Bad Inside: 07

52 6 0
                                    

"Rocyo satu renceng, gula dua kilo, rinso matic dua bungkus, apa lagi, Bun?" Freya meletakkan ponsel di telinga, sementara tangannya kanannya mencatat di telapak tangan kiri.

"Beli terigu satu kilo, gas yang 12 Kg, sama galon, dua ya. Satu yang asli, satu yang isi ulang buat di warung. Sama beras ya, 10 Kg" Bunda menjawab dari seberang sana.

"Kok, beli gas sama galon juga? Memangnya bisa diangkut naik motor?"

"Ya enggak dong, Sayang. Nanti Uda kamu jemput naik mobil."

Freya menggaruk lehernya. "Kenapa bukan Bunda aja, yang belanja?"

"Bunda lagi sibuk. Temen-temen ayah dari proyek nanti mau ke sini. Bunda harus masak. Sesekali kamu aja ya, sekalian belajar. Uangnya udah Bunda transfer ke Tante Wiwik. Kamu tinggal ambil barang."

"Oke, Bun. Aku nanti boleh ambil jajanan, ya?"

"Boleh. Nanti dibayar sama Uda."

Yes! Freya bersorak senang dalam hati. Tidak ada yang lebih ia senangi ketimbang menghambur-hamburkan uang Erhan. Ini bisa jadi ajang pembalasan karena Erhan sudah memakan silverqueen-nya kemarin dan Cadbury sebulan lebih yang lalu.

Freya mengakhiri percakapan dengan Bunda setelah mengucap salam. Ia memasukkan ponsel ke dalam tas. Tinggal menunggu Erhan menjemput. Karena bingung mau ke mana. Freya berjalan menuju lapangan basket out door yang sedang digunakan untuk latihan basket putri. Jeje sedang latihan hari ini.

Freya duduk di bangku penonton yang dinaungi pohon besar. Sehingga membuat sinar matahari tidak terlalu menyengat. Dari sini Freya bisa menyaksikan sebagian besar ruangan di lantai satu. Paling ujung ada ruang UKS lantai satu, ruang guru, laboratorium Biologi jurusan IPA, perpustakaan, ruang-ruang untuk ekskul, dan paling ujung ada aula yang sering digunakan untuk seminar dan pentas teater.

Ngomong-ngomong soal teater, mata Freya menyipit, memperhatikan siapa yang sedang ada di depan pintu ruang ekskul teater.

Khannaya?

Rupanya dia sungguh menerima ajakan Lucy.

Khannaya melihat keberadaan Freya, dan mau tidak mau, Freya jadi melambaikan tangan. Khannaya melambaikan tangan balik. Ia terlihat berpamitan pada orang yang masih di dalam ruang teater dan berjalan menghampiri Freya yang berada di lapangan.

"Nunggu dijemput, Fe?" tanya Khannaya begitu sampai.

Freya mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya nih. Kamu.. habis ada kegiatan?" tanya Freya hati-hati. Jangan sampai ia salah memilih kata-kata dan membuat dirinya terkesan kepo.

"Iya, Fe," jawab Khannaya. "Aku gabung klub teater sekarang."

"Oh, gitu.." Freya merespon singkat.

"Sejak kapan? Direkrut Lucy, ya?" Jeje tiba-tiba ada di dekat mereka, mengambil sebotol air yang tergeletak di kaki meja.

Freya melotot secara reflek. Pertama, karena Jeje memanggil Lucy begitu saja tanpa embel-embel 'Kak'. Kedua, pertanyaan Jeje terdengar terlalu frontal dan to the point. Ya, walau pun menurut Freya itu bagus, sih. Dia bisa memastikan kebenaran berita yang beredar.

"Sekitar minggu lalu, sih. Kak Lucy ajak aku gabung. Karena kebetulan aku suka teater, ya udah, aku join aja."

Freya dan Jeje mengangguk-angguk tanpa suara mendengar jawaban Khannaya. Rupanya apa yang dikatakan Lulu dan Ghita benar. Keheningan sempat mengisi suasana sesaat, tapi itu tidak lama, karena kemudian ada seseorang yang datang.

Bad Inside [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang