28🖤

57 6 4
                                    

Hari-hari berlalu dengan cepat, kini Erna tengah bekerja di salah satu restoran milik Raja. Ia sangat bersyukur masih bisa bertahan hidup tanpa bergantung pada orang tuanya.

Seseorang baru saja memasuki bangunan itu, membuat Erna yang tengah mengelap meja tamu tersenyum girang. "Assalamu'alaikum," salam Iqbal dan segera dijawabi oleh gadis itu.

"Semangat, Nona cantik kerjanya," ucap Iqbal sambil mengacungkan jempolnya lalu berjalan menuju salah satu meja di sana.

"Gue pesen, dong, Na!" ucapnya setengah berteriak. Tenang saja, karena restoran ini tengok sepi pengunjung di jam-jam pagi seperti ini.

"Tuan ingin memesan apa?" tanya Erna dengan tatapan malas, Iqbal tertawa kecil.

"Ya ... lo hapallah apa makanan dan minuman kesukaan gue."

"Es teh pastikan sama nasi uduk?"

"Serah lo, Na." Gadis itu pun kembali tertawa dan segera kembali ke dapur untuk memenuhi pesanan sahabatnya itu. Iqbal menggelengkan kepalanya, mana mungkin Raja menyediakan es teh dalam plastik dan menu nasi uduk di restorannya ini? Begitu pikir Iqbal.

Tak berselang lama, gadis dengan kerudung hitam itu kembali dengan membawa nampan yang berisikan nasi goreng spesial dan jus lemon kesukaannya. "Selamat menikmati, Tuan Iqbal Ziqram yang paling tampan." Gadis itu pun berbalik, hendak meninggalkan pelanggannya.

"Eh! Mbak Erna," panggil Iqbal, membuat gadis itu kembali berjalan mendekat. "Temenin gue makan."

"Lo kira pekerjaan gue cuma layanin lo?!"

"Ya emang pekerjaan lo cuma layanin orang, 'kan?" Erna terlihat berpikir. Benar juga, pikirnya.

"Cepetan! Pelanggan adalah raja."

"Kalo rajanya kayak lo mah udah dipenggal sama rakyat lo sendiri."

"Asem lo!" Erna pun segera duduk di hadapan pria itu, menatapnya yang tengah menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya sendiri. Erna tersenyum, akhirnya setelah satu tahun lebih Iqbal bisa menerbitkan senyumnya kembali.

"Na," panggil Iqbal yang melihat gadis berseragam kerja itu bengong sambil menatapnya. "Erna!" panggilnya lagi dan berhasil membuatnya terperanjat kaget.

"Lo ngapain liatin gue sampe gitu?"

"Dih, pede banget lo, orang gue liatin ...." Gadis itu nampak berpikir mencari alasan yang tepat.

"Halah! Ngaku aja, lo suka, 'kan sama gue?" Napasnya terasa tercekat, Erna menelan ludahnya kasar.

"Kalo iya emang kenapa?!" Jawaban yang tidak disangka-sangka. Iqbal menatap gadis di depannya itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, begitu pun dengan Erna yang terlihat panik, ia salah memberikan jawaban, begitu pikirnya.

Kedua pasang mata itu masih saling menatap. Apakah ini waktu yang sudah direncanakan Allah untuk mempersatukan cinta yang dulunya sempat terhalang agama? Memang saat keduanya masih duduk di bangku SMP, mereka pernah terjerat asmara. Namun, keduanya memutuskan untuk bersahabat dan melupakan rasa cinta yang bersemayam pada diri yang beda kepercayaan pada waktu itu.

Iqbal memutuskan tatapan itu. "Em ya-yaudah, Na. Gue capek habis kuliah, gu-gue mau balik dulu, ya?" Erna pun mengangguk dan tersenyum kikuk.

"Ini duitnya." Pria itu pun berdiri dan segera menenteng tas punggungnya, lalu mengucapkan salam dan pergi dari tempat itu.

"Apa gue boleh cinta sama lo lagi, Bal?" gumamnya sambil melihat keluar pintu kaca restoran itu.

🥀

Monster Salju dan Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang