𝟑𝟔

449 116 3
                                    


























❝ weight on your shoulders ❞

























[ m.name ] menetap di posisinya yang terasa seperti selamanya.

ia tak bisa melihat apa-apa, ia tak bisa merasakan apa-apa.

kehadiran desa yang hangat kembali terasa seperti saat hari penyerangan, dingin.

ia kehilangan mereka, keluarga keduanya.

ia kehilangan mereka lagi.

ia tak bisa merasakan kehadiran eri atau neneknya, dimana mereka?

semuanya tampak kabur, ia tersandung dan perlahan kehilangan darah yang semakin membebaninya.

ia tertarih-tatih ke tempat yang diingatnya, rumah, [ m.name ] membanting pintu hingga terbuka.

"eri? nenek!" panggil [ m.name ] yang tidak menerima jawaban dari mereka.

ia mendengarkan secermat mungkin, tidak ada derit papan lantai atau retak perapian.

keheningan, sesuatu yang telah ia benci selama beberapa tahun terakhir.

apa para pahlawan menyerang kemari setelah [ m.name ] dan yang lain pergi? itu dapat menjadi satu-satunya kemungkinan.

ia jatuh ke lantai setelah merasakan denyut sentak rasa sakit yang membuatnya merasa pusing.

apa gunanya semua ini, semua yang telah ia lakukan? semuanya berakhir sama.

semuanya diambil dari dirinya lagi, apa ia tidak diizinkan untuk memiliki keluarga sejak awal?

"maaf, ibu, ayah, akai, jupiter. aku mengecewakan semuanya lagi." bisik [ m.name ] dengan mata yang memanas karena kebutaan dan keinginan untuk menangis.

[ m.name ] tidak ingat kapan terakhir kali ia menangis.

ia tidak pernah punya alasan untuk itu karena telah mengalami rasa sakit yang mengerikan, ia pikir itu akan membuatnya cukup kuat untuk tidak menangis lagi.

ia hampir lupa betapa menyakitkannya perasaan itu, dan perasaan itu telah menyakitinya sebanyak sepuluh kali lipat.

"fokuslah pada memperluas infinity, dan kau akan memiliki banyak kemungkinan."

suara sang nenek bergema di kepalanya.

ia duduk dan secara perlahan bangkit berdiri lalu terpincang-pincang keluar pintu sekali lagi.

ia berjalan sampai ke tugu peringatan yang ia buat setelah serangan itu dan berlutut ketika mencapainya.

ia merasakan matanya mulai terbakar lagi, memaksakan diri untuk mengaktifkan six eyes.

ia tak dapat melihat apa-apa, tetapi ia terus mencoba dan rasa sakitnya semakin meningkat.

ia mengambil nafas dalam-dalam sambil mencoba untuk fokus dan merasakan six eyes mulai melebar di sekitarnya, meluas jauh hingga melampaui dari apa yang bisa dilihat oleh mata manusia.

seperti jentikan tombol, sosok-sosok bermunculan di hadapan seolah-olah penglihatannya kembali normal.

"[ m.name ]."

ia melihat ke arah suara itu dan sang ibu berdiri di depan dengan ekspresi lembut di wajah serta mengenakan kimono kesukaannya yang dipakai pada hari dirinya terbunuh.

𝐈𝐍𝐅𝐈𝐍𝐈𝐓𝐘 , mha ( ON REV ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang