Terlihat seorang gadis berhijab tengah memandangi sepasang kekasih yang tengah duduk di kursi taman rumah sakit dari jendela kamar rawatnya. Ya, Meisya harus menjalani istirahat total di rumah sakit selama dua atau tiga hari.
"Biasanya kalo aku bosen gini pergi ke ruangannya bunda," gumamnya pelan. Hal pertama yang hadir dalam otaknya adalah ekspresi putus asa yang Iqbal tampakkan saat kehilangan bundanya serta foto Bilqis dan Iqbal yang sempat ia lihat kemarin. Semuanya terasa seperti mimpi, ia kehilangan sosok ibu sekarang, Meisya memang selalu merindukan mamanya yang berada jauh di luar negeri. Bilqis selalu mengobati rasa rindunya, wanita itu memperlakukan Meisya seperti putrinya sendiri. Namun, sekarang sudah tidak ada lagi penawar dalam hatinya, sekarang tidak ada lagi sosok yang selalu sabar mendengarkan ceritanya.
Di luar hal itu, Meisya menemukan jawaban baru, jawaban yang selalu ia tunggu-tunggu. Ternyata benar bahwa pria bertopeng yang selalu Bilqis ceritakan itu adalah Iqbal, Monster Saljunya.
Meisya segera kembali ke ranjangnya dan meraih buku kecil berwarna biru itu. "Huh ... kemana buku harianku yang penuh?"
Andai boleh meminta dan pasti dikabulkan
Andai kematian itu dapat ditawar
Andai jodohku itu dapat diminta sesuai harapan ...
Aku ingin itu jika syukurku pudarTentang sepi dan sunyi
Kematian yang tak mati
Dia memelukku ...
Mengubah sepi menjadi rinduMataku kembali terpejam
Layaknya mimpi buruk yang menerkam
Menyadari pedihnya kehilangan
Kau pergi meninggalkan ruang sesak yang tak tahu di mana ujungnya
Aku rindu, Bunda ...🥀
Seseorang baru saja turun dari motor sport-nya setelah memarkirkan kendaraannya di area parkir rumah sakit. Mungkin untuk yang terakhir kalinya, begitu pikirnya. Semoga saja, ia tidak ingin ada yang sakit lagi.
"Iqbal?" Pria itu segera mendongak setelah mendengar seseorang memanggil namanya.
"Oh, Bang Zul. Assalamu'alaikum."
Pria itu mendekat. "Waalaikumsalam. Kamu ada perlu apa ke rumah sakit? Mau jenguk Meisya?" Ekspresi wajah Iqbal sedikit berubah antara kaget dan malu.
"Eng-enggak, kok, Bang. Gue nggak mau bikin Meisya ngerasa ...."
"Berharap?" sahut Zul.
"Bu-bukan gitu. Gue cuma takut ngecewain Meisya, gitu ...," ucap Iqbal kikuk. "Ya udah, gue ke dalem dulu, Bang. Assalamu'alaikum." Pria itu pun segera berlalu setelah mendengar jawaban salam dari lawan bicaranya.
Iqbal berjalan menyusuri koridor rumah sakit, banyak para perawat yang menyapanya. Namun, ia tak kunjung menemukan perawat yang melayani bundanya selama ini.
"Selamat pagi, Iqbal. Ada perlu dengan Dokter Zafran?" Iqbal pun menengok ke arah wanita berpakaian putih itu. Akhirnya ia menemukannya.
"Bukan, saya ada perlu dengan Suster Ana." Wanita itu mengernyitkan dahinya bingung.
"Saya?"
Iqbal mengangguk. "Suster ada waktu untuk bicara dengan saya?" Wanita itu berpikir sekejap.
"Ya, saya masih ada waktu lenggang sebelum jam sembilan, ingin bicara di mana?" Iqbal tersenyum, lalu segera mengajak perawat tersebut duduk di taman rumah sakit yang cukup dekat dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster Salju dan Bidadari Surga
Spiritualité❗BELUM DIREVISI❗ "Iqbal itu salju! Dingin tapi indah. Meisya suka!" Kalimat itu lagi, terngiang-ngiang di telinganya. "Meisya itu bidadari. Pemalu, tapi cantik luar dalem, berbeda dengan gadis lain. Iqbal cinta," gumamnya pelan, jawaban yang sama d...