"Oh jadi begitu.." Bu Nissa membaca jawaban di kertas ulangan dengan seksama. Membandingkannya dengan kertas di sebelahnya.
Setengah dari jawaban itu betulan sama persis.
Freya menunggu apa yang akan dikatakan Bu Nissa dengan tidak sabar. Ia memilin ujung tasnya.
"Terima kasih ya Freya, kamu sudah jujur." Bu Nissa menatap Freya dan memberikan senyuman. "Untuk masalah nilai, Ibu akan memberikan nilai se-adil mungkin."
"Nanda sama Felix juga, Bu." Freya menambahkan.
"Banyak?"
"Enggak. Kayaknya cuma satu atau dua nomor."
Bu Nissa mengangguk. Melingkari nama Nanda, Felix, dan Agung di kertas daftar hadir. "Kamu boleh pulang Freya. Sekali lagi terima kasih."
Freya tersenyum manis. Ia segera pamit keluar ruangan Bu Nissa sebelum ada yang melihat dirinya. Freya berjalan dengan riang di koridor yang sepi. Ia tersenyum miring.
Rasain. Habis deh nilai lo, dicincang sama Bu Nissa.
Selama ulangan harian Ekonomi tadi, Freya sempat memergoki Agung mencontek Yasa. Begitu pun dengan Felix dan Nanda. Awalnya ia tidak terlalu peduli. Toh, nilainya akan tetap di atas mereka bertiga. Tapi melihat Agung tidak juga beranjak dari meja Yasa, Freya mulai panik. Ia curiga Agung mencontek hampir semua jawaban Yasa. Hal itu tentu membahayakan nilainya. Itu sebabnya Freya, meskipun terkesan cepu dan tukang ngadu, melaporkan kejadian itu ke Bu Nissa. Tidak ada yang boleh menggeser nilai Freya.
Entah kenapa Freya tiba-tiba mengingat kejadian itu. Padahal sudah sebulan berlalu. Mungkin karena ia dan teman-teman yang lain sedang mengerubungi jendela kelas untuk melihat nilai ulangan tengah semester mereka. Nilainya aman. Tapi tetap di bawah Yasa. Selisihnya bahkan hanya dua angka.
"Nilai Zerin tumben sama kayak Sheena. kalian contekan ya?" tuding Ganta.
Sheena menggeleng dengan santai.
Sementara Zerin berkacak pinggang di depan Ganta dan berujar sewot."Enak aja, emang gue kayak elo!"
"Tapi wajar sih, Zerin dapet nilai segitu," sela Felix. "Sebagai anak dari juragan gas dan galon. Menurut gue suatu keharusan nilai ekonominya bagus."
Zerin memukul Felix pelan. "Apaan sih, lo. Nggak ada hubungannya."
Felix mengaduh berlebihan. "Zerin mah, love language-nya phsycal attack."
Freya menatap pertengkaran teman-temannya dengan senyum kecil. Keributan tidak penting ini, cukup menghiburnya.
"Makasih ya, Fe," ujar seseorang di samping Freya.
Freya menengok ke arah Khannaya. Melemparkan senyum kecil. "Santai aja. Bukan apa-apa kok."
Karena Freya termasuk salah satu murid yang menurut Bu Rina bisa diandalkan, (Freya sangat bangga akan fakta itu, ngomong-ngomong) Bu Rina meminta bantuan Freya untuk membantu Khannaya beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan cara pembelajaran di SMA Cakra Bhuana. Karena Khannaya sebelumnya home schooling, jadi dia butuh sedikit adaptasi dengan lingkungan barunya ini. Freya sebenarnya tidak membantu banyak. Dia hanya melakukan apa yang Bu Rina suruh. Ditambah dengan selalu mengucapkan, "Kalau butuh apa-apa bilang aja."
Mungkin itu yang membuat Khannaya merasa Freya sangat membantunya.
***
Tidak ada waktu bersantai setelah UTS. Selagi jantung mereka berdebar menanti hasil belajar mereka selama tiga bulan di kelas 11, tugas individu maupun tugas kelompok terus berdatangan. Tidak memberi jeda anak kelas 11 untuk beristirahat. Seperti hari ini, guru Sosiologi mereka sepertinya sangat suka dengan tugas kelompok. Baru juga selesai ulangan, begitu masuk kelas sudah memberi tugas kelompok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Teen FictionApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...