih, kecewa, dan juga terluka itu sama seperti hujan. Meski banyak orang yang tak menyukainya, sebenarnya hal itu adalah rahmat dari Allah. Nah, jika kita menyadari rahmat itu, maka kita pasti akan menikmati apa yang...