Bad Inside: 19

37 0 0
                                    

Mobil yang dikendarai ayah Freya melambat, dan akhirnya berhenti begitu sampai di depan gerbang SMA Cakra Bhuana. Ayah Freya menunggu selama dua menit. Namun putrinya masih sibuk mengigiti jari kuku dan tidak terlihat berniat turun.

"Fe, udah sampe ini. Ayo turun."

Freya masih sibuk mengigiti jari kuku. Sepanjang hampir dua belas tahun bersekolah, Freya tidak pernah merasa semalas dan se-takut ini berada di sekolah. Freya malas harus bertemu dengan teman-temannya. Apalagi setelah kemarin gagal membujuk Yasa untuk membantunya.

Aish

Yasa. Kalau diingat-ingat, Freya jadi kesal lagi.

"Fe, ayo turun," ulang ayah Freya.

"Ayah aku nggak mau sekolah hari ini."

Dahi ayah Freya berkerut, heran dengan perilaku Freya sekarang ini.

"Turun buruan. Nggak usah aneh-aneh, Ayah bilangin Bunda kamu nanti," ancam ayah Freya. Ia sudah kesiangan, dan tidak punya waktu meladeni Freya yang tiba-tiba bersikap aneh.

Freya mengerucutkan bibir kesal. Kalau sudah berhubungan dengan sekolah, ayah memang sama tegasnya dengan bunda. Freya membuka pintu mobil, turun dan berpamitan sekenanya dengan ayah. Ia menghela napas di depan gerbang. Kebetulan Pak satpam sedang tidak ada di depan gerbang jadi Freya tidak perlu menyapanya. Freya hanya tersenyum kepada orang-orang yang menyapanya lebih dulu.

Mata Freya mengedar, kemudian melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Masih kurang 10 menit lagi sebelum bel masuk. Freya membelokkan kakinya ke arah kantin. Masuk kelas pasti rasanya seperti memasuki arena tarung. Apalagi jika manusia bernama Zerina Juvanka ada di sana. Telinga Freya bisa meledak. Ke kantin tentu jadi pilihan yang lebih baik karena selain bisa makan bakwan hangat, ia juga bisa curi-curi dengar gosip terbaru.

Freya mengambil tiga bakwan panas dan sebungkus roti. Sambil membayar, telinganya dibuka lebar-lebar. Siapa tahu ada gosip atau berita yang berkaitan dengan Khannaya. Saat menerima uang kembalian dari Bu Imas, Freya merasa ada seseorang yang menyerukan namanya dengan sangat pelan. Dengan hati-hati, Freya menengok ke kanan.

Tidak ada apapun.

Freya kemudian menengok ke kiri.


"Astaga!" Ia memekik kecil. Ada Elia yang berdiri di sisi sebelah kiri dengan mata menyipit. Jarak wajahnya bahkan hanya sejengkal dari wajah Freya.

Freya menghela napas kesal. "Mundur sih, El. Bikin kaget aja." Freya tidak menyembunyikan wajah kesalnya di depan Elia.

Elia menuruti perkataan Freya. Mundur selangkah dari tempatnya semula. Setelah itu pun dia mendekatkan kepalanya ke arah Freya dan berbisik dengan suara seperti tadi saat ia memanggil Freya.

"Udah denger kabar terbaru belum?"

Mata Freya terbuka lebar. Ia mulai tertarik dan balas berbisik ke Elia."Kabar apa?"

"Banyak banget yang curiga kalo teror yang selama ini, ada hubungannya sama kasus hilangnya Khannaya."

Freya melirik dengan wajah datar. Rasanya ingin menyentil dahi Elia dan berteriak di depan wajahnya kalau itu bukan berita baru. Tapi perilaku seperti itu tentu bisa membuatnya terlihat bar-bar di mata orang lain. Apalagi sekarang kantin sedang ramai.

"Terus apa yang baru, El. Itu gue juga udah tau," ujar Freya malas.

Elia mengibaskan tangan di depan wajah Freya. "Ish makanya diem dulu. Jangan dipotong."

Freya merapatkan bibir.

Elia kembali bicara dengan suara pelan. "Banyak banget yang curiga kalau orang di balik teror yang dikirim ke Khannaya itu, Rebecca."

Bad Inside [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang