4🖤

102 8 5
                                    

Seorang gadis tengah duduk memeluk lutut di pinggir kolam renang. Kotor, satu kata yang terlintas dalam otaknya.

"Zulkifli, apa yang kurang darimu? Kesialan apa yang menimpa dirimu sehingga kau harus dijodohkan denganku? Aku tak pantas untukmu." Ia memeluk tubuhnya sendiri yang tengah gundah.

"Seorang hafidz Qur'an, seorang ustaz, seorang yang rajin beribadah, sangat bertolak belakang dengan sifatku, dengan kebiasaanku, aku yang berlumur dosa, aku yang selalu menyimpang dari jalan Allah, apa tujuan Allah mempertemukan aku denganmu? Keuntungan apa yang akan kamu dapat jika menikah denganku?"

Shinta tak sadar, sedari tadi ada bayangan yang tengah memperhatikan dirinya.

"Tujuannya untuk ibadah, dan mungkin jalan buat kamu berubah. Keuntungannya aku bahagia dengan pilihanku," jawab seseorang dari belakang sana.

"Zul?" Pria itu tersenyum dan menaikkan kedua alisnya.

"Aku tak sebaik yang kau katakan tadi, Shinta, apa kau ragu menikah denganku?"

"Bukan, bukan itu, aku merasa tidak pantas saja jika harus bersanding denganmu."

"Sejak kapan bahasamu sopan kepadaku?" tanya Zul heran.

"Mungkin sejak aku sadar bahwa kau adalah seseorang yang dikasihi Allah dan seseorang yang dikirimkan Allah khusus untukku."

"Huh, aku kira sejak kau mencintaiku." Shinta tertawa geli, ustaz ini bisa gombal rupanya.

"Tunggu, aku dikasihi? Lalu kau tidak?" Gadis itu terdiam, berpikir.

"Kukira tidak."

"Itulah manusia, tidak pernah sadar dengan apa yang sudah Allah berikan, tidak bersyukur, tidak tahu malu, siapa yang menjauh? Allah itu dekat dengan kita, tapi kita yang selalu menghindar," ucap Zul tanpa menatap lawan bicaranya. Namun, kalimat itu berhasil menampar keras hati Shinta.

"Siapa yang salah?"

"Aku."

"Siapa yang menjauh?"

"Aku."

"Siapa yang benar?"

"Allah." Air matanya luruh seketika, inikah tujuan Tuhan mempertemukan mereka?

"Ajari aku salat," ucap Shinta tiba-tiba, Zul terkejut.

"Jadi ...."

"Ya, calon istrimu ini tidak bisa salat, jangankan sholat, wudhu saja aku tak bisa." Zul tersenyum, pikirannya bernostalgia pada kejadian saat di mana ia harus meninggalkan gadis kecil kesayangannya, Fatimah. Apa kabar dengannya saat ini? Usianya yang sama dengan Shinta. Ia tersenyum tipis.

"Hei!" Zul tersadar.

"Astaghfirullah."

Shinta tersenyum. "Kau memikirkan apa? Gadis lain yang sholehah? Gadis impianmu?"

"Jangan suudzon!"

"Aku tidak akan mau menjadi istrimu sebelum aku bisa wudhu, salat, dan mengaji."

"Jika kita sudah halal, maka aku akan lebih mudah mengajarimu beribadah." Shinta memutar otak. Benar juga apa yang Zul katakan.

"Aku ingin berhijab."

"Harus." Zul berlalu meninggalkan Shinta.

"Hei, mau kemana?" Tidak ada jawaban dan gadis itu segera berlari mengejar calon suaminya.

Terlihat di ruang tamu, pria yang ia cari tengah duduk menghadap ayahnya.

Monster Salju dan Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang