Mahira: Fe, besok jangan lupa bawa gunting
Laras: Hah? Buat apa, Ra, bawa-bawa gunting?
Felix: Ira, lo ngerencanain apa sama Freya? Kok bawa-bawa gunting? Serem banget sih cewek-cewek di sini. Lo juga jangan-jangan ikutan ya, Ras?
Laras: Enggak sumpah, gue nggak tahu apa-apa.
Mahira: Apa sih kalian. Buat pelajaran Prakarya besok, bego.
Freya menepuk jidatnya pelan, saat membaca chat teman-temannya di grup kelompok.
Gara-gara sibuk memikirkan ucapan Zerin, Freya hampir saja lupa menyiapkan benda-benda yang akan dibawa untuk besok untuk tugas membuat kerajinan. Freya membuka laci meja belajarnya, mencari gunting yang biasanya tersimpan di situ. Tidak menemukan yang ia cari, Freya mencari di stake holder, dalam tas, atas lemari, dalam kotak skincare, sampai kolong tempat tidur. Freya mengacak rambutnya kesal, kenapa ia bisa lupa di mana ia meletakkan gunting. Menyerah, Freya membuka pintu kamarnya dan beralih membuka pintu kamar yang ada di sebelah tanpa mengetuk pintu.
Pemilik kamar yang sedang bermain game online di PC langsung menutup game yang sedang ia mainkan, menoleh panik saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Ia mengacungkan tinju di udara, begitu melihat ternyata Freya yang membuka pintu.
"Kebiasaan sih! Kalau mau masuk kamar orang tuh, ketuk pintu dulu," omel Erhan. "Kalo tahu kamu yang mau masuk kan, Uda nggak perlu repot-repot nutup game nya." Omelan Erhan makin panjang karena ia kalah dalam permainan game online-nya.
"Gunting aku di sini nggak, Da?" tanya Freya. Mengabaikan omelan panjang dari Erhan.
"Ada tuh, di kolong ranjang," jawab Erhan. Matanya kembali fokus ke layar PC.
Freya memasuki kamar bernuansa gelap tersebut. Berkebalikan dengan kamarnya yang di cat dengan warna jingga cerah (kata Bunda supaya membawa energi baik) kamar Erhan berwarna abu-abu gelap. Di tengah ruangan ada ranjang dengan seprai bergambar Manchester United. Klub bola favorit Erhan. Di sebelah kiri ada lemari dan keranjang kotor yang juga berwarna abu-abu gelap.
Di sisi kanan nada meja berisi seperangkat PC dan lemari buku yang berdebu karena jarang Erhan pakai. Di atas rak buku ditempel poster 5 Second of Summer. Band favoritnya. Freya menunduk, mengambil gunting yang tergeletak di lantai bersama kertas-kertas tugas dan bungkus makanan ringan. Freya mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamar. Ia mengambil lays dan duduk di atas kasur Erhan.
"Balik sana, ngapain masih di sini," usir Erhan.
Freya membuka bungkus lays dan memakannya dengan suara berisik. "Di kamar gabut."
"Ya, temenin Bunda nonton tv sana. Malah makan jajan Uda, lagi,"gerutu Erhan.
"Nggak mau," tolak Freya. "Da, aku mau tanya sesuatu."
"Nanya apa?"
"Aku sama cewek yang waktu itu aku tunjukkin fotonya ke Uda, cantikkan siapa?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di kepala Freya. Ia masih kesal dengan kalimat Zerin tadi, bahwa ia merasa tersaingi.
"Hmm.." Erhan mengusap-usap dagunya dengan gestur seolah sedang berpikir. "Sebenernya nggak bisa dibandingin sih, Fe. Nggak apple to apple."
Freya menekuk wajahnya ketika mendengar jawaban Erhan. Itu terdengar seperti Erhan ingin bilang Khannaya lebih cantik tapi tidak ingin membuat Freya tersinggung.
Menyadari perubahan wajah adiknya, Erhan buru-buru meralat. "Maksudnya tuh gini loh, Fe. Dia kan blasteran ya, setengah bule. Ya nggak bisa dibandingin sama kamu yang asli Indonesia. Standar cantiknya udah beda." Erhan memutar kursinya, mengacak rambut Freya dan melanjutkan lagi. "Tapi di mata Uda, kamu udah paling cantik, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Teen FictionApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...