24🖤

63 4 0
                                    

"Kiai Bakhtiar bilang sebentar lagi akan ada acara di pesantren, apa Mamah mau  hadir di acara itu?" Wanita yang tengah asik meminum win itu pun mendongak.

"Bagaimana dengan putranya?"

"Iqbal?" Wanita setengah tua itu mengiakan ucapan putra semata wayangnya. Lalu pria itu tertawa kecil lalu mendudukkan dirinya di sofa putih itu.

"Setelah bundanya meninggal, anak sialan itu memutuskan untuk pindah ke pesantren, ia bahkan sangat jarang pulang." Cristi tersenyum miring mendengarnya. Mungkin ini sudah waktunya, begitu pikirnya.

"Ya, undang Mamah ke sana."

🥀

Kelas terasa begitu kosong, Iqbal masih saja melirik tempat duduk Meisya, bayangan itu terlihat di sana, tertawa bersama Zera dan Airin. Sayang, itu hanyalah imajinasi Iqbal.

Sebuah panggilan ia hiraukan, dirinya seperti berada di ruang hampa, telinganya tidak bisa mendengar. Tiba-tiba sebuah tepukan di punggungnya membuat pria itu terperanjat. "Apa, sih, Na?"

"Lo dipanggil Pak Bambang dari tadi." Iqbal pun segera mendongak.

"Iqbal, saya sudah mendengar kabar mengenai Meisya, dan saya turut prihatin. Namun, kita harus mengikuti olimpiade berikutnya, kamu harus memiliki pasangan di pertandingan itu, Iqbal." Bayangan gadis itu kembali memenuhi pikirannya.

"Apa kamu punya saran? Jika tidak, saya---"

"Erna, Pak."

Setelah jam pelajaran matematika habis, Iqbal memilih untuk meninggalkan kelas hari ini. Entah apa alasannya untuk pergi ke sekolah? Sudah tidak ada, pikirnya.

"Bahkan gue nggak tau gue ini hidup buat siapa, nggak ada seorang pun yang ngarepin gue punya masa depan. Bunda udah ninggalin gue ... tapi gue berharap lo masih bisa ketemu gue lagi, Aisyah." Pria itu meraih tas punggungnya dan mengeluarkan sesuatu di sana.

Aku tidak pandai menulis, Bidadariku
Aku pun tidak pandai mengekspresikan sebuah rasa
Bahkan aku tidak tahu bagaimana cara yang benar dalam mencintaimu
Yang kutau, kau itu sebuah kesempurnaan yang belum pernah aku temukan pada diri makhluk lain

Andai kau kembali, aku ingin membacakan kalimat ini di depan keluarga dan teman-temanmu
Menjadikanmu wanita paling bahagia di muka bumi ini
Aku berjanji, Humairah Aisyah

Andai kau kembali, aku ingin membacakan kalimat ini di depan keluarga dan teman-temanmuMenjadikanmu wanita paling bahagia di muka bumi iniAku berjanji, Humairah Aisyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih terlihat beberapa halaman kosong di buku itu, mungkin Iqbal akan memenuhi halaman itu dengan tulisan tangannya untuk Meisya.

Monster Salju dan Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang