Hari senin pagi Yasa dan Freya berangkat bersama. Keduanya sudah sepakat untuk memulai penyelidikan hari ini. Ralat, sebenarnya bukan mereka berdua yang bersepakat dan memutuskan, Freya yang memutuskan, dan memaksa Yasa mengikuti kehendaknya.
Seperti biasa.
Hari itu berjalan dengan biasa, ada ulangan harian Bahasa Inggris yang bisa Freya kerjakan dengan baik. Ia juga tidak banyak berinteraksi dengan Yasa di kelas. Mereka berdua memutuskan untuk bersikap biasa saja dan tidak terlalu akrab saat di kelas. Yasa mengawasi gerak-gerik para siswa, sementara Freya mengawasi gerak-gerik para siswi, lalu saling melaporkan melalui percakapan di WhatsApp. Sejauh ini tidak ada yang spesial, mereka semua berperilaku seperti biasanya.
Tapi bukankah pelaku yang pandai adalah pelaku yang tidak menunjukkan gejanggalan?
Meskipun tidak ada yang berperilaku aneh, Freya sudah mengantongi beberapa nama siswi yang ia curigai.
Hari berlangsung sangat lambat untuk Freya, ia terlalu tidak sabar untuk melaporkan nama nama yang sudah iya pegang pada Yasa. Mereka berdua janji akan mengobrol di gerobak es dawet Mas Jimin. Dan itu hanya bisa dilakukan saat pulang sekolah.
Begitu bel pulang berbunyi, Freya buru-buru merapikan isi tasnya yang masih berantakan di atas meja. Sementara Yasa sudah berjalan lebih dulu. Lewat kode mata, Yasa bicara pada Freya.
'buruan, nggak usah lama'
Freya cuma mendengus. Tentu saja ia lebih repot merapikan buku ketimbang Yasa yang hanya membawa sedikit buku ke sekolah. Cowok itu tidak pernah repot-repot memisahkan buku catatan dan latihan. Kadang juga malah tidak membawa buku paket materi. Tasnya super ringan jika dibandingkan dengan isi tas Freya. Anehnya, dia selalu peringkat 1 sejak dulu.
Freya berjalan dengan tergesa-gesa menuruni tangga. Hampir saja ia terjatuh jika tidak ada Lulu yang memegang lengannya.
"Mau ke mana sih, Fe? Kok buru-buru banget sampe hampir jatuh," tanya Lulu. Ia yang satu lantai dengan Freya juga sedang menuruni tangga untuk pulang.
Freya meringis canggung, "Iya, Kak. Hari ini bareng sama Yasa, kalo aku nggak cepet, nanti dia ngomel."
Lulu hanya tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Lanjut menuruni tangga dengan santai. Oh ya, terkait dengan janji temu Freya dan Lulu kemarin, akhirnya terlaksana meskipun telat hampir tiga puluh menit. Lulu dan Freya hanya berjalan-jalan di toko alat tulis untuk membeli hadiah yang kata Lulu untuk temannya dan makan mi ayam. Lulu sempat menyinggung soal CCTV yang tiba-tiba mati. Tapi tidak ada kelanjutan soal itu. Bu Yuni yang pelupa, mengira dirinya sendiri yang tidak sengaja mematikan CCTV. Freya berusaha sebaik mungkin menunjukkan raut biasa saja, walau jantungnya mulai berdegup tidak normal.
Yasa sudah menunggu di parkiran motor. Menyerahkan helm pada Freya yang diterima dengan sewot. Kali ini Freya membawa helmnya sendiri, tidak lagi memakai helm jahanam milik Mbak Echa.
"Udah, gih, jalan," Freya baru buka mulut saat sudah di atas motor.
"Lo nggak mau pegangan?" tanya Yasa. Nada suaranya datar, tapi terdengar menyebalkan di telinga Freya.
"Ngapain pegangan el--"
"Maksudnya pegangan tas gue," ralat Yasa buru-buru.
"Enggak. Udah cepetan keburu sore."
Motor Yamaha Mio terbaru milik Yasa melaju dengan santai di jalanan. Sesekali Freya mengajak Yasa mengobrol karena tidak sabar. Tapi tanggapan Yasa hanya,
"Hah, apa, Fe. Nggak denger."
Menyebalkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Inside [END]
Teen FictionApa yang paling ditakutkan primadona sekolah? Kehilangan atensi. Freya hanya bisa menahan geram, saat semua perhatian yang biasanya tertuju padanya, kini berpindah pada orang lain. Khannaya. Murid baru yang sejak kehadiran pertama kali, berhasil m...