36🖤

79 8 0
                                    

"Kenapa, Bang?" tanya Iqbal memulai pembicaraan. Zul terdiam sejenak, mengumpulkan niat dan napasnya, kemudian membuangnya secara perlahan.

"Begini, Iqbal. Abang pengen nanya sesuatu." Pria berkaos hitam di depannya mengernyit.

"Apa bener ini Yusuf?" tanyanya sambil menyodorkan ponsel, Iqbal pun menerimanya dan mengeryit. Detik selanjutnya pria itu tersenyum miring.

"Jadi, Abang udah tau siapa Yusuf tanpa Iqbal buktiin?"

"Maksud kamu?"

"Iqbal udah tau ini beberapa minggu lalu, tepatnya saat keluarganya Bang Zul makan malam di rumah Iqbal. Ya ini alasan terkuat Iqbal nggak mau serahin Aisyah ke Yusuf. Iqbal nggak pa-pa, kok kalo semisal Aisyah menikah sama pria lain, asalkan dia bisa menjadi suami yang baik dan bisa buat Aisyah bahagia, Iqbal ikhlas, tapi kalo sama Langit, Iqbal nggak bisa, Bang."

Hening, Zul mematung mendengar penuturan remaja di depannya, pemikiran yang sangat dewasa, pikirnya.

"Barusan Iqbal bikin laporan ke kantor polisi soal Geng Semesta, semoga aja cepet diproses dan Langit bisa ditangkap sebelum hari pernikahan."

"Laporan apa?" bingung Zul.

"Hampir semua anggota Geng Semesta itu penggunaan narkoba, Bang, semalem gue nyelidikin kasus ini dan Bintang ketauan sama mereka, jadi mungkin gambar ini pas mereka sengaja berhenti karena kehilangan jejaknya Bintang," jelas Iqbal sedikit berbisik, takut-takut jika ada mata-mata Semesta di sini.

Hening, kedua pria itu bergelut dengan pikiran masing-masing. Tak jarang mereka menyeruput minuman yang telah dipesan.

"Bal." Pria itu mendongak. "Abang bersyukur denger kabar ini dari kamu, Abang berasa menemukan titik terang. Meisya bener-bener nggak mau menikah sama Yusuf, Abang terus lihat dia nangis pas mau tidur, pas salat tahajjud, Abang nggak tega liatnya." Mendengar hal itu membuat hati Iqbal terasa tertusuk, ia merasa gagal menjadi pria yang dicintai gadis itu, bahkan ia belum berhasil memberinya kepastian hingga detik ini.

"Apa kamu udah tau kalo hari pernikahannya dimajukan?" Iqbal yang tengah meneguk minumannya pun tersedak karenanya.

"Hah?! Gimana, Bang?"

"Hari pernikahannya dimajukan jadi besok lusa." Seketika itu Iqbal mematung, otot dan tulangnya terasa tidak kuat menopang tubuhnya lagi. Informasi buruk macam apa lagi ini?!

"Abang janji, Abang bakal berusaha sekuat Abang buat adik Abang."

Yang ada di kepala Iqbal saat ini hanyalah, kapan pihak kepolisian akan memproses dan menangkap Langit? Apakah akan tepat waktu? Pikirnya. Bukannya ia tidak mau merebut Meisya kembali setelah ia ditinggal suaminya untuk menjalani hukuman. Namun, Iqbal yakin proses perceraian dan hal-hal lainnya akan lebih rumit, lagi pula Iqbal tidak ingin membuat image Meisya menjadi buruk di kalangan masyarakat, meskipun jika Iqbal menggagalkan acara pernikahan itu pun akan mempermalukan Meisya dan keluarganya, tidak peduli dengan keluarganya sendiri yang menjadi dalang dari semua masalah ini.

🥀

Keesokan harinya.

"Mah! Meisya nggak mau, Meisya cintanya sama Iqbal!" ucap gadis itu merengek pada ibunya.

"Iqbal? Apakah adik dari Yusuf? Ingat, Meisya, calon suami kamu itu Yusuf, bukan Iqbal. Apa kata orang-orang? Lihat saja, Iqbal itu sudah seperti preman jalanan, apa yang kamu sukai dari dia?" sahut sang ayah.

"Nggak ada orang yang tahu siapa Iqbal! Cuma bunda, Meisya, sama almarhumah Erna. Kalo bukan karena Iqbal, mungkin Erna nggak bakal donorin hatinya buat Meisya, mungkin Meisya masih berbaring di rumah sakit Singapura. Selama ini Iqbal udah ngerubah cara berpikir Meisya, Iqbal udah bikin hidup Meisya lebih baik. Mama sama Papa nggak tau itu, 'kan? Kemana Mama sama Papa selama ini? Bahkan kalo Meisya belum diambang kematian, mungkin Mama Papa enggan meninggalkan pekerjaan." Gadis itu berhenti berucap, mengatur napasnya yang masih memburu. Sebenarnya masih banyak kalimat yang membebani hati dan pikiran Meisya. Namun, ia rasa sudah cukup, hatinya tidak kuat lagi, lagi pula ia takut berdosa karena telah berucap keras kepada kedua orang tuanya.

Monster Salju dan Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang