Prolog

330 11 6
                                    

Freya berjalan setengah berlari. Tas punggungnya bergerak ke kanan-kiri dengan cepat sesuai ritme langkah.Koridor kelas sebelas riuh karena suara sepatu pantofelnya. Semua ini karena bisik-bisik yang ia dengar satpam sekolah dan ibu kantin kelas sepuluh. Begitu mencapai ambang pintu kelas, dengan napas yang terengah-engah. Freya berseru kepada teman-temannya yang sedang berkumpul di meja sang ketua kelas.

"Guys, kata satpam, Khannaya hilang!"

Teman-temannya yang tidak menyadari kehadiran Freya kontan menoleh. Nanda yang pertama kali mengambil inisiatif, menyuruh Freya masuk dan menutup pintu kelas. Agar tak ada yang mendengar percakapan mereka.

"Lo baru tau, Fe?" tanya Zerin datar.

Freya mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Iya, tadi waktu gue lewat, bu kantin kelas sepuluh sama pak satpam depan lagi ngobrol bisik-bisik. Gue langsung panik. Makanya buru-buru ke sini? Kalian udah tau?" Mata Freya mengedar, menatap sepuluh temannya yang mengelilingi meja ketua kelas.

Teman-temannya balas menatap Freya dengan ekspresi datar. Membuat Freya merasa aneh. Apa yang salah dari yang ia katakan? "Guys?"

"Bagus juga akting lo Fe." Agung memecah kesunyian di antara mereka semua.

Freya mengerutkan dahi, pertanda ia tak mengerti. "Maksud lo apa,Gung?"

"Menurut rumor yang beredar, lo orang terakhir yang ditemui Khannaya di lapangan out door . Di hari Sabtu. Hari terakhir dia keliatan orang." Kali ini Mahira yang memilih menjelaskan.

Tangan Freya terlipat di depan dada. Tatapannya lurus pada Mahira. Dengan ekspresi tenang, ia balik mengajukan pertanyaan.

"Lalu?"

"Orang yang paling merasa terusik dengan kehadiran Khannaya itu elo 'kan."

"Ini maksudnya elo nuduh gue?" Freya mendongak menatap Agung. Menatap pada matanya langsung.

"Bukan nuduh," elak Agung. "Tapi kalau ada orang yang kemungkinan pengen banget nyingkirin Khannaya, gue yakin orang itu elo. Lagi pula, orang terakhir yang bareng sama Khannaya kan elo."

Freya tertawa sumbang. Suaranya menggema memenuhi kelas. Semua orang yang saat itu sudah hadir di kelas, menatap jeri, bagaimana cara Freya tertawa.

"Lo punya bukti apa, berani nuduh gue?"

Telak. Semua hanya bisa membisu mendengar pertanyaan Freya. Tidak ada yang punya bukti pasti, siapa dalang dibalik serangkaian teror dan bullying yang berakhir dengan hilangnya Khannaya. Semuanya baru praduga.

"Asal lo tau Gung, Nda, dan semua cowok di kelas ini. Gue tau alasan, kenapa kalian semua curiga sama gue. Tapi perlu kalian tau, kalau nggak cuma gue yang ngerasa iri sama Khannaya." Freya berbicara tepat di depan wajah Nanda yang sedang duduk di atas meja. Nanda kontan memundurkan wajah. "Perlu gue sebutin satu-satu?"

"Bisa aja, Shenna, Zerin,Ghita, Ira—"

"Tapi kami nggak punya keberanian buat ngelakuin itu semua." Merasa jadi ikut tersudut, Ghita angkat suara memotong argumen Freya.

Freya lantas menjentikkan jari di depan wajah Ghita. "Lantas, kenapa lo pikir gue bisa?"

Jeje membisu. satu-satunya alasan mereka semua mencurigai Freya adalah karena cewek itu terlihat paling terusik dengan kehadiran Khannaya

"Gue kenal lo dari lama Fe. Dan gue tau banget, apa yang  bisa lo lakuin, demi nyingkirin semua hal yang ganggu hidup lo." Zerin yang sedari tadi menjadi pendengar dan pengamat, kini angkat bicara.

Freya mengangkat alis. Menyilangkan tangan di depan dada dan berbisik di telinga Zerina.

"Gue juga tau banget elo, Zerina." Senyum miring menghiasi wajah cantik Freya.

Wajah Zerina, seketika memucat.


To be continue

***

Karena aku punya kebiasaan buruk, menulis beberapa bab, lalu menghilang, kali ini aku mencoba untuk mulai konsisten.Ceritaku kali ini aku ikut sertakan dalam event Akhir Tahun Produktif bareng Forwistree harapanku semoga bisa nyelesain event ini dengan baik huhu

Lampung Selatan, 26 Desember 2022


Bad Inside [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang