Bad Inside: 27

52 1 0
                                    

Freya mengangguk. "Waktu elo masih sibuk mantengin loker Khannya."

Cewek yang hari ini mengepang rambutnya itu terkekeh pelan. "Ah, itu. Tadi lagi mikir aja, Khannaya gimana sekarang ya? Udah ada informasi terbaru dari polisi yang lo denger belum, Fe?"

Freya tiba-tiba membenci Sheena. Ia membenci ekspresi wajahnya yang terlihat tidak bersalah, membenci suaranya yang terdengar simpatik saat bicara soal Khannaya. Dan paling penting, membenci ketenangan yang ia tunjukkan padahal dia lah penyebab semua teror gila itu menimpa Khannaya.

Sembari menyandarkan punggungnya di loker, Freya melipat kedua tangan di depan dada. Dengan suara pelan, ia berujar pada Sheena. "Na, menurut gue harusnya lo ikut kelas teater deh. Bagus banget sandiwara lo."

Sheena memiringkan kepala. "Maksud lo, Fe?"

"Lo yang ngirim semua teror itu ke Khannaya kan?" tembak Freya secara langsung.

Cewek berambut panjang itu berkedip dua kali. Ia tersenyum miring. "Ternyata omongan lo waktu itu beneran lo kerjain ya, Fe?" Sheena ganti menatap Yasa yang berdiri di loker ujung. "Good job, Yas. Lo pasti berperan banyak di kasus ini. Gue pikir kalo bukan karena elo, Freya nggak akan sampe mana-mana."

Sheena berjalan dengan santai, memaksa Freya memutar badan untuk melihat dirinya yang duduk di bangku Panjang yang diletakkan di ujung ruangan sebagai tempat duduk untuk bersantai sebentar.

Wajah Freya berubah merah padam. Tanpa sadar ia mengatupkan rahang dan membuat ujung gigi gerahamnya beradu.

Tenang Freya, nggak boleh emosi.

Ia menghela napas dan menghembuskannya perlahan, mengatur kembali napas dan emosinya supaya lebih teratur. "Pasti gue selama ini keliatan menyedihkan dan tolol banget di mata elo ya, Na. Dituduh sama Zerin dan yang lain, sibuk nyari bukti yang nggak ketemu-ketemu. Do you enjoyed the drama, Dasheena?"

Bibir Sheena menyunggingkan senyum.

Bulu kuduk Freya berdiri tanpa disadari saat melihat senyum Sheena. Cewek itu memang menarik kedua ujung bibirnya untuk tersenyum, tapi matanya... memancarkan aura yang dingin, kosong dan menusuk.

"No. I am not. Itu bukan jenis drama yang gue suka. You know why? Karena gue nggak pernah nargetin elo jadi tersangka. Semua serba tiba-tiba. Khannaya hilang secara tiba-tiba, terus tiba-tiba Zerin nuduh elo jadi tersangka hanya dengan opini dia." Sheena menatap kuku-kukunya yang diwarnai ungu gelap. "Gue nggak suka drama, yang disitu bukan gue sutradaranya." Senyum menghilang dari wajah Sheena. Begitu garis bibirnya turun, kesan gelap menaungi wajah Sheena. Seolah ada awan mendung yang bertengger di wajahnya.

Freya meneguk ludahnya kasar. Ia melirik Yasa yang hanya menonton sambil bersandar di pintu loker yang bersembrangan dengannya. Bertengkar dengan Zerin memang membuat kepalanya panas dan dadanya serasa ingin meledak karena emosi yang meledak-ledak. Tapi berbicara dengan Sheena—bahkan mereka belum bertengkar—justru membuat Freya merasa sesak. Ia merasa ada kabut gelap yang menerangi sekitarnya. Ada tangan-tangan tak kasat mata yang mencoba mencekik lehernya supaya kehilangan kata-kata. Freya yang tadinya ingin bertanya dengan berapi-api, malah menciut.

Hanya karena berhadapan dengan Sheena.

Dengan suara yang hampir menghilang, Freya memberanikan diri untuk menanyakan hal paling penting saat ini.

"Gue penasaran deh, apa sih alasan lo neror Khannaya?"

Alis Sheena bertaut. Matanya menyipit. Seolah pertanyaan Freya adalah pertanyaan aneh yang seharusnya dia juga tahu jawabannya. "Lo memang nggak ngerasa ya, Fe? Khannaya itu mencuri terlalu banyak perhatian. Dunia ngasih panggung yang terlalu luas ke orang-orang super cantik kayak dia. Dan gue benci itu. Dia bikin gue merasa muak."

Bad Inside [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang